NovelToon NovelToon

Bungsu Yang Tak Dianggap

BAB 1 Keluh kesahku

Namaku Aira. Aku anak bungsu dari 5 bersaudara. Kakakku yg pertama perempuan .Lulusan SMA, sudah menikah dan ikut suaminya di luar kota. Kakak kedua perempuan juga. Lulusan SMK, sudah bekerja dan menikah. Tinggalnya di satu tempat tapi masih satu kota dengan kami. Aku dan kedua kakakku yang masih tinggal serumah dengan orang tua.

Memang orang tuaku hanya mampu menyekolahkan anak-anaknynya sampai SMA /SMK. Karena ayahku hanya seorang guru yang sudah pensiun dini karena sering sakit. Dan untuk menambah penghasilan ibuku membuka warung makan di pinggir jalan dekat pasar pusat, kira-kira 1km dari tempat tinggal kami.

Oh ya.. ibuku mengharuskan anak-anaknya ikut membantu di warung kami. Karena ibu hanya menggaji 1 orang karyawan untuk membantunya. Sengaja supaya anaknya tidak bermalas-malasan atau main sehabis pulang sekolah. Tentu saja kami tidak bisa membantah. Padahal pulang sekolah kadang sudah terasa capek kalau pas ada olah raga atau ekstra kulikuler.

Bahkan untuk sekedar jalan-jalan ke mall atau santai di taman kota sambil ngemil sama teman itu aja ngga terpikirkan. Jika aku nekat pasti aku jadi terlambat berangkat ke warung makan. Alamat aku bakalan diomeli ibuku.

Tapi herannya, kalau kakakku mbak Nia nggak pernah diomeli kalau terlambat. Dia hampir tiap hari main sepulang sekolah. Tapi ibu nggak pernah komplain. Entah kenapa kalau aku sering dimarahi.

Terus ya, kakakku nomer 3 laki laki. Dia malah dibebaskan dari tugas membantu di warung makan. Dan dia juga satu-satunya anak ibuku yang bisa mengenyam bangku kuliah S1. Mungkin karena anak lelaki satu-satunya jadi ibuku sangat memanjakan Mas Bayu. Sekarang Mas Bayu bekerja sebagai guru SMP dan belum menikah.

Tahun lalu mbak Nia lulus SMA . Meskipun ibuku menawarinya untuk melanjutkan kuliah tapi mbak Nia menolak. Dia memilih kursus merias pengantin. Tentu saja masih tetap membantu di warung makan ibu. Karena kursusnya mulai jam 2 siang jadi pagi hari mbak Nia membantu ibu dulu. Nanti setelah aku pulang sekolah kami gantian. Aku yang meneruskan tugas membantu ibu dan mbak Nia berangkat kursus.

Karena warung makan ibu berada di sekitar pasar maka ngga bisa buka sampai malam. Jam 19.00 kami sudah tutup. Nah, waktu habis pulang dari pasar inilah yang sering aku gunakan untuk ketemu dengan Eva sahabatku. Sekedar mengobrol membahas teman cowok yang ada di kelas atau teman cewek yang kecentilan di sekolah. Kalau malam Minggu kadang aku dan Eva keluar makan bakso atau nonton bioskop. Tentu saja dia yang bayarin. Karena aku nggak pernah dikasih uang jajan berlebih oleh ibuku. Belajar hemat, itu alasan ibu.

Rumah Eva di samping rumahku. Kami berteman sejak SD tapi tidak pernah satu sekolah. Cita-cita kami bisa kuliah bareng di kota pelajar, Jogjakarta.

Kami pernah membahas ini ketika aku menginap di rumahnya. Memang aku sering tidur di rumah Eva. Untuk urusan ini orang tuaku tak pernah komplain. Karena orangtua Eva termasuk keluarga terpandang di desa kami.

" Besok setelah lulus SMA kita jadi kuliah bareng kan? " Eva bertanya padaku sore ini. Ujian sekolah tinggal sebulan lagi dan kami sedang belajar di rumahnya. " Entahlah, aku kok nggak yakin kalau aku bisa melanjutkan kuliah." jawabku. "Sepertinya ibuku nggak mendukung aku kuliah." lanjutku.

" Lho kok bisa. kamu sudah janji kan sama aku ! " Eva sewot. Tapi aku tak menjawab lagi. Dia pasti kecewa. Tapi aku sendiri tidak yakin. Akhir-akhir ini ibu sering mengeluh kalau warung makan berkurang pembelinya. Aku sih maklum karena ibu berjualan sudah 10 tahun lebih.

Waktu itu kakak pertamaku mbak Rina baru lulus SMA dan Mbak Tika masih sekolah di SMK. Ayah memutuskan pensiun dini karena sakit-sakitan dan Mbak Rina nggak bisa meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Aku ingat waktu itu mbak Rina sampai menangis. Aku masih kelas 2 SD belum mengerti apa-apa.

Jika sekarang pelanggan sudah mulai berkurang tentunya karena sudah banyak saingan.

____________

Bersambung

Bab 2 Selesai Ujian Nasional

" Huuuuh... akhirnya selesai juga tugas kita !" Aku bersorak sambil mengangkat kedua tangan. Yana teman sekelasku menoleh. "Iya nih, akhirnya bisa bernafas lega," kata Yana. Kami berjalan menyusuri rerumputan halaman sekolah. Tak berapa lama sampailah kami di pintu gerbang sekolah sambil menunggu angkot .

Yana adalah sahabatku di sekolah. Dia juga kenal dengan Eva karena mereka satu sekolah ketika SMP. Aku dan Yana selalu pulang sekolah bareng. Seperti hari ini, hari terakhir Ujian Nasional.

"Aira, Yana, tunggu aku dong ! Buru-buru amat sih. Kita jalan jalan dulu yuk ke taman kota !" Ina teman sekelasku berlari menghampiri aku dan Yana. "Sekalian makan bakso di cafe Tugu, aku traktir deh" bujuk Ina.

"Gimana Ra.. mau nggak jalan-jalan ke taman kota, mumpung masih jam 11.00. " Yana meminta pendapatku. Mungkin dia pingin mengikuti ajakan Ina tapi dia berharap aku juga ikut.

" Duh gimana ya., kalian kan tau aku harus membantu ibuku di warung makan. " jawabku .

" Tapi ini kan masih pagi Ra. Masih ada kakakmu kan di sana. Biasanya kan kita pulang jam 1 siang." Ina masih merayuku. "Oke deh kalau gitu, tapi nanti jam 13.00 harus pulang lho ya. Aku ngga mau diomeli ibuku. " Akhirnya aku menyetujui ajakan Ina dan Yana. Sesekali tak apalah mencuci mata menyegarkan otak. Selama ini kan aku cuma berkutat seputar sekolah dan pasar. Hampir tak pernah main. Itu semua aku lakukan karena aku tidak ingin mengecewakan ibu. Meskipun aku tahu dulu Mbak Nia sering main sepulang sekolah dan nggak pernah dimarahi. Tapi aku tidak ingin seperti itu. Karena perlakuan ibu kepada aku beda dengan Mbak Nia.

Entah kenapa ibu tak pernah bisa marah pada Mbak Nia. Apa karena dia cantik, tinggi dan periang. Sedangkan aku pendek, wajah biasa dan cengeng.

Mungkin wajahku agak mirip ayahku. Kalau Mbak Nia mirip ibu. Putih dan cantik.

" Ra, ayo buruan naik malah bengong !" Aku tersentak dengan suara nyaring Ina. Angkot yang ditunggu sudah datang. Kami bertiga menuju ke taman kota. Di sekitar taman ada beberapa pedagang jajanan. Dan kira-kira 100m dari taman ada cafe Tugu yang tak pernah sepi pembeli. Ada beberapa menu favorit yg harganya sesuai kantong anak sekolah. Ada bakso, siomay, batagor, mie ayam dll. Juga macam-macam es dan minuman. Aku lebih sering ke sini sama Eva. Soalnya ibuku jarang marah kalau aku keluar bersama Eva. Mungkin karena pengaruh orangtua Eva juga. Entahlah!

Setelah menghabiskan semangkuk bakso dan es wafer mocca kesukaanku, kita bertiga pun beranjak dari cafe Tugu. Lalu berjalan ke taman. Duduk-duduk dulu sebentar sambil cuci mata. Barangkali ada cowok ganteng hehehe.

Kebiasaanku memperhatikan cowok ganteng dari jauh. Nggak berani mendekat apalagi kenalan. Memang sampai saat ini aku belum pernah punya pacar. Aku lebih fokus belajar dan membantu ibu. Beda dengan kakakku Mbak Nia yang tiap pulang sekolah selalu pergi dengan cowoknya.

Sampai rumah aku masuk kamar. Meletakkan tas di meja, lalu berganti pakaian. Setelah itu aku ke kamar mandi mengambil wudhu langsung sholat Dhuhur.

" Baru pulang Ra? " tegur ayah yang sedang mengangkat jemuran di samping rumah.

" Iya Ayah, hari ini selesai ujian. Tadi pulang agak awal terus jalan-jalan sebentar ke taman kota," jawabku sambil mengambil alih jemuran yang dibawa ayah. Setelah pensiun ayah memang lebih banyak menyibukkan diri dengan pekerjaan rumah. Biar badan nggak kaku katanya. Tentu saja pekerjaan yang ringan-ringan.

" Sudah makan belum? " tanya Ayah lagi.

" Sudah tadi ditraktir makan bakso sama teman, Yah. Aira langsung ke pasar aja Yah, nanti keburu Mbak Nia pulang. Takut ibu marah. "

" Ya sudah. Hati hati ya. " Aku menyalami Ayah dan mencium punggung tangannya.

" Assalamu'alaikum ! " ucapku berpamitan.

" Wa'alaikum salaam ". Ayah menjawab salamku dan masuk rumah.

________&&&________

Bersambung ya.

BAB 3 Suasana di warung makan

' Hai Aira ! " Sapa Mb Wiwit pemilik toko kelontong di samping warung makan ibuku. Sepertinya ia baru selesai makan siang. Karena kulihat dia meletakkan piring kosong di meja warung ibuku. Wajahnya memerah sepertinya kepedasan. " Hai juga mb Wiwit. Habis makan siang ya? " Aku balik menyapanya. " Iya nih, sambel tomatnya pedes banget. tapi enak " . jawab mb Wiwit seraya menjulurkan lidahnya. Ia pun masuk ke dalam tokonya.

Aku pun masuk ke warung dan mengambil piring bekas makan mb Wiwit dan juga piring kotor lain yang masih ada di atas meja. Ku bawa ke dapur sekalian akan kucuci. ibu sedang sholat dzuhur di bilik samping dapur warung makan ini. Mb Nia sudah bersiap mau berangkat ke tempat kursus. Ia sedang membetulkan jilbabnya. Kemudian ia mengambil tas selempangnya. " Udah mau berangkat mbak? " tanyaku. Mb Nia menoleh ke arahku " Iya. Tolong ini dicuciin sekalian ya, aku buru2. Soalnya mau beli keperluan kursus dulu " .

"Iya mbak ". Aku pun mengambil piring dan gelas kotor yang ada di meja dapur. Bekas makan mbak Nia. Mbak Sri karyawan ibu sedang membersihkan meja di depan. " Makan dulu Ra, itu masih ada ayam kepala kesukaanmu." Ibu sudah selesai sholat dan menyuruhku makan dulu Seperti biasa tiap pulang sekolah aku makan siang di warung. Ibu sudah menyiapkan ayam goreng kampung kesukaanku. Kadang bagian kepala kalau nggak ya paha, yang sudah dimasukkan ke dalam kuah pedas.

Menu andalan di warung makan ibuku adalah ayam goreng kampung dengan bumbu khusus yang rasanya lain dari warung kebanyakan. Tetapi aku lebih suka jika ayam yg sudah digoreng itu dimasukkan dalam kuah telur ceplok bumbu sambal goreng. Dan ibu sudah hapal itu.

"Ya bu. bentar Aira selesaikan dulu nyuci piringnya. " Walaupun tadi sudah makan bakso tapi aku tetap harus makan. Kalau aku bilang masih kenyang nanti ibu malah banyak tanya. Bukannya aku mau berbohong tapi aku cuma ngga ingin membuat ibu marah. Ya walaupun belum tentu juga sih. Ibu pun keluar untuk kembali melayani pembeli.

Karena dari tadi Mbak Sri yang sudah ada di depan. Dan sekarang gantian ibu. Mbak Sri masuk untuk sholat dzuhur.

Selesai membereskan dapur aku segera mengambil nasi serta lauk dan mulai makan. Setelah makan aku pun keluar untuk membantu ibu.

Ketika sedang menyuguhkan es teh pada pembeli, masuklah Mbak Wiwit. " Aira . Buatin teh panas dong. " . Kata mbak Wiwit seraya menghampiriku.

" oke. mbak. " Aku pun beranjak untuk membuatkan teh panas pesanan mbak Wiwit.

" Oh iya. kamu kan lulus tahun ini ya. Terus mau kuliah di mana " Tanya mbak Wiwit sambil mencomot bakwan di piring. Aku meletakkan teh panas di depan mbak Wiwit.

" Belum tahu mbak. " jawabku sambil duduk di samping mbak Wiwit. " Kalau bisa di Universitas Negeri aja. Di Jogja , Semarang atau Solo.".Saran Mbak Wiwit Aku hanya tersenyum.

" Rencananya aku mau ambil D2 aja mbak. Di kota ini aja ngga usah ke kota lain. Biar ngga usah ngekost." sahutku.

" Lho kenapa cuma D ?. Kakakmu aja dulu sampai S1 kan.? " Mbak Wiwit terkejut dengan ucapanku.

"Apalagi kamu anak bungsu. Pasti minta apapun bakalan dituruti sama orang tua. Lagian juga tinggal kamu ini yang masih sekolah. Nia cuma kursus kan" Mbak Wiwit bicara panjang lebar. Aku khawatir didengar ibu. Untung ibu lagi sibuk sama Mbak Sri melayani pembeli.

" Ya nggak lah mbak, sama aja. Meskipun bungsu bukan berarti apa2 dituruti." Aku menjelaskan pada Mbak Wiwit. Maksudku supaya mbak Wiwit tahu kalau aku ngga seperti yang dia pikir. Aku ga mau terkesan kalau aku ini manja dan selalu minta ini itu mentang2 anak bungsu. Padahal kenyataannya beda.

Bukan aku mau menjelekkan orang tua terutama ibu. Tapi faktanya memang seperti itu.

Dalam urusan baju ataupun keperluan sekolah. Ibu membelikan aku di toko yang ada di kota ini. Tapi kalau Mas Bayu dan Mbak Nia beda. Mereka pasti minta dibelikan di luar kota. Biasanya ibu lantas memberikan uangnya saja dan mereka berdua yg keluar kota untuk membelinya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!