Aku heran, kenapa di sepanjang jalan kak Andre hanya diam. Dan terlihat jelas dari kaca spion, wajahnya tidak tenang, hingga membuatku terdiam. Bukan karena takut dia marah, tapi ingin memberinya waktu untuk berfikir. Bagaimanapun itu, melupakan orang yang di cintai tak semudah ucap kata semata.
sesampainya di depan rumahku, kak Andre pamit untuk pulang. Namun tidak seperti biasa, ia tergesa-gesa seperti di kejar-kejar setan.
"Sa, maaf aku harus buru-buru pulang, takut Mama nyariin," ucap kak Andre lirih.
"Ya, hati-hati yah," ucapku, mungkin terkesan perhatian padahal biasa saja.
Aku hanya merasa heran dan sedikit khawatir saja, karena dia hanya mengantarkan aku sampai di jalan depan rumahku dan buru-buru pergi. Biasanya pengen mampir dulu ke rumah, tapi sudahlah! Mungkin dia lelah dan butuh waktu sendiri. –pikirku kala itu.
Aku berjalan menuju rumah. Tapi tiba-tiba Ibu meneleponku. "kamu dimana? Kamu lagi sama Andre gak? mamanya nyariin. Nelepon Ibu dari tadi," ucap Ibu dengan nada cemas.
"Iya, Bu, aku tadi keluar sebentar sama kak Andre, tapi dia udah pulang kok. Ini aku juga udah di jalan menuju rumah," kataku pada Ibu. Ibu merasa lega mendengar penjelasanku dan memberitahu Tante Irene.
Sesampainya aku di rumah, Ibu dan Ayah menyambutku dan memintaku untuk segera mandi, karena adzan sudah berkumandang sore itu. Setelah itu kami makan malam. Tiba-tiba, tante Irene meneleponku dan bilang kalau kak Andre belum pulang. Suaranya terdengar sangat khawatir. Menarik puing-puing kecemasan yang sudah aku buang beberapa jam yang lalu padanya. Aku mencoba meneleponnya, tapi tidak diangkat.
Aku pun mulai menaruh rasa curiga dan khawatir.
Apa mungkin dia menemui pacarnya? Tapi aku tidak tau dimana rumah pacarnya itu.
terlintas di kepalaku, kalau kak Andre pasti kembali ke danau. Aku pun memutuskan untuk mencarinya ke danau, meskipun sudah malam. Di perjalanan, Tante Irene meneleponku dan mengatakan kalau kak Andre sudah pulang, tapi dalam keadaan terluka dan membisu. Aku buru-buru pergi kerumahnya untuk melihat keadaanya.
Sesampainya di sana, aku bertemu Tante Irene. Dia bilang, pulang-pulang kak Andre langsung masuk kamar dan tidak menjawab pertanyaanya. Tante Irene sangat khawatir dan memintaku untuk menemui dia di kamarnya. Saat aku masuk ke kamarnya, aku lihat kak Andre memang terluka, seperti habis di pukuli.
Aku berjalan pelan mendekatinya sembari menatapnya dengan mengernyitkan dahi, rasanya aku ikut merasakan ngilu melihat luka yang menghisi wajahnya.
"Kakak kenapa?" tanyaku berhati-hati. Ternyata dugaanku benar, dia menemui pacarnya. Kak Andre bilang, dia bertemu dengan selingkuhan pacarnya juga. Dan mereka berkelahi.
Aku pun mengobati lukanya sambil memarahinya. "Kenapa kamu tidak mengajakku? Malah mengantarkan aku pulang," kataku padanya.
"Untuk apa?" sahut kak Andre singkat.
"Ya, biar kamu gak berkelahi dengan si pengecut itu. Biar aku beri dia. Dia yang salah, dia yang mukul. Lelaki macam apa itu, dasar pengecut!" ucapku padanya.
"Memangnya kamu mau melakukan apa? Kamu khawatir yah sama aku?" ucap kak Andre terdengar meledek. Membuatku kesal saja. Lalu aku pulang karena sudah larut malam. Tadinya kak Andre mau mengantarku, tapi aku melarangnya karena melihat keadaanya yang tidak memungkinkan untuk berkendara apalagi larut malam.
Keesokan harinya, tepat jam 9 pagi, hari minggu. Entah kenapa dia mengajakku jalan. Awalnya aku menolak, tapi sudahlah mungkin dia masih sedih dan butuh teman curhat. Akhirnya aku mau pergi sama dia. tepat jam 10 dia menjemputku.
Di perjalanan
"Kamu mau ngajak aku kemana? Jangan jauh-jauh loh, aku males lama-lama di jalanan," ucapku.
"Ke taman," balas kak Andre singkat.
"Tumben bawa mobil? Biasanya pake motor kamu itu," tanyaku lagi.
"Sekali ini," ucapnya. Aku hanya mengernyotkan bibir mendengarnya.
Beberapa menit kemudian
"Ehh, ehhh, kenapa nih?" Aku spontanitas karena kaget.
"Kayaknya mobil aku mogok deh." Ia mengelus rambut cepaknya.
"Yaelah, belum juga nyampek. Udah mogok aja, nyebelin banget," ucapku kesal. Kak Andre pun memintaku untuk duduk terlebih dahulu. Sementara dia menghubungi montirnya.
Aku terlalu lama duduk di tempat itu, hingga memberanikan diri untuk bertanya.
"Bisa gak, kok lama banget?" tanyaku memandangi jam ponsel.
"gak bisa di hubungin nih." Kak Andre hanya memasang wajah pusing.
Aku melihat sekitar, dan tak sengaja dari kejauhan terpandang olehku ada dua anak kecil cowok main gitar. Aku menghampiri mereka dan meninggalkan kak Andre yang tak berputus asa menghubungi montirnya.
"Dek, lagi apa?" tanyaku sembari menepis rambutku ke belakang telinga.
"Kita lagi ngamen, Kak," ucap salah satu anak tersebut.
"Kenapa ngamen? Memang kalian gak sekolah?" tanyaku sendu.
"Gak ada biaya, Kak."
Sesaat air mataku tumpah. Bagaimana mungkin aku yang jauh lebih beruntung selalu mengeluh atas cobaan yang di berikan tuhan untukku, tanpa sadar di luar sana banyak orang yang hidupnya jauh tidak beruntung.
Kak Andre menghampiriku dan bertanya padaku apa yang sedang aku lakukan.
"Aku gak papa kok," ucapku menepis air mata yang sudah mengalir membasahi pipi.
"Wah, kalian lagi ngapain?" tanya kak Andre mencairkan suasana.
"Ngamen kak, cari uang untuk makan." Mendengar ucapan anak itu membuat kak Andre langsung menatapku, mata kamipun saling beradu.
"Yaudah, biar kakak yang main gitar, kalian sama kak Sasa yang suaranya cempreng ini yang nyanyi."
"Hehhh," aku tersenyum kecut, "ya boleh lah, meskipun pastinya accordnya berantakan," ucapku balik meledek.
Setelah beberapa lama
"Sa, montirnya udah dateng," ucap kak Andre menatap ke arah mobil. Kamipun melanjutkan perjalanan bersama anak-anak menuju taman yang tidak terbilang jauh.
Sampai di taman, Kami menikmati es krim sambil ngobrol. bercanda bareng dan ketawa-ketawa bareng.
"Kak andre kemana?" tanyaku pada anak-anak keheranan.
"Itu dia." Salah satu anak menunjuk sosok lelaki yang berjalan ke arah kami. Dari kejauhan aku mengernyitkan alis melihat kak Andre membawa mawar.
Untuk siapa?
"Ciyee, buat kak Sasa ya?" ledek anak-anak. Tanpa aku sadari, candaan mereka membuatku tersenyum tipis. Kak Andre menyodorkan mawar itu ke arahku. Bikin deg-degan.
"Ayyyyssss, kak Andre!" ucapku terkejut.
Dia ngerjain aku, basah sudah mukaku kena semprot air dari mawar itu.
Mereka malah menertawaiku seperti tak punya dosa saja. Aku meraih mawar itu dari tangannya dan membalas tawa jahat mereka padaku. Tapi aku bersyukur, tak sesuai dengan ekspektasiku. Aku pikir dia masih sedih dan butuh teman curhat. Syukurlah, jika dia sudah melupakan tentang penghianatan yang di lakukan pacarnya padanya dan dia bisa ketawa lagi.
Kami pun pulang karena hari sudah sore. Kak Andre mengantar anak-anak ke rumah mereka. Dan begitu terkejut kami, gubuk yang kumuh tak layak di tinggali, tapi mereka terpaska tinggal di tempat itu hanya berdua saja.
"Insyaallah, kakak akan sering main kesini, boleh yah," ucap kak Andre mengelus rambut kedua anak itu.
"Yeeeee." Mereka melonjak kegirangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 245 Episodes
Comments
LineStory
bagus ceritanya
mampir juga yuk ke karya aku, IKRAR CINTA BERSULAM SURGA
2020-05-21
0
Novi Amelia
kok aku senyum2 sendiri sih 🤣
2020-03-25
0
farta poenya cerita
good job n good luck thor...
2020-03-13
1