Hari demi hari terus terngiang di pikiranku tentang perjodohan itu. Aku tak tau apa yang harus aku lakukan. Aku tidak ingin mengecewakan kedua orang tuaku, tapi aku tidak ingin menikah, aku tidak ingin meninggalkan pendidikanku. Akhirnya, aku putuskan untuk tetap berusaha membatalkan perjodohan itu. Aku punya alasan yang jelas untuk itu. Namun terpaksa aku mengikuti permintaan mereka terlebih dahulu saat itu.
Hingga pada suatu malam, keluarga kami makan bersama di rumahku. Perjodohan kami selalu menjadi buah bibir setiap kali kedua keluarga berkumpul. Saat itu aku langsung menanyakan pada mereka, kenapa tidak menunggu aku lulus SMA saja? Mereka bilang, mereka ingin pernikahan dipercepat karena takut kami akan mencari pasangan lain.
Aku lihat kak Andre hanya membisu saat itu. Sepertinya dia sangat tertekan sampai tidak bisa berkata apa-apa. Baru beberapa detik terlewat, mereka meminta aku dan kak Andre pergi bersama lain waktu, agar bisa saling mengenal. Kamipun mengiyakannya saja, terserah lah apa kata mereka (sedikit pasrah).
Fajar berikutnya, aku dan kak Andre pergi ke Kapilot Cafe, tapi aku malah sibuk memainkan ponsel dan senyum-senyum sendiri mengabaikan dia. Mungkin sikapku itu membuatnya merasa bosan dan kecewa, tapi percayalah! tidak ada unsur kesengajaan kok, aku hanya membalas pesan temanku saja, tapi malah keterusan.
"Sa, udahan dulu lah main ponselnya! Di nikmati dulu espresso dan suasana santai seperti ini." laki-laki bergigi gingsul itu melebarkan senyum membujuk menatapku.
"Iya, duluan aja!" Aku menatapnya sebentar, lalu kembali mengarahkan wajah dan pandanganku pada layar ponsel.
"Maaf ya, aku gak bisa berbuat apa-apa untuk menggagalkan perjodohan kita," ucapnya usai menyeruput espresso di tanganya.
"Hehhh (senyum kecut) gak bisa, atau gak mau?" Aku menggelengkan kepala dengan muka masam. Dan bodohnya dia hanya terdiam.
Aku meletakkan ponselku dan meraih espresso yang sudah beberapa detik aku abaikan. Tiba-tiba ada yang menyentuh tangan kiriku yang aku letakkan di atas meja ketika meminum espresso. Sontak aku terkejut dan berdiri karena merasa dia sudah kurang ajar.
"Kak Andre!" ucapku dengan nada tinggi. Namun setelah aku memandang, rupanya aku salah orang. Bukan kak andre, melainkan Rendy teman Mtsku.
"Maaf, aku cuma ingin menyapa saja. Aku tidak tau kalau kamu sampai terkejut," lontar Rendy membelalak.
"Lain kali kalau mau nyapa, nyapa aja! Gak usah pegang-pegang tangan," ucapku sinis.
"Iyah, gue boleh gabung, kan?" ucapnya lagi.
"Duduk aja! Ayo Kak, pulang." Aku berdiri dan beranjak pergi.
"Sa, jangan pergi dulu. Kenalin dulu dia ke aku!" teriaknya
"Bomat," lontarku.
Perjalanan pulang, ia mengendarai motornya bak siput. Macam anak TK yang baru bisa naik sepeda.
"Lo pelan banget sih, cepetan dikit lah!"
Ucapku kesal. Mendengar celotehku membuatnya langsung menarik gas V-ixion itu kuat-kuat sehingga melaju sangat kencang. Tubuhku yang hanya seberat kapas ini pun rasanya ingin terbang melayang.
"Gila Lo, pelan-pelan dong!" celetukku sembari menepuk pundaknya dengan keras.
"Katanya mau cepet nyampek, masih aja salah. Cewek maunya dianggap bener terus ya," ucapnya, sesekali mengelus rambut cepaknya itu.
"Dasar bodoh," ucapku lirih.
Senyumnya yang mengembang terlihat dari kaca spion. Jujur, kalau kalian melihat senyumnya pasti langsung melting.
Beberapa menit kemudian.
"Oh ya, tadi Mama minta kamu mampir ke rumahku dulu, gak papa kan?" tanya kak Andre.
"Oke lah," balasku.
"Assalamualaikum," aku mengucap salam saat kami sudah berada di ambang pintu. Kebetulan pintu rumah Tante Irena jarang tertutup.
"Waalaikum salam." Tante Irene mendekat memelukku.
"Ma, aku ke kamar mandi dulu yah," ijin kak Andre.Tante Irene hanya mengangguk-anggukkan kepala memberi tanda ijin sembari tersenyum tipis.
"Ayo duduk, Sayang!" Ia menarik lembut tanganku menuju sofa.
"Bi, tolong buatin minum ya buat calon menantu kesayangan saya!" pinta Tante Irene.
Dengan gercep BI Inah membuatkan minum untukku, sedang aku tersenyum mendengar cuitan Tante Irene yang mengatakan aku calon menantu kesayangannya. Rasanya aku tak percaya, baru kelas Mts sudah punya gelar calon menantu. Hemmm, aku menghela nafas mengingat perlakuanku kemarin-kemarin pada kak Andre dan Tante Irene yang terkesan kurang ajar, sedangkan Tante Irene begitu baik padaku.
Jarum jam menunjukkan hari sudah sore, usai minum jus, aku ijin pulang pada Tante Irene. Kak Andre yang baru selesai mandi harus mengantarkan aku pulang.
Sesampainya di depan rumahku, kak Andre langsung pergi karena aku bilang Ibu dan Ayah tidak ada di rumah, mereka sedang pergi, sedangkan aku berjalan masuk ke rumah dengan langkah hampa mengingat perjodohanku dengan kak Andre.
Fajar berikutnya, setelah aku pulang dari sekolah aku pergi ke rumah kak Andre, karena rindu dengan Tante Irene. Saat aku sampai, pintunya terbuka. Aku sudah mengucapkan salam berulang kali, tapi tidak ada yang merespon. Akhirnya, aku putuskan untuk menyelusuri rumah Tante Irene.
Sampai aku melewati sebuah kamar, aku mendengar seseorang sedang menangis. Karena penasaran, aku memasuki kamar itu. Aku melihat kak Andre duduk di samping ranjang dengan linangan air mata. Aku mendekati dia dan bertanya.
"Hei, kamu kenapa nangis?" Aku mengangkat kepala yang sedari tadi menunduk layu. Hanya pelukan yang aku terima tatkala ia melihatku. Aku bertanya lagi padanya mengapa ia menangis. Dengan deraian air mata dia menunjukkan sebuah foto padaku yang dikirim oleh seseorang. Dia bilang foto itu adalah pacarnya.
Sontak aku menyergah, "Kak, kamu punya pacar? Lalu mengapa kamu tidak mengatakan pada keluarga kita. Mungkin mereka tidak akan menjodohkan kita lagi."
"Tidak, Sa, karena akhir-akhir ini aku sudah curiga kalau dia selingkuh," jawab kak Andre dengan raut wajah sedih.
Aku merasa selama ini dia menjadikanku pelampiasan atas kesedihanya, namun aku buang prasangka itu dan merubah jadi rasa iba melihatnya. karena itu Aku mencoba menenangkan dia dan menguatkan hatinya.
Saat kurasa dia sudah lebih baik, tanpa menunggu lama aku langsung menanyakan keberadaan Tante Irene. Dia bilang orang tuanya sedang pergi, aku pun langsung pamit untuk pulang. Akan tetapi, kak Andre menahanku karena dia ingin aku ikut dengannya ke sebuah danau untuk menenangkan diri. Aku ikuti saja kemauan dia. Mungkin suasana danau Rawa Indah bisa membuatnya lebih tenang.
Di sana, dia banyak bercerita tentang hubungannya dengan pacarnya. Lagi-lagi dia sedih. Lalu aku berusaha menghiburnya dengan menceritakan tingkahku saat di sekolah yang sering membuat teman temanku gregetan karena kekonyolan dan kejailanku. Syukurlah dia bisa tersenyum. Aku tidak ingin lain waktu dia sedih lagi, karena itu aku memberi motivasi padanya agar bisa ikhlas dan melanjutkan hidupnya meski tanpa pacarnya yang sudah menghianatinya. Senja sudah hampir pergi, aku mengajak kak Andre untuk pulang..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 245 Episodes
Comments
Ceng Ceng
masiih.......👍
2021-01-06
0
Diana Ana
Seritanya seru. entar di lanjutin lagi kalau dah pulang kerja dah aku tambahin ke favorit juga
2020-03-17
1
farta poenya cerita
ceritanya seru...
2020-03-13
1