"Nama kamu siapa sayang?" Raisya baru sadar kalau dia belum tahu siapa nama anak ini. Lalu menanyakan namanya.
"Michel." Bibir yang merah alami asik mengunyah Sandwich. Sesekali dia meneguk teh manis hangat. Raisya tak tahu susu yang cocok yang ada di kantin untuk usia 4tahun. Lebih baik memesan teh manis daripada nanti dikasih susu malah tidak cocok. Berabe kan harus bolak-balik ke toilet. Itu yang diketahui Raisya dari pengalaman mengasuh adik-adiknya.
"Tante namanya Raisya." Raisya membalas memperkenalkan diri dengan senyuman manisnya.
"Siapa yang nanya?"Anak itu membalas dengan tidak sopan perkenalan dari Raisya.
"Eh.. " Raisya hanya bisa melongo melihat sikap anak itu yang bikin emosinya naik di pagi hari. Raisya mengalihkan perhatiannya dan sedikit melonggarkan tangannya dari pinggang anak manja itu karena kesal.
Niat ingin menyayangi malah dapat balasan jutek. Raisya memalingkan muka ke arah lain tak ingin melihat lagi anak yang sedang dipangkunya. Wajah Raisya yang tadi sepenuh hati cerah ceria kini seperti ada gumpalan mendung, merasa agak kesal.
Kalau bukan karena mobil itu, gue tinggalin deh bocah manja ini!
Raisya bicara dalam hatinya. Dia seperti menemukan perlakuan sama ketika anak itu menjawabnya dengan jutek.
Raisya hanya mengehela nafas menahan gejolak hatinya yang baru saja terpantik. Rasa kecewa yang selama ini lama disimpan terkadang membuat Raisya gampang terpantik emosi.
Ya, perlakuan keluarganya selama ini membuat perasaan Raisya seolah merasa tidak dihargai, merasa diabaikan, bahkan merasa dirinya hanya dianggap sebatas pencetak uang saja. Tak ada satupun yang peduli pada Raisya selain hanya uangnya saja.
Suasana hati Raisya mendadak melow. Dia menyusut air matanya yang tak kompromi menetes karena tersinggung.
"I want to toilet!" Anak itu meminta dirinya pergi ke toilet. Dengan air mata yang masih menggenang Raisya tak banyak bicara dia hanya menggendong anak itu menuju toilet.
Perasaannya yang tadi hangat berubah dingin. Kalau bukan karena menghadapianak kecil, Raisya mungkin akan tega meninggalkannya dan ingin sekali tidak peduli.
"Bukain celananya! Michel mau PUP. " Anak itu menyuruh Raisya untuk membuka celana dengan nada membentak. Raisya menatap anak itu dengan rasa marah yang ditahan. Walau marah, dia tak mau menyakiti anak itu dengan menunjukkan rasa marahnya.
Dia membuka celananya dan mendudukkan di atas toilet, lalu menutup pintu toliet. Raisya berjalan keluar berniat menunggu anak itu di luar pintu.
"Kamu jangan keluar bego! Aku mau kamu nunggu disini!" Anak itu berteriak dari dalam toilet dengan beraninya mengatakan Raisya bego dan dengan seenak perutnya menyuruh Raisya untuk menunggu dirinya di dalam toilet.
Raisya membuka pintu toilet lalu masuk ke dalam toilet dengan perasaan marah bercampur sedih. Dengan wajah memerah mata berkaca-kaca dia berdiri menghadap pintu seperti anak SD yang sedang disetrap.
Cukup yang selama ini yang mengatakan dirinya 'Boloho, Belegug' Adalah orang dewasa yang telah melahirkan dirinya ke dunia. Walau seberat dan sesakit apapun yang dikatakannya, Raisya berusaha menahan rasa sakit itu dalam dadanya. Dia takut dicap anak durhaka jika melawan dan takut kwalat kalau menentang.
Punggung Raisya sesekali naik turun, dan terdengar isakan pelan. Entahlah hatinya begitu sakit dan jiwanya rapuh tak mampu membendung linangan airmata yang sudah dari tadi ditahan agar tak jatuh.
Ya Allah sabarkan aku..
Cuman sebait kata itu yang keluar dari bibirnya jika dia merasa kesal, marah dan sedih seperti sekarang ini.
"Cebokin!" Anak itu memerintah kembali.
Raisya hanya menurut patuh tanpa sedikitpun melawan. Dia mengeluarkan shower dan membersihkan pantat anak manja itu sampai bersih.
"Tunggu disitu!" Raisya dengan cepat membuka toilet dan mengambil sabun cair yang menempel di dinding untuk membilas bekas tangannya.
"Hei..lama banget sih kamu!" Anak itu berteriak mengeluh.
Raisya kembali ke toilet memangku anak itu keluar dan menyiram lubang toilet sampai bersih. Dia memakaikan kembali celananya.
"Gendong!" Anak itu kembali membentangkan tangannya.
"Jalan olangan ah!" Tiba-tiba Raisya menolaknya, tak ingin menggendong anak itu. Raisya mulai menolak permintaannya.
Raisya membawa tas dan organized nya lalu berjalan ke luar tanpa mengindahkan anak itu.
"Huaw.. Huaw... Huaw..."
Suara itu menggema memenuhi ruangan toilet seperti gempa bumi. Membuat orang yang ada di dalam ruangan itu panik.
"Hei mbak.. ko anaknya ditinggalin sih!" Seorang cleaning servis memangil Raisya yang kebetulan tadi sedang berdiri di ruangan tolilet.
Raisya membalikan tubuhnya dan kembali ke dalam ruangan toilet tanpa basa -basi. Langsung menggendong anak manja itu yang sedang meraung-raung.
"Ko mbak tega sekali ninggalin anaknya sendirian sih!" Oceh cleaning servis yang merasa iba pada Michel yang baru saja ditinggalkan Raisya.
"Bukan anak gue!" Sekarang giliran Raisya berteriak kencang meluapkan amarahnya yang dari tadi ditahan-tahan.
"Waduh! Galak amat! Pantesan anaknya galak!" Cleaning servis kembali mengoceh.
Raisya yang sudah tak tahan menahan sabarnya, emosinya kini lari pada airmatanya. Layaknya air hujan turun air mata nya deras pula mengalir. Riasan yang sejak pagi sudah rapi pun, kini terlihat berantakan.
Raisya berjalan keluar ruangan toilet dengan langkah cepat tak menghiraukan lagi tatapan orang-orang yang memperhatikannya.
Sepasang mata dari tadi hanya bisa menatap. Mulai dari Raisya masuk ke kantin sampai Raisya keluar dari toilet dia hanya diam. Tanpa peduli ingin membantu Raisya yang sedang bersedih dan kewalahan dengan barang bawaannya, ditambah harus menggendong anak manja yang kurang sopan santun itu.
Raisya masuk ke dalam lift. Untungnya lift tidak terlalu penuh. Raisya memilih dekat tombol pintu.
Anak yang digendongnya menatap Raisya. Entah apa yang dirasakan anak itu. Jari munggilnya menyentuh pipi Raisa dan menyingkirkan deraian air matanya lalu mengusapkannya pada baju yang sedang dipakainya.
Raisya tak berani bicara. Bola matanya yang sudah memerah membalas menatap wajah bule anak itu.
"Jelek!" Bibir merah alaminya kembali mengeluarkan kata.
Raisya hanya bisa menatap dan mengerucutkan bibirnya. Tak berani membalas ucapan buruk dari anak itu. Dia langsung mengalihkan pandangannya ke atas melihat nomor 15. Tandanya dia akan segera sampai di ruangan tempat bekerja.
"Ting" Pintu lift terbuka. Raisya berjalan keluar dan masuk ke dalam ruangannya.
Beberapa teman seruangannya tak begitu memperhatikan kedatangan Raisya yang baru aaja masuk dengan keadaan menggendong anak. Karena terhalang oleh kubikelnya masing-masing.
Raisya berjalan menuju kubikelnya. Menaruh tas dan mendudukkan anak manja itu di meja kerjanya.
Huaw... Huaw... Huaw..
Anak itu kembali menangis dengan histeris.
Raisya yang melihatnya menangis langsung menunduk di atas meja dengan menelungkupkan tanganya.
Hiks...hiks..hiks...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 346 Episodes
Comments
Salwa Antya
aduh GK bisa berkata kata,anak sekecil itu bahasanya kasar sekali
2024-03-09
0
Happyy
🤗🤗🤗
2023-01-22
3
💞Amie🍂🍃
Yang sabar dong Raisya, Belajar jadi ibuk dulu
2022-12-21
1