SANG PEWARIS
"Bawa semua berkas ini keluar dari ruanganku, segeraaa!!!!".
Suara lantang Askara membuat asisten itu gemetar. Dimana ia harus membawa pulang kembali berkas yang sudah lelah ia siapkan untuk dapat bekerjasama dengan seorang pemimpin yang mendapat julukan macan asia. Penolakan itu didasari karena Askara tidak ingin bergabung dengan perusahaan milik sang bibi karena wanita itu terkenal sangat licik.
"Apa kau ingin menghancurkan perusahaanku Laras, tidak semudah itu".
Kedua tangan Askara yang berada di atas meja pun mengepal erat layaknya seorang macan yang bersiap untuk menyambut musuhnya. Askara sangat paham dengan watak sang bibi, mungkin setelah ini wanita itu akan meminta bantuan kepada kakek Arbani.
Benar saja saat mendapat penolakan dari keponakannya membuat hati Laras meradang, dirinya sangat geram pada perbuatan Askara karena tidak mau membantunya. Laras pun mencari cara bagaimana bisa meluluhkan hati lelaki tampan yang arogan itu.
Larasati pun mendatangi kediaman kakek Arbani dan menceritakan semua yang terjadi padanya, bahkan ia juga melebih lebihkan fakta untuk memojokan sang ponakan.
"Larasati, mungkin Askara melakukan hal itu didasari alasan yang kuat".
"Alasan apa ayah? Kita ini adalah keluarga, tapi begitu tega Askara menolakku seperti itu. Dan aku yakin dia tidak ingin melihat perusahaanku jaya, justru ia lebih senang jika perusahaanku bangkrut".
"Larasati, Askara tidak mungkin sejahat itu".
"Percuma, ayah selalu membela dia".
Perdebatan itu pun tak berlangsung lama karena emosi sudah menguasai hati Larasati, membuatnya tidak menerima nasehat dari sang ayah dan memilih pergi meninggalkan rumah mewah yang dulu pernah ia tempati itu. Sedangkan Kakek Arbani mulai menghubungi sang cucu untuk bertanya tentang alasan Askara menolak kerja sama dengan bibinya.
"Hallo, ada apa kakek menghubungiku?".
"Askara, apa benar kamu telah menolak untuk bekerja sama dengan bibimu?".
"Sudah kuduga dia pasti mengadu?".
"Jadi benar, ada apa Askara. Mengapa kalian selalu bertengkar".
"Kakek tidak perlu khawatir, Askara melakukan itu semua karna ingin bibi berdiri tegak di atas kerja kerasnya sendiri bukan bantuan dari pihak lain, dengan itu jerih payahnya selama ini akan membuatnya bangga dimasa yang akan datang".
Mendengar penjelasan dari sang cucu membuat kakek Arbani merasa tenang, dan ia berpikir mengapa Larasati tidak bisa berpikir jernih seperti Askara. Kakek Arbani terus membedakan antara kedua keturunannya itu.
Sedangkan di sisi lain Askara Raditya Cetta tersenyum puas karena tebakannya benar, Larasati akan mengadu pada sang kakek. Dari dulu ia tidak pernah mempercayai sang bibi karena dianggap wanita itu terlalu murah berbicara atau seperti memprovokatori jika terjadi suatu masalah.
Setelah selesai bekerja, Askara pun pulang kerumah mewah sang kakek dan merebahkan tubuhnya diatas kasur miliknya. Kemewahan benar benar terpancar jelas dari sudut rumah. Dimana setiap sisi ruang memiliki lampu kristal yang berkilau.
Askara melihat lampu itu memancarkan sinar begitu indah, tak terasa mata pun ikut terpejam hingga ia tertidur pulas.
***
Pagi itu, cahaya surya sudah memancarkan sinarnya dan mata yang tadinya terpejam kini perlahan berkedip karena silaunya.
Tok..tok..tok.
Suara ketukan pintu terus bergema di telinga Askara hingga membuatnya menjadi emosi, Lelaki tampan itu membentak sang asisten rumah tangga dengan nada tinggi dan kasar.
"Berhenti mengetuk atau kau ku pecat".
Mendengar ancaman itu membuat sang asisten spontan memberhentikan ketukannya dan perlahan memberitahu jika kakek sudah menunggunya untuk sarapan.
Tik..tik..tik..
Langkah kaki Askara terdengar jelas saat ia menuruni tangga, kakek Arbani pun menyambutnya dengan tersenyum simpul di wajahnya.
"Apa tidurmu nyenyak wahai cucuku".
"Tidak, asisten mu mengganggu tidurku".
"Askara, kapan kau akan berubah".
Mendengar teguran kecil dari sang kakek membuatnya diam tak bersuara, Askara melanjutkan makan tanpa berkata apapun hingga sang kakek beranjak dari kursi untuk kembali beristirahat sedangkan Askara mulai melangkahkan kaki untuk pergi ke kantor.
Maski perusahaan kosmetik terbesar di kota kediri itu masih atas nama Kakek Arbani namun, Askara yang sekarang menjadi ceo dan akan menjadi pemiliknya diwaktu yang sudah ditentukan.
Sesampainya di kantor Askara disambut oleh beberapa staff kantor untuk memberi hormat pada sang ceo hingga memberikan ucapan selamat pagi kepada boss besarnya itu. Askara yang terkenal arogan dan sombong enggan untuk membalas ucapan karyawannya, justru ia berjalan lurus tanpa menghiraukan mereka.
"Ganteng sih, tapi sombongnya".
"Shust.. kamu mau dipecat".
Staf itu menggelengkan kepala saat ditegur salah satu temannya karena mengatai ceo muda berusia 27 tahun itu. Dan mereka semua kembali bekerja seperti biasanya.
Dirumah, kakek Arbani mendadak rindu kepada istri dan anak sulungnya, ia meminta pengawal untuk mengantar dirinya berziarah ke makam kedua nya hingga lima belas menit mereka telah sampai di pemakaman khusus keluarga bangsawan.
Di Depan batu nisan kedua orang yang sangat kakek Arbani sayangi itu, ia menangis. Hati pilu bercampur sedih ketika mengingat kenangan bersama kedua nya namun kini mereka berada di alam yang berbeda. Istri tercinta pergi meninggalkannya saat ia sedang berada di luar negri hingga anak sulungnya atau papa Askara Meninggal dalam tragedi kecelakan masal.
"Iriyana, aku sangat merindukanmu. Lihatlah aku mulai rapuh tanpamu. Mahesa anakku, apa kau tau Askara sekarang sudah besar dan sangat pemberani. Kau pasti bangga padanya".
Beberapa kali butiran putih itu membasahi pipi keriput kakek Arbani hingga ia mendengar seorang gadis juga menangis di sebarang.
"Hu..hu..u..u ayah. Ibu. Aku rindu hu..hu..hu".
Isak tangis gadis itu membuat kakak Arbani mengalihkan pandangan ke arahnya, hingga berjalan dan menghampirinya sembari bertanya dengan lembut padanya.
"Wahai gadis manis, mengapa kau menangis? Apa kau juga kehilangan orang yang amat kamu sayangi".
Gadis itu pun terkejut dengan kedatangan kakak Arbani, dengan menundukan kepala ia menjawab jika dirinya merindukan kedua orang tuanya.
"Kedua orang tuamu pasti bangga memiliki anak gadis secantik kamu".
"Terimakasih kek, semoga orang tuaku mendengar pujian dari kakek".
Kakek Arbani pun tersenyum mendengarnya hingga ia tersipu dengan kecantikan gadis polos yang menyita perhatiannya itu.
"Siapa namamu nak?".
"Bella".
"Nama yang cantik seperti orangnya, kau bisa memanggilku kakek Arbani".
Sejak saat itu kakek Arbani mengenal Bella bahkan, ia juga mengantarkan gadis polos itu pulang. Kakek Arbani bertanya dengan siapa dia tinggal dan ternyata setelah kepergian ayah ibunya, Bella diasuh oleh keluarga pamannya.
"Terimakasih kek, sudah mengantar Bella".
"Sama sama nak, kakek pergi dulu. Salam untuk pamanmu".
Setelah mobil kakek Arbani meninggalkan Bella, kini gadis itu mulai melangkah memasuki rumah. Alangkah terkejutnya ia ketika sang bibi menyiramkan seember air ke arahnya.
Byuuur Rrrrrrrrr
"Dari mana saja kamu. Jam segini baru pulang?".
"Tadi aku ke makam ayah dan ibu".
"Jangan bohong kamu. Aku melihat seseorang mengantarmu pulang, siapa dia? Apa dia pacarmu".
"Tidak bi bukan. Tadi aku diberi tumpangan".
"Jangan bohong kamu".
Sorot mata bibi Tamara pun memerah, ia menjambak rambut panjang Bella sembari menyeretnya ke dalam kamar mandi. Tamara juga menyiram Bella tanpa henti. Meskipun sang ponakan sudah berteriak meminta ampun.
"Kau keluar rumah sudah hampir 2 jam dan pekerjaanmu belum selesai. Apa kau disini tidak punya malu? Apa ini rumahmu?".
"Maaf bi, ampun. Tolong ampuni Bella,bi".
Suara rintihan Bella yang merasa kesakitan karena jambakan sang bibi pun menggema di telinga. Namun, dengan kejam Tamara menghiraukan rintihan Bella dan terus menyiksa sang ponakan.
*
*
*
*BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
devi egcha
up. next yukk
2022-10-08
2