Malam itu Askara datang ke kamar kakek Arbani untuk membahas tentang proyek diluar kota namun, kakek Arbani mengatakan hal yang membuat askara terkejut.
"Berapa sekarang usiamu Askara?".
"27. Mengapa kakek menanyakan hal itu?".
"Tidak terasa ya, sudah 20 tahun lamanya kakek merawatmu Askara".
"Iya. Terimakasih kek sudah merawatku".
"Kau tau Askara. Semakin hari kakekmu ini semakin tua dan lemah. Bahkan mungkin berjalan saja sudah harus menggunakan alat bantu. Kakek selalu mengkhawatirkanmu, bagaimana kamu nanti jika kakek sudah tiada".
Askara pun mengatakan jika kakek selalu mendampingi dirinya, kemana pun dia akan pergi kakek selalu berada didekat Askara. Kapanpun dan dimanapun semua tidak akan berubah. Namun, sang kakek justru mengatakan jika ia sudah menyiapkan calon istri yang cocok untuk cucunya itu.
"Kek. Kau paling mengerti siapa aku. Dan paling tahu apa yang kubenci di dunia ini. Mengapa kakek masih menyuruhku menikah?".
"Askara tidak semua cinta itu menyakitkan. Cobalah membuka hati dan berusaha menerima kehadiran cinta. Pasti duniamu akan jauh lebih indah dari sebelumnya".
Askara pun tidak menanggapi ucapan sang kakek justru ia menghiraukannya dan berpamitan pergi. Baginya cinta itu menyakitkan seperti apa yang dilakukan ibunya. Perpisahan kedua orang tua Askara dipicu oleh orang ketiga, dimana sang ibu menghianati ayahnya demi seseorang dari masa lalu. Hal itulah yang membuat Askara tidak percaya cinta sejati dan takut menikah. Askara melihat sendiri betapa hancur hati ayahnya melihat istrinya berkhianat, ia juga melihat sang ayah lemah tanpa tujuan hanya karna cinta. Dari Sanalah awal ia membenci seorang wanita.
Malam itu Askara tidak bisa tidur nyenyak, dirinya berjaga sepanjang malam karena ucapan sang kakek. Selama ini dia tidak pernah menentang apa pun yang diperintahkan kakek Arbani namun, kali ini sangat sulit baginya mengiyakan permintaan itu hingga tanpa sadar kelopak mata Askara mengatup dengan sendirinya.
***
Cahaya surya pagi memancarkan sinarnya, itu menandakan jika semua aktivitas di atas bumi ini akan segera dimulai kembali. saat Askara berjalan menuruni tangga sang kakek dan bibi juga pamannya sudah berada dimeja makan. Kakek Arbani menyapa hangat cucu satu satunya itu.
"Selamat pagi Askara? Apa tidurmu nyenyak semalam".
"Hemm".
"Aku yakin semalam cucu kesayangan kakek ini tidak bisa tidur nyenyak, karena memikirkan calon pengantinnya".
"Bukankah kau sangat mengenal diriku, mana mungkin aku tidak menuruti apa kata kakek".
"Apa kau yakin Askara?, bukankah kau sangat membenci seorang wanita dan tidak percaya dengan adanya cinta sejati. Lalu bagaimana hidupmu setelah menikah nanti?".
"Laras, cukup. Kamu jangan menakut nakuti Askara seperti itu. seharusnya kamu meyakinkan dia bukan membebani pikirannya".
"Iya sayang. Askara butuh bimbingan dari kita, agar nanti rumah tangganya harmonis seperti kita". Seru paman Bagas dengan tersenyum simpul.
Namun, Askara hanya tersenyum getir mendengar ucapan sang paman. Menurutnya apa yang lelaki itu sampaikan bertolak belakang dengan apa yang selama ini ia ketahui. Jangankan membangun rumah tangga yang harmonis, membangun perusahaan saja bangkrut.
"Askara. Bagaimana keputusanmu?".
"Kakek. Aku setuju menikah".
"Benarkah Askara?".
"Apapun yang kakek inginkan dariku pasti akan ku penuhi. Sekalipun harus ku korbankan nyawaku".
"Jangan berbicara seperti itu Askara, ucapanmu membuat kakek sangat terbebani".
"Atur saja pernikahanku kek, aku pergi dulu".
Askara pun berpamitan pergi meninggalkan mereka tanpa menyentuh sedikitpun sarapan yang berada di meja makan, sedangkan Larasati dan Bagas menemani kakak Arbani untuk menemui keluarga Bella.
Sekitar pukul sebelas rombongan kakek Arbani sudah sampai dirumah Bella namun Larasati nampak terkejut dengan apa yang iya lihat.
"Rasanya seperti mimpi jika benar calon istri Askara tinggal di rumah seperti ini".
"Sayang, ini bukan mimpi tapi kenyataan. Aku tidak habis pikir mengapa ayah mertua mencari menantu di tempat kumuh seperti ini".
"Kita ikuti saja ayah, aku sangat penasaran seperti apa calon ponakanku itu".
Paman Arya mempersilahkan semua tamunya masuk dan Bella pun tampak cantik dengan mengenakan gaun yang dipinjamkan oleh sang sepupu, gadis polos itu seperti setangkai mawar yang baru saja mekar.
"Bella, apa kabarmu?".
"Baik kek, kakek apa kabar".
"Baik, perkenalkan ini bibi Larasati dan paman Bagas".
"Salam bi paman, saya Bella".
Dengan angkuh dan sombong Larasati tidak menanggapi ucapan Bella, justru ia memalingkan wajah tanda sangat tidak menyukai gadis polos itu. Melihat suasana semakin canggung kakek Arbani pun mulai menanyakan jawaban dari Bella hingga sang bibi Tamara angkat bicara.
"Kita sudah membicarakan hal ini semalam dan Bella akan menerima lamaran dari Askara ketika tuan Arbani memberikan sejumlah uang untuk kompensasi".
"Jika memang itu keputusannya, katakanlah berapa besar uang yang kalian minta?".
"500 juta".
Mendengar pernyataan itu Larasati mulai tersulut emosi dan melontarkan kata kata kasar untuk menyindir Tamara.
"Apa kau gila, uang sebesar itu hanya untuk gadis kampung seperti dia? Aku tidak setuju".
"Terserah, tapi itu persyaratan dari kami".
"Dasar keluarga tidak tau diri. Sudah bagus kita angkat menjadi menantu dan sekarang apa kalian ingin memeras kami".
"sudah.. sudah.. sudah.. cukup. Saya akan memberikan uang itu ketika Bella sendiri yang mengatakannya".
Bibi Tamara pun mendekati Bella dan mencubit pinggang gadis polos itu hingga melontarkan ancaman yang membuat Bella gemetar.
"Bella katakan iya pada mereka, jangan kau pikir selama ini aku membesarkanmu tanpa mengeluarkan uang. Pamanmu dan sepupumu mencari uang untuk kita makan, hari ini saat yang tepat untuk kamu membalas budi".
Bella pun terdiam membisu, ingin rasanya melarikan diri dari hadapan mereka namun apa boleh buat sang bibi terus memojokkannya hingga mengatakan jika dirinya bersedia menjadi istri Askara.
Kakek Arbani pun tersenyum puas mendengar ucapan Bella sedangkan Larasati mendengus kesal karena ucapan itu. Ia menilai jika Bella mau menikah dengan Askara hanya demi uang dan keluarga Bella seperti gila harta.
Dengan kesepakatan awal setelah Bella bersedia menerima lamaran Askara, ia akan mendapatkan uang sebesar 500 juta. Tamara pun tersenyum girang melihat uang berjejer rapi diatas meja.
"Kapan pernikahan itu akan digelar?". Tanya paman Arya
"2 hari lagi".
"Apa?".
Bella pun terkejut dengan ucapan kakek Arbani, dia tidak menyangka jika secepat itu pernikahannya akan dilaksanakan.
"Ada apa Bella? Apa kau masih keberatan".
"Maaf sebelumnya kek, tapi aku belum mengenal siapa calon suamiku itu bahkan Bella belum melihat seperti apa wajahnya".
"Kau pasti terkejut melihatnya, dia sangat menakutkan. Semua orang takut padanya".
"Laras".
Kakek Arbani pun menegur sang anak karna ucapannya tetapi kakek Arbani juga tidak memberitahu seperti apa rupa Askara itu.
"Biarlah ini menjadi kejutan, persiapkan dirimu. Akan ku kirimkan penata dekorasi esok beserta gaun pengantinmu. Kalian tidak perlu mengeluarkan uang sepeser pun". Ucap kakek Arbani sebelum berlalu pergi.
Setelah kepergian mereka, Tamara dengan serakah membawa sekoper uang itu ke kamarnya, Viona pun juga tidak kalah antusias karena merasa senang. Mereka seakan lupa bahwa uang itu seharusnya milik Bella tapi dengan serakah mereka mengambilnya tanpa memperdulikan perasaan sang ponakan.
"Bella maafkan bibi dan sepupumu".
"Tidak apa paman, uang bukanlah segala bagiku tapi sekarang aku mencemaskan hari esok. Aku takut paman".
Paman Arya pun menggenggam tangan putih Bella untuk menguatkannya, seakan ia menjelma sebagai sosok seorang ayah seutuhnya untuk sang ponakan hingga berusaha menenangkannya.
"Bella, apapun yang terjadi esok hari percayalah tuhan selalu menyelipkan jalan keluar disetiap masalah mu".
Malam itu pun ditutup dengan perasaan sendu dan gelisah yang menghantui dipikiran Bella.
*
*
*
*BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
devi egcha
up
up
up
2022-10-14
1