Benang Merah Kehidupan Sindi

Benang Merah Kehidupan Sindi

Melamar

Di bulan Desember ini, tepatnya di usianya yang genap 22 tahun, Sindi Permata anak dari seorang konglomerat tengah merayakan ulang tahunnya di sebuah hotel berbintang lima. Mata Sindi tak berkedip sedikitpun saat melihat ke arah David Setiawan, seorang CEO di perusahaan Hero Supermarket. Pria berusia 28 itu memiliki badan atletis dan wajah yang bersih membuat aura ketampanannya tak bisa hilang ditelan waktu.

“Mas David sangat ganteng malam ini, tak rugi aku mengundang nya di acara ulang tahunku.” Gumam Sindi yang terdengar oleh Lina sepupu sekaligus sahabatnya.

“Kamu yakin mau nembak dia malam ini?” Lina juga memperhatikan pria berhidung mancung di seberang sana yang tengah ngobrol.

Sindi mengangguk yakin tanpa berucap lagi.

Setelah acara inti selesai, Sindi naik ke atas podium dan memegang mic.

“Selamat malam semua yang hadir di sini, di acara ulang tahunku. Terima kasih sebelumnya atas kehadiran kalian semua. Malam ini adalah malam yang sangat indah bagiku. Terlebih dengan hadirnya seseorang di sini,” Sindi hendak menunjuk pada David, tapi pria berkemeja hitam itu telah hilang dalam pandangan beberapa detik yang lalu. Sindi menoleh ke sana ke mari tapi tak juga menemukan dia.

“Lina, naiklah!” bisik Sindi pada Lina yang tengah sibuk dengan ponselnya. Lina belum sempat membalas chatnya dan segera memasukkan kembali ponsel ke dalam saku.

“Iya,” sahut Lina yang segera mendekati Sindi.

“Kamu gantikan aku di sini, aku mau keluar sebentar!” tanpa menunggu penolakan Lina, Sindi turun begitu saja dari podium.

Lina sudah terbiasa disuruh ini itu oleh Sindi. Keluarga Lina sangat sederhana, oleh karena itu ayah Sindi memberikan penghidupan yang layak pada keluarga Lina yang membuat Lina berhutang budi. Dengan cara menjadi bawahan Sindi.

Sindi segera menjauh dari kerumunan dan menemukan David yang hampir memasuki mobil.

David tengah membalas chatnya.

“Tunggu, Mas David!” teriak Sindi hingga membuat David menoleh.

Sindi menghampiri David dan memegang lengan kemejanya dengan manja. “Kenapa kamu pergi, padahal acara intinya baru saja mulai,”

David tak langsung menjawab. Ia memasukkan ponselnya ke dalam saku kemeja. Menatap Sindi beberapa detik.

David tak menyukai logat Sindi yang kekanak -kanakan itu. Dengan kasar ia melepas tangan Sindi. “Aku lelah.” Sahut David sekenanya.

“Ini kan masih belum terlalu malam, bahkan kamu belum mencicipi kue ulang tahunku.” Ujar Sindi tetap dengan gaya bicaranya yang manja. Sindi bukanlah tipe gadis yang mudah menyerah. Ia menarik tangan David dan memaksanya masuk lagi ke dalam hotel.

“Lepaskan!” Sentak David membuat Sindi bergidik. Baru kali ini ia disentak seorang pria. Terlebih pria di depannya ini adalah pria yang sangat ia kagumi.

Sindi berencana menyatakan perasaannya di acara ulang tahunnya tepat di depan banyak tamu. Tapi sepertinya harapannya tertunda.

“Aku harus pergi.” Ujar David kemudian  Sindi melepaskan tarikannya.

David hendak berbalik namun tertahan lagi. Sindi tak bisa menahan keinginannya selama 2 tahun terakhir ini. Gadis berambut panjang sepinggang ini sangat menyukai David.

“Aku ingin menjadi istrimu. Menikahlah denganku!” Sindi dengan degupan jantung yang tiada henti  berhasil meloloskan beberapa kalimat yang meresahkan di hati. Perkataan Sindi seolah terdengar lelucon bagi David.

David berbalik sambil mentertawakan Sindi. Sindi pikir David menerimanya karena Sindi adalah wanita yang cantik dan tanpa kekurangan sedikit pun.

“Kenapa kamu malah mentertawakan aku?”

David menghentikan tawanya, lalu menatap mata Sindi. Wajah mereka hampir tanpa jarak yang membuat Sindi merinding. David mengendus telinga Sindi.

“Dia akan menciumku.“ batin Sindi sambil membawa kepalan tangan di depan dada.

“Aku tak menyukai gadis manja sepertimu. Jadi jangan mimpi kamu bisa menjadi istriku.” bisik David dengan tegas.

“Kenapa? Bukankah aku gadis yang cukup sempurna, aku cantik dan pintar. Apa kamu tak takut pada kekuasaan papiku? Jika kamu berani menolakku berarti kamu siap hancur.” Sindi hampir saja meneteskan air matanya. Namun sebisa mungkin ia menahannya.

“Kamu pikir aku takut dengan statusmu sebagai anak konglomerat? Sekali pun tidak tetap tidak. Buang jauh-jauh mimpimu itu!”

“Kamu sungguh tega Mas David, lihat saja nanti aku akan membuatmu menikah denganku baik kamu menolak sekali pun!”

"Cih, dasar cewek manja, bisanya hanya mengandalkan orang tua!"

Sindi melangkah pergi, menyenggol lengan kemeja David dengan kasar. Air matanya pun jatuh. Sindi menghentikan taksi lalu pergi.

David sama sekali tak takut dengan ancaman gadis manja itu. David masih mempertahankan nama sesorang yang bertahta lama di hatinya.

 Sementara di dalam hotel, Lina mencoba menghubungi Sindi tentang keberadaannya. Lina tak mendapat jawaban. Lina membubarkan acara pesta.

Pukul 9 tepat, Sindi sudah berada di istana nya.

Adam dan Zahara yang sedang berada di balkon mengetahui kepulangan putrinya. Mereka berdua segera menemui Sindi.

Sindi masuk ke dalam rumah dan mengamuk. Begitu melihat vas kesayangan Zahara, Sindi kalap dan menggulingkan vas tersebut hingga pecah tak berbentuk. Tak hanya itu saja, guci-guci lain juga menjadi sasaran Sindi.

Bantingan vas membuat hati Zahara berdenyut.

“Pi, ada apa dengan anak kita, mami nggak mau vas-vas yang lain jadi sasaran Sindi. Cepat Pi, cegah Sindi!”

Sindi hendak mengangkat vas bunga yang ada di pojok ruangan.

“Hentikan Sindi, kamu bisa membuat ruangan ini hancur!” cegah papi Adam.

“Argggg .... Hati Sindi juga hancur. Biarkan benda mati ini merasakan apa yang Sindi rasakan!”

Zahara sudah menduga putri semata wayangnya ini mulai tak waras. “Sindi, vas bunga Mami salah apa sama kamu, Nak!”

Sindi membanting vas yang ketujuh itu.

Zahara mengelus dada. “Sabar, anak cuman satu nggak tega mau dimarahin.” Zahara menghibur diri. Toh dia bisa beli yang baru lagi.

“Kamu bukan anak kecil lagi, Sindi, yang dengan seenaknya membanting barang. Pecahkan masalah dengan pikiran dewasa. Mau sampai kapan kamu begini jika setiap marah melampiaskan pada barang -barang. Bisa-bisa kamu tak laku.” Omel Adam yang membuat Sindi mengeraskan tangisannya.

“Huwa ... wa ... wa .... Papi jahat, malah doain anaknya nggak cepat laku!”

Zahara mendekap putrinya dan mengelus kepalanya. “Cerita sama Mami, ada apa?”

Sindi mulai tenang dan bercerita.

“Salah sendiri, masa cewek melamar cowok!” tukas Adam yang merasa malu dengan kelakuan putrinya.

“Papi kok malah menyalahkan Sindi!” Sindi tak terima disalahkan, ia bergerak cepat mengambil pecahan vas. Mengarahkan pecahan vas ke leher. “Sindi biar mati saja, kalau nggak bisa nikah sama mas David.”

Adam dan Zahara membulatkan mata. Mereka tak menyangka jika Sindi senekat itu.

“Jangan ...!!”

“Sindi, buang benda itu, papi janji akan membantu mu.! Papi sangat kenal dengan keluarga David. Papi pasti kan kamu akan menikah dengannya.” Teriak papi Adam cemas.

Zahara pun berteriak histeris tak kalah cemasnya. Ia tak ingin kehilangan putri kesayangan. “Iya Sayang, turun kan benda itu. Jika kamu mati, pria idaman kamu akan menjadi milik wanita lain. Kamu tidak mau kan itu terjadi?” ternyata ucapan mami Zahara mempengaruhi pikiran Sindi.

Sindi menatap kedua orang tuanya. “Apa benar kalian akan mewujudkan impianku ?”

Adam dan Zahara kompak mengangguk.

 

Adam menghubungi Bram Setiawan, ayah David dan menceritakan semuanya. Bram sangat setuju dengan tawaran Adam. Terlebih kekayaan yang mendominasi semuanya. Apa kata dunia jika menolak permintaannya. Namun David tetap menolaknya.

Keesokan paginya.

Sindi sedang berada di kampus.

“Kok wajah kamu kusut begitu, ada apa, semalam kamu juga sulit dihubungi. Anak-anak pada nanyain kepergian kamu semalam.” Lina tampak memperhatikan wajah Sindi yang murung.

“Aku ditolak sama mas David  semalam, oleh karena itu aku langsung pulang.”

“Gila, kamu beneran nembak David?” Lina tak percaya.

Sindi hanya mengangguk lesu.

“Kamu jangan nyerah gitu aja, eh aku dengar David itu suka banget makan coklat. Kamu bisa kasih hadiah ke dia. Dia juga suka banget sama cewek yang berambut pirang. Aku jamin deh, David makin lengket sama kamu.”

“Mas David suka coklat dan gadis berambut pirang ?” Sindi terpukau dengan perkataan Lina. Seolah harapan hidupnya telah kembali.

Sepulang dari kampus, Sindi langsung membeli banyak coklat dan pergi ke salon untuk mengubah warna rambutnya.

Sindi mengadakan pertemuan dengan David di sebuah restoran mewah.

Sebenarnya David enggan untuk bertemu. Tapi ia lakukan saja, seseorang telah memintanya untuk bersedia menemui Sindi.

“Cepat katakan ada apa kamu ingin menemuiku, aku harus pergi !” ujar David begitu ilfill dengan penampilan Sindi.

Kalau bisa David ingin segera mengakhiri pertemuan yang menyebalkan ini.

“Kok Mas David buru-buru banget ingin pergi, bahkan aku sudah berdandan cantik seperti ini. Oh, iya ini ada banyak cokelat untuk kamu.” Sindi mengeluarkan coklat dari dalam tasnya.

Bukannya tergiur bahkan David sontak berdiri. “Aku sudah cukup muak melihat penampilan kamu, bahkan kamu memberiku cokelat sebanyak ini? Aku sangat membenci makanan itu.” David segera pergi tanpa kata.

Sindi mematung menelisik penampilannya. Sindi menyimpan kembali coklat itu ke dalam tasnya. Air matanya merembes membasahi pipi. Hatinya hancur untuk yang kedua kali.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!