Mengambil Hati

Lina dan David berada di sebuah tempat karaoke sore ini. Mereka bernyanyi dan berjoget ria.

Lina memesan wine tanpa sepengetahuan David.

"Suara kamu nggak berubah, masih oke!" ujar David seraya menarik kursi mempersilahkan Lina duduk.

"Ya iyalah, aku sering latihan di kamar mandi."

"Andai aku bisa ikut kamu latihan,"

"Apaan sih, kamu kan udah ada yang punya. Pasti milik Sindi lebih lembut." rancau Lina yang membuat David risih mendengarnya. Ia tahu ke arah mana Lina membahasnya.

"Jangan bahas dia!" David meneguk minumannya begitu pula dengan Lina.

"Akui saja, kamu sudah belah duren kan sama dia,"

David masih enggan ingin membahas malam pertamanya. David hanya diam.

"Kok diam aja, artinya kamu benar sudah melakukan dengannya." ujar gadis berkacamata itu.

"Lina, cukup, aku nggak mau saat kita berdua kamu membahas orang lain!" bentak David membuat Lina kaget. Ia tahu betul David seperti apa, selalu tak suka jika kehendaknya di tentang.

"Kenapa kamu membentak ku, kamu hanya bilang ya atau tidak, apa susahnya. Kalau aku jadi pria sepertimu, dua hari akan menggempur dia. Tidak sepertimu, besoknya sudah masuk kerja." Lina sudah terpengaruh alkohol.

Namun David tetap diam.

"Kamu tega mas David, kita pacaran udah cukup lama, tapi kenapa dia yang menjadi istri mu. Bahkan kamu sudah melakukan itu juga dengannya." Lina memukul lengan David.

David tersadar kalau Lina mabuk. "Kamu mabuk," David menahan kedua tangan yang terus memukulinya.

Lina menyandarkan kepalanya ke meja dan terus meracau.

David segera memapah Lina dan mengantarnya pulang.

Sesampainya di apartemen Lina.

David mengangkat tubuh Lina ke atas ranjang. Saat David bangkit tiba-tiba tangannya tertahan oleh Lina.

"Jangan tinggalkan aku, Mas David!"

"Iya, aku tidak akan pergi jauh darimu." sahut David sambil membelai pucuk kepalanya.

David mengedarkan pandangan melihat suasana kamar Lina yang berantakan. "Mengapa kamarmu berantakan sekali?" David mengangkat tangannya untuk merapikan sprei.

Lina mengerjap, "Aku belum sempat beres-beras, ntar saja aku akan merapikannya. Lagi pula ini juga ulahmu kan,"

David tersenyum tipis, ia masih ingat semalam menggempur Lina sampai entah berapa ronde dan berbagai macam gaya sudah ia praktekkan. "Itu bukan gayamu. Karena aku penyebabnya kamu jadi malas bersih -bersih."

Lina tertawa kecil, "Bukan sepenuhnya salah kamu, aku belum ingin melupakan peristiwa semalam, jadi biarkan seperti ini dulu."

"Apa kamu mau lagi?" tawar David setengah menggoda Lina.

Lina bangkit dan melepas kacamatanya. "Apa kamu tak lelah?" Lina balik bertanya.

David tahu Lina tak menolak, dan langsung saja David menerkam Lina kembali.

"Jangan beritahu pada Sindi tentang hubungan kita!" ujar Lina.

"Apa pun demi kamu akan aku lakukan. Lagi pula menikahi dia ada untungnya juga buat perusahaanku."

"Tuan Adam sangat menyanyangi Sindi, bahkan nyawanya pun akan ia tukar demi kebahagian putrinya itu."

"Pantas saja dia begitu manja, aku heran sama kamu bagaimana bisa bertahan dengan sikapnya."

"Mas David, semua itu tidak gratis, meski aku tak mendapatkan kamu seutuhnya, cinta kamu lah yang akan membayarnya."

"Setelah apa yang aku inginkan tercapai, aku akan segera menceraikan dia."

"Sungguh ?"

David hanya mengangguk.

***

Pukul 8 malam David baru pulang ke apartemennya.

"Mas David dari mana, pulang malam banget!" omel Sindi sambil menghadang langkah David.

"Minggir kamu!" David menggeser lengan Sindi.

Dirasa cengkeraman David sangat kasar, Sindi memekik, "Aww!"

David menghentikan langkahnya menoleh sekilas menatap Sindi kemudian dengan egois melangkah pergi.

"Tunggu Mas David!" Sindi tak menyerah dan menghadang langkah David lagi.

"Apa kamu sudah makan? Aku tidak jadi ingin memiliki pembantu, aku tadi belajar memasak dan sekarang sudah aku siapkan di meja makan."

"Aku sudah kenyang." sahut David cuek.

"Begitu, tapi paling tidak cicipilah beberapa sendok saja!"

David menatap tajam ke arahnya. "Aku paling benci diperintah, minggir!" Sentak David yang membuat Sindi bergeser memberi jalan untuknya.

Sindi mengumpat kesal. "Oh, seperti ini kah perlakuan seorang David Setiawan terhadap wanita? Aku tak yakin kamu di luar sana punya yang lebih menarik dari pada aku."

Seketika itu juga David menoleh dan membalikkan badan. Ucapan Sindi membuatnya marah. "Jaga bicaramu, tidak sepantasnya kamu mencurigaiku!"

"Curiga kamu bilang, itu sudah pasti Mas David, bayangkan saja, kamu sudah beristri tapi secuil pun tak pernah menyentuh istri mu! Bukankah itu tandanya di luar sana ada yang lebih menarik,"

David menatap tak suka padanya, berjalan pelan ke arah Sindi. Sindi memundurkan langkahnya hingga menatap dinding. Wajah David begitu dekat. Sontak Sindi memejamkan matanya.

"Hanya kamu saja yang menganggap pernikahan yang terpaksa ini. Sedikitpun aku tak mengindahkan keberadaanmu, jadi jangan berharap lebih dariku. Sudah aku turuti permintaanmu, jangan banyak menuntut karena aku tak suka dipaksa!" setelah mengucapkan itu David masuk kamar dengan membanting pintu dengan keras.

Wajah Sindi terangkat, bulir air matanya pun jatuh. "Jahat. Kalian berdua sangat jahat. Lihat saja aku akan mencari bukti perselingkuhan kalian." Sindi segera masuk ke kamarnya. Menangis merutuki nasib pernikahannya. Tiba -tiba ponselnya berdering, ia segera melihat siapa yang mengirimnya pesan.

"Kak Sony," Sindi baru ingat sudah bertukar nomor ponsel saat pagi tadi.

"Malam Sindi, udah tidur kah?"

"Belum Kak Sony, baru aja selesai masak."

"Masak, malam-malam begini!"

"Eh, ini belum terlalu malam juga. Iya, kebetulan ada bahan di kulkas dan mau langsung dipraktekkan. Aku baru beli buku resep masak, setelah kejadian pagi tadi aku ke toko buku." Sindi segera bangkit dan memposisikan duduknya. Menghapus air mata dan sedikit lebih tenang.

Keberadaan Sony membuatnya melupakan peristiwa barusan.

"Wah, hebat kamu!"

"Ah, enggak juga."

"Ya sudah, cepat istirahat, maaf menganggu."

Sindi tak membalas hanya mengirim ikon senyum.

Sindi meletakan ponselnya kembali. Ia jadi tersadar dengan posisinya sekarang. Mungkin jika David berlaku kasar padanya adalah karena dia tak cinta padanya. Dan hal itu adalah PR baginya bagaimana cara menaklukan suaminya agar cinta padanya. Memaksakan cinta mungkin akan berat, tapi ia yakin cinta akan datang seiringnya waktu.

Sindi bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan kembali lagi ke dapur. Ia ingat dengan bahan kue yang dibelinya siang tadi.

Ia ingin membuat kue kering. Meski terkadang manja ada sisi positif dari dirinya yang lain, tidak mudah putus asa.

Pukul 12 lewat, Sindi baru selesai dengan percobaan membuat kue. Awalnya kue yang ia buat gosong, dan setelah percobaan yang ketiga ia berhasil. Kue berbentuk hati itu ia tata di atas kotak bekal dan membungkusnya dengan kain.

"Semoga Mas David Suka!" batin Sindi dengan seulas senyum menatap hasil karyanya.

Mata Sindi terasa berat, ia cukup lelah dengan tenaga yang sudah terkuras habis. Sindi segera tidur dan belum sempat membereskan kekacauan di dapur.

Keesokan paginya.

Seperti biasa David bangun selalu lebih awal dari Sindi. Ia menuju dapur untuk membuat kopi.

"Sindi, apa-apaan ini!" pekik David geram ketika melihat keadaan dapur.

Terpopuler

Comments

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

🔵◡̈⃝︎☀MENTARY⃟🌻

Jijik Lihat mereka berdua manusia sampah

2022-10-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!