Bimantara Dan Allegra

Bimantara Dan Allegra

Satu Titik Dua Koma

Satu titik dua koma.

Adik cantik siapa yang punya?

“Biasa aja, Boss! Lo pikir ini jalan nenek moyang lo!”

“Biasa kepala lo gundul!”

Pemuda bersurai cokelat yang baru saja mengumpat itu, memilih menancapkan gas melewati jalanan yang sudah macet mungkin sejak subuh tadi. Hari Senin adalah hari yang paling dibencinya.

Bimantara menyalip beberapa kendaraan besar yang menghalangi jalannya. Hampir beberapa kali menyerempet pejalan kaki. Kelakuan Bimantara membuat para aktivis kota mengumpat padanya.

Umpatan sekeras apa pun tidak akan meruntuhkan sikap bodo amat seorang Bimantara. Bukan sekali dua kali Bimantara buru-bus saat hari Senin begini, tetapi sudah berkali-kali. Maka tak heran beberapa pejalan kaki justru mengenalnya sebagai pengendara edan.

“Bim, jangan ngebut-ngebut! Kalau tabrakan, bahaya. Bukan cuma nyawa kita yang melayang, tapi nyawa orang lain juga. Lo mau?”

Bimantara ingat betul ucapan Garen minggu lalu, cowok itu memohon untuk menebeng padanya. Bimantara mengiyakan setelah Garen mengiming-iminginya dengan nomor WhatsApp Jelita, seorang adik kelas di sekolah yang akhir-akhir ini menarik perhatian Bimantara.

Motor besar milik Bimantara berhenti tepat di area tempat parkir SMA Sapta. Hari sudah mulai terik dan di dalam sana, sudah terdengar suara siswa-siswi paduan suara yang tengah menyanyikan lagu Indonesia Raya.

“Telat lagi, Bim?”

Pemuda berperawakan tinggi, sekitar 177 sentimeter itu menoleh ke arah pria berkepala plontos. Tatapannya tajam, kedua tangannya sibuk berkacak pinggang. Pria bertubuh pendek itu mendekat ke arah Bimantara, lalu tanpa basa-basi menjewer telinga muridnya itu.

“Saya telat bukan tanpa alasan, Pak! Aduh! Ini telinga saya jangan dijewer, dong. Malu dilihatin gebetan,” protes Bimantara. Masih sempat-sempatnya pemuda itu menoleh pada barisan kelas sepuluh yang baru dilintasinya.

“Bapak jangan sok tahu begitu. Ini hari Senin, Pak. Tahu sendiri Ibu kota macet banget.”

Pak Broto tampak tidak peduli dengan alasan Bimantara. Pria itu segera membawa Bimantara ke arah barisan yang terdapat siswa-siswi dengan atribut yang tidak lengkap. “Sana! Gabung sama teman-temanmu. Habis ini, kamu jangan lupa ketemu saya di ruang guru.

Bimantara tampak tidak peduli. Dia hanya berdiri asal di salah satu barisan. Ekor matanya menangkap sosok yang berdiri di barisan kelas XI IPA 4. Sosok yang akhir-akhir ini tengah gencar ia dekati. Siapa lagi kalau bukan Jelita, cewek yang katanya dicap sebagai adik kelas paling cantik di angkatannya.

Berdasarkan informasi yang Bimantara dapatkan dari Garen, Jelita itu dikenal dengan sifatnya yang supel dan welcome pada siapa saja termasuk cowok. Untuk itulah, Bimantara menjadi tertantang untuk bisa memasukkan cewek itu dalam daftar korban cinta palsunya di SMA Sapta Wijaya ini. Untuk sesaat logika Bimantara terus mengiyakan jika cewek berparas cantik dengan wajah kecil, mata belo dibingkai alis rapi itu memang cantik. Sebelumnya, Bimantara bahkan tak pernah mendapat ‘mangsa’ secantik Jelita.

“Alle, kamu ini kok bisa datang jam segini?”

Bimantara menoleh saat suara Bu Hidayani terdengar di telinganya. Dia melihat guru Kimia itu tengah berbicara dengan gadis bertubuh kecil yang hanya bisa menunduk dengan raut wajah bersalah. Bimantara yang tidak peduli hanya melengos, lalu kembali memperhatikan Jelita dari jauh.

Sesaat setelah Bu Hidayani pergi, gadis bertubuh kecil itu berjalan malas ke salah satu barisan. Bimantara yang sejak tadi melihat Jelita, kini mengalihkan pandangannya pada gadis itu. Terlihat sekali kalau dia begitu malas mengikuti upacara. Hal lain membuat fokus Bimantara terganggu. Bimantara sempat terkekeh sembari menatap gadis yang berdiri di sebelahnya. Merasa ditertawakan, gadis itu mendongak menatap Bimantara dengan heran.

“Kenapa lo?” Jelas sekali nada ketus itu menyapa rungu Bimantara. Alih-alih menjawab, Bimantara hanya melengos saat tawanya reda. Allegra mengerutkan dahinya. Masih menatap Bimantara dengan curiga. “Orang lain bisa tersinggung dengan lo ketawa nggak jelas kayak gitu.” Masih menahan tawa, Bimantara tetap tak melirik gadis yang memiliki tinggi hanya sebatas dadanya.

“Nggak jelas banget lo,” ucap Allegra sembari memeriksa apakah ada yang salah dengannya hari itu.

Namun, tetap saja tidak ada yang salah. Hari ini pakaiannya baik-baik saja. Apa mungkin wajahnya? Ah tidak juga. Dia ingat betul saat berangkat tadi, sudah hampir lima kali berkaca. Rambutnya? Tidak mungkin juga. Rambut hitam itu tidak acak-acakan meski dibiarkan tergerai.

Selang beberapa menit, upacara bendera selesai. Menyelamatkan para murid dari panas yang mulai menyengat. Satu persatu barisan mulai bubar menuju ke kelas masing-masing. Meski ada sebagian yang berlari menuju kantin.

“Kalian lagi, kalian lagi, kenapa setiap hari yang saya temukan itu kalian?” tanya Pak Joko selaku guru BK. Pria itu berjalan, menyelip di antara barisan sembari memperhatikan murid-muridnya. “Tumben kamu di sini?” tanyanya begitu melihat wajah kecil Allegra.

“Saya telat bangun, Pak.”

“Hm ... lain kali jangan buru-buru ke sekolah. Jadi kelupaan sama apa yang harusnya dipakai,” ucap Pak Joko setelah berdeham, lalu berjalan lagi ke depan barisan.

Allegra melongo heran, memeriksa tubuhnya sendiri. Ucapan Pak Joko barusan kontan membuat semua cowok di barisan itu menoleh padanya. Ya, hanya ada satu dua cewek di sana. Tatapan para cowok itu langsung berbinar, bak menemukan sesuatu yang menggiurkan. Beberapa dari mereka memilih berbisik samar-samar. Sedetik kemudian, sosok Bimantara berdiri dengan cepat di depan Allegra, hingga gadis itu mundur beberapa langkah.

“Lo mau ngapain?”

“Hadap depan nggak? Gue colok, nih, mata kalian!” gertak Bimantara pada beberapa pasang mata yang masih memindai gadis itu.

Kalau bukan Bimantara yang bicara, mungkin mereka masih setia memandangi Allegra. Namun, begitu suara tegas Bimantara terdengar, mereka dengan cepat berbalik badan dan fokus pada Pak Joko. Tiga cewek di barisan lain terlihat berbisik-bisik sembari menatapnya. Sudah Allegra duga, cowok di depannya itu memang punya pengaruh besar di sekolah.

“Bisa diam, nggak? Nanti juga lo berterima kasih ke gue.” Bimantara sama sekali tak berminat menatap Allegra yang mendengkus sini. Kedua iris cokelatnya sibuk mengedarkan pandangan.

Arahan Pak Joko baru saja selesai. Ah, bahkan itu lebih disebut teguran, tetapi beruntungnya mereka tak dihukum. Semua murid yang ada di barisan itu segera berpencar menuju kelas masing-masing. Kecuali beberapa cowok yang masih diam menatap Allegra sembari tertawa kecil.

“Woy, bisa minggir nggak lo? Gue mau ke kelas,” ketus Allegra.

Bimantara menggeser langkahnya. “Lain kali kalau mau ke sekolah pakai daleman,” bisik Bimantara. Allegra yang mendengar itu hanya mampu membulatkan mata hitamnya. Tentu saja reaksi kaget itu berhasil membuat Bimantara tergelak. “Biar gue tebak, hari ini lo pakai warna hitam, ‘kan?”

Allegra segera menutupi bagian dada dengan tas ranselnya, menahan malu sekaligus merasa dilecehkan. Bukan hanya Bimantara yang melihatnya, tetapi Pak Joko juga. Dia merutuk kesal pada dirinya sendiri karena ceroboh, sampai lupa memakai baju kaos yang biasa dipakai sebagai daleman. Padahal Allegra tahu, seragam sekolah SMA Sapta Wijaya sedikit transparan.

“Kenapa lo ketawa? Lo pikir ini lucu?” tanya Allegra yang tidak tahan mendengar tawa Bimantara.

“Aduh, makanya kalau mau ke sekolah semuanya dipakai dulu. Jangan bego-bego jadi orang,” kelakar Bimantara.

Hal yang justru membuat Allegra naik pitam. Dia menatap Bimantara lama dengan wajah yang sudah penuh emosi. Sedangkan yang ditatap hanya tertawa tanpa dosa. Detik berikutnya, Allegra mengangkat kakinya pelan lalu ....

“Ahh ... s-sialannn!” Bimantara meringis menahan sakit dari tendangan Allegra barusan. Gadis itu menendangnya tepat di area vital. Senyum Allegra mengembang. Puas bisa membalas dendam.

“Aduh, kasihan banget. Sakit, ya?”

Bimantara menunjuk wajah Allegra, wajah cowok itu memerah menahan sakit. Sedang gadis itu hanya menjulurkan lidah, lalu berlari meninggalkan Bimantara. Cowok itu meringis menahan sakit yang membuat wajahnya memerah.

“Ren, tahan itu cewek!”

Teriakan Bimantara, membuat Garen yang sedang melintas, menoleh ke arah Allegra yang sibuk berlari. Lalu, dengan secepat kilat Garen sudah berdiri dengan kedua tangan terbuka seperti seorang kiper yang tengah menjaga gawangnya agar tidak kebobolan.

“Adik manis mau ke mana? Nggak bisa lari, hayo.”

“Minggir atau nasib lo lebih parah dari dia!”

“Nanti dulu. Tungguin Bimantara, tuh,” tunjuk Garen dengan dagunya. Allegra menoleh ke arah Junior yang susah payah berjalan ke arahnya. “Omong-omong, satu titik dua koma. Adik cantik siapa yang punya? Kalau nggak ada, boleh dong Kakak nyalon jadi pemiliknya.” Garen membeo, membuat Allegra menatap ngeri ke arahnya.

Allegra menatap ke arah kaki Garen, satu seringai jahil terbentuk dari bibir tipis ranum itu. Satu injakan penuh dari Allegra lantas membuat Garen mengaduh. Allegra tak mau menyia-nyiakan kesempatan.

-oOo-

“Le, lagian kenapa nggak pakai daleman segala, sih? Udah tahu ini seragam tembus pandang,” komentar Tari yang berdiri sambil melipat tangan di depan dada, menyenderkan kepalanya pada tembok toilet.

“Gue lupa, Tar. Untung ada lo yang suka bawa baju lebih ke sekolah.” Allegra mengeraskan suaranya dari dalam sana.

“Bukan bawa lebih, bego. Ini gue jualan, cari nafkah,” kesal cewek berambut kecokelatan yang dikuncir kuda. Allegra hanya terkekeh, sengaja membuat Tari kesal. Pasalnya gadis itu selalu memamerkan wajah gemasnya saat dibuat kesal oleh Allegra.

Kali ini Tari tak menanggapi karena sudah mulai sibuk dengan ponsel. Keduanya berjalan bersisian keluar dari toilet. Sepanjang jalan, Tari menghela napas. Mungkin karena online shop-nya sedikit sepi. Sudah hampir lima bulan gadis itu menggeluti kegiatan tersebut.

“Ya, Allah. Ya, Gusti!” pekik Tari, nyaris saja dia melempar benda pipih di tangannya.

“Kenapa, Tar? Ditipu pelanggan lagi?”

“Nih, coba lo lihat,” kata Tari sembari mengarahkan layar ponsel di hadapan wajah Allegra.

Wajah familier itu membuat Allegra hanya memutar bola mata malas. Pasalnya, tiada hari tanpa stalking bagi Tari. Lihat saja sekarang, alih-alih memeriksa dagangannya, cewek itu justru tengah sibuk dengan sebuah akun Instagram yang sudah di-follow sejak masuk SMA Sapta. Allegra tak heran kenapa raut wajah Tari berubah penuh kekesalan, pasti karena foto yang baru saja dilihatnya. Seorang cowok yang pagi ini membuat Allegra kesal juga.

Tari memilih mengetuk-ngetuk kasar layar ponsel. Allegra ikut melihat sebuah postingan yang diunggah akun itu sekitar sepuluh jam lalu. Dia hanya terheran-heran melihat Tari yang begitu kecintaan pada kakak kelasnya tersebut. Padahal menurut cerita yang Allegra dengar, sosok bernama Bimantara itu playboy-nya nauzubillah. Namun, kenapa semua gadis seakan tergila-gila padanya. Berdasarkan cerita yang ia dengar dari Tari, di sekolah ini juga sudah banyak korban cinta palsu Bimantara.

Allegra hanya memutar bola mata malas, lalu melongos meninggalkan Tari yang setiap dinasihati hanya akan menjawab dengan celetukan asal. Tepat di depan kelas, langkah Allegra terhenti begitu melihat sosok tinggi yang tengah duduk di kursi deretan kedua paling depan. Senyum Allegra mengembang, lalu berjalan mendekati pemuda itu.

“Yang satu tukang bucin, yang satu tukang gim. Kalian emang sibuk banget, ya?” sindir Allegra pada Elgi. Sosok yang tak pernah jauh dari ponsel. Bermain gim seakan menjadi nyawa lelaki berambut keriting itu.

“Dari pada gue mainin cewek?” Elgi tetap merespons meski tangan dan matanya fokus pada layar ponsel.

“Nanti bantuin gue angkat jemuran, ya. Kasihan baju orang mau diambil besok. Hari ini ibu lagi kunjungan ke panti. Jadi, gue dapat amanah angkat jemuran,” jelas Allegra sembari nyengir kuda.

“Iya, nggak usah bawel.”

“Sesekali pacaran, El. Biar lo nggak main sama Layla terus,” kelakar Allegra seraya menyebut salah satu nama karakter hero dalam gim yang dimainkan Elgi.

Elgi sama sekali tak berniat membalas ucapan sahabatnya. Dari pada pacaran bikin pusing, seorang Elgi Rafardhan lebih suka menghabiskan waktu dengan ponselnya. Selama Allegra masih menjadi sahabatnya, itu saja sudah cukup. Lebih baik satu, tetapi selalu ada. Dari pada banyak, tetapi lebih mementingkan ego sendiri.

—Bersambung

Terpopuler

Comments

Yeonso

Yeonso

udh mampir nih, semangat trus yak.

2022-10-06

0

lihat semua
Episodes
1 Satu Titik Dua Koma
2 Tolong
3 Pertemuan Tak Terduga
4 Bukan Sekadar Hukuman
5 Mawar Merah Dalam Loker
6 Serangan Si Buaya
7 Nomor Tak Dikenal
8 Elgi Sang Penolong
9 Mungkin Rindu
10 Jurus Seribu Bayangan
11 Sebuah Pesan Video
12 Panggilan Cepat
13 Listen To My Heartbeat
14 Mencari Dalang
15 Tentang Bimantara
16 Kita
17 Tentang Luka
18 Praduga Bimantara
19 Sebuah Kenyataan
20 Tetap Sebuah Kenyataan
21 Sebuah Nyanyian
22 Tiket Pertama
23 After We Broke Up
24 Terungkap
25 Dalang
26 Sebuah Kebenaran
27 Sungguh Berakhir
28 Penjelasan Jelita
29 Sungguh Berpisah
30 Pergi
31 Hari Baru
32 Hari Tanpanya
33 Waktunya Untuk Lupa
34 People Come and People Go
35 Anggun
36 Fotografi Mahasiswa
37 Orang-Orang Baru
38 Pendekatan?
39 Baik-baik Saja
40 Jejak Masa Lalu
41 Pertanyaan Eyang
42 Ada Yang Aneh
43 How Do You Feel Now?
44 Ada Yang Enggak Beres
45 Try to Not Fallin in Love
46 Memulai Lagi?
47 Kedatangan Rian
48 Rencana
49 Keputusan Hati
50 Kesepakatan Diri
51 Jakarta
52 Di Bawah Bintang Malam
53 Keputusan Telak
54 Pertemuan Yang Berbeda
55 Sosok Baru
56 Alasan Bimantara
57 Berhenti Pura-Pura
58 Dia Datang
59 Demi Kata Maaf
60 Kesempatan Kedua
61 Tembok Pertahanan
62 Usaha Bimantara
63 Makin Tak Terkendali
64 Si Berengsek
65 Enggak Sehat
66 Ketulusan Bimantara
67 Sebelum Dia Pergi
68 Tentang Rindu
69 Secerah Mentari
70 After This
71 After Two Months Later
72 Just Be Your Self, Alle.
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Satu Titik Dua Koma
2
Tolong
3
Pertemuan Tak Terduga
4
Bukan Sekadar Hukuman
5
Mawar Merah Dalam Loker
6
Serangan Si Buaya
7
Nomor Tak Dikenal
8
Elgi Sang Penolong
9
Mungkin Rindu
10
Jurus Seribu Bayangan
11
Sebuah Pesan Video
12
Panggilan Cepat
13
Listen To My Heartbeat
14
Mencari Dalang
15
Tentang Bimantara
16
Kita
17
Tentang Luka
18
Praduga Bimantara
19
Sebuah Kenyataan
20
Tetap Sebuah Kenyataan
21
Sebuah Nyanyian
22
Tiket Pertama
23
After We Broke Up
24
Terungkap
25
Dalang
26
Sebuah Kebenaran
27
Sungguh Berakhir
28
Penjelasan Jelita
29
Sungguh Berpisah
30
Pergi
31
Hari Baru
32
Hari Tanpanya
33
Waktunya Untuk Lupa
34
People Come and People Go
35
Anggun
36
Fotografi Mahasiswa
37
Orang-Orang Baru
38
Pendekatan?
39
Baik-baik Saja
40
Jejak Masa Lalu
41
Pertanyaan Eyang
42
Ada Yang Aneh
43
How Do You Feel Now?
44
Ada Yang Enggak Beres
45
Try to Not Fallin in Love
46
Memulai Lagi?
47
Kedatangan Rian
48
Rencana
49
Keputusan Hati
50
Kesepakatan Diri
51
Jakarta
52
Di Bawah Bintang Malam
53
Keputusan Telak
54
Pertemuan Yang Berbeda
55
Sosok Baru
56
Alasan Bimantara
57
Berhenti Pura-Pura
58
Dia Datang
59
Demi Kata Maaf
60
Kesempatan Kedua
61
Tembok Pertahanan
62
Usaha Bimantara
63
Makin Tak Terkendali
64
Si Berengsek
65
Enggak Sehat
66
Ketulusan Bimantara
67
Sebelum Dia Pergi
68
Tentang Rindu
69
Secerah Mentari
70
After This
71
After Two Months Later
72
Just Be Your Self, Alle.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!