Bukan Sekadar Hukuman

Tuhan punya banyak cara untuk mempertemukan sepasang hati yang harus bersatu.

“Pak! Jangan ditutup dulu!”

Allegra menahan Pak Marno yang baru saja bergerak menutup gerbang. Pak Marno hanya menggeleng saat melihat Allegra memohon dan nyengir lebar. Dia pun membuka gerbang lagi untuk Allegra. Allegra meloncat, nyaris saja tersungkur. Sebuah motor hitam baru saja membunyikan klakson tepat di belakangnya. Allegra menatap si pengemudi dengan kesal. Cowok itu tersenyum kecil dari balik helm full face-nya.

“Dasar Buaya!” Allegra segera berlari begitu motor Bimantara menjauh darinya.

Mimpi apa Allegra semalam. Bahkan pagi ini dia harus dibuat kesal oleh cowok itu. Allegra berjalan pelan, mengendap-endap di lobi. Sekolah sudah sepi karena murid-murid sudah masuk kelas. Dia berharap semoga Bu Hidayani belum masuk ke kelas. Namun, sebuah deheman khas membuat Allegra memejamkan mata. Dia berbalik dan mendapati Bu Hidayani yang berdiri dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Senyum kikuk Allegra lantas menyambut tatapan tajam Bu Hidayani.

“Kamu telat lagi, Alle? Kenapa suka telat akhir-akhir ini?”

“Maaf, Bu.”

Bu Hidayani hanya menggeleng, tampak kecewa dengan gadis itu. “Ayo ikut saya!”

Allegra pasrah, menyeret langkah hendak menjemput hukuman dari Bu Hidayani. Tentu saja ia tidak berani protes arena memang posisinya salah. Dia terlambat karena keteledorannya sendiri. Semalam begadang membantu Elis mengurusi laundry-an.

“Kamu telat juga, Bim?”

“Ibu lihat saya baru datang, ‘kan? Berarti saya telat.”

Allegra mengangkat kepalanya begitu mendengar suara itu. Lagi-lagi Bimantara yang selalu ditemuinya. Apa sekolah ini sempit sekali hingga beberapa hari ini hanya cowok itu yang selalu muncul di hadapannya?

“Kalau begitu kamu juga ikut saya!” titah Bu Hidayani. Allegra dan Bimantara berjalan mengekor.

Bu Hidayani berjalan ke arah toilet. Dua muridnya sudah menebak hukuman apa yang akan Bu Hidayani berikan. Hingga mereka berdua hanya bisa terlihat pasrah. “Bersihin toilet cowok sampai bersih. Kalau nggak, Ibu tambah lagi hukuman kalian.”

Begitu punggung Bu Hidayani tak terlihat lagi. Bimantara berbalik dengan santai. Allegra tak langsung membiarkan, justru menarik lengan cowok itu.

“Jangan kabur, ya! Kelarin dulu hukuman lo.”

“Lo aja sana. Lagian muka-muka kayak lo cocok jadi tukang bersih-bersih,” tutur Bimantara sembari menarik lengannya dari Allegra.

Kedua tangan Allegra terkepal dengan kuat, seiring dengan mata yang memejam. Bisa-bisanya cowok bernama Junior ini mengacaukan mood-nya pagi ini. Sejak insiden di upacara bendera beberapa waktu lalu, Allegra seakan tak pernah berhenti berurusan dengan cowok itu. Alih-alih membiarkan Bimantara pergi, Allegra dengan cepat merampat tas ransel Bimantara yang tersampir di pundaknya.

“Tas gue!” teriak Bimantara. Allegra menjauh sembari memeluk tas Bimantara. Dia menjulurkan lidah.

Bimantara berlari mengejar Allegra. Hingga keduanya terlibat aksi saling kejar di depan toilet. Allegra berlari masuk ke dalam toilet, di dalam sana dia terus memeluk tas Bimantara agar cowok itu mau membantunya membersihkan toilet cowok yang baunya, Astagfirullah.

“Lo mau nyari gara-gara sama gue?”

“Nyari keadilan. Lo juga dihukum. Jadi, lo juga harus bertanggung jawab,” jelas Allegra.

Mata Bimantara terpejam saking kesalnya menghadapi gadis itu. Baru kali ini dia bertemu gadis keras kepala dan menyebalkan seperti Allegra. Bimantara memijat pelan keningnya. Sebuah ide tiba-tiba menghampiri kepalanya. Bukan Bimantara namanya kalau tidak bisa mengatasi satu cewek. Ya, walaupun ‘spesies’ langka seperti Allegra ini.

Dia berbalik dan bergerak ke arah pintu toilet. Cowok itu mengunci toilet dari dalam. Allegra yang melihat hal itu kini mendekat pelan. Namun, Bimantara sudah berbalik dan menatap penuh seringai. Pikiran Allegra mulai melayang ke hal-hal yang tidak diinginkan. Terlebih saat Bimantara berjalan mendekat ke arahnya dengan senyum miring penuh kemenangan. Bimantara terus berjalan membuat Allegra memundurkan langkah. Hingga pinggangnya terbentur di wastafel.

Bimantara semakin mendekat dan mengunci tubuh Allegra dengan tubuh tingginya. Ini seperti bumerang bagi Allegra. Tadinya dia ingin membuat Bimantara merasa terancam tetapi, justru dia yang kini terancam. “Lo sengaja mau jebak gue di sini? tanya Bimantara dengan nada serius.

Allegra berusaha mendorong dada Bimantara, tetapi itu nyatanya tidak mempan karena Bimantara memegang meja wastafel dengan kuat. “M-mundur nggak lo?!”

Bimantara makin mendekat pada Allegra. Cewek itu sudah keringat dingin sembari meremas kuat tas ransel hitam milik Bimantara. Rasa takut kini menghampiri Allegra. Sungguh saat-saat seperti itu membuatnya mengingat kembali bagaimana Levin merisaknya dulu.

“Gue mohon, jangan macam-macam sama gue!” Allegra terus memohon. Keringat sebesar biji jagung terus menetes nyaris membanjiri wajahnya.

Bimantara juga sedikit heran kenapa gadis itu berlebihan sekali, padahal niatnya hanya ingin mengerjai Allegra.“Buka mata lo!”

Pelan-pelan ia memberanikan diri untuk membuka mata. Betapa terkejutnya Allegra, saat mata hitamnya bersirobok dengan manik cokelat itu. Untuk sesaat Allegra terdiam saling lempar tatapan dengan Bimantara. Detik berikutnya, Allegra mengangkat kakinya pelan dan menginjak kaki Bimantara.

“Arghhh ... cewek sialan!” Teriakan itu membuat Allegra sedikit puas. Setelah bebas dari Bimantara dia berlari keluar dari toilet, tak lupa membanting kasar tas cowok itu. Bimantara mengaduh menahan kaki yang berdenyut karena diinjak kasar oleh Allegra

-oOo-

“Putus sama siapa, Bim? Muka lo kenapa ditekuk gitu?” tanya Davin yang ikut bergabung setelah Bimantara baru saja masuk kelas. Untungnya Pak Andi sedang izin hari ini. Sehingga mereka bebas menikmati jam kosong.

“Bima kalau putus nggak gini mukanya. Pasti berbahagia. Benar, Aa Bima?” goda Garen yang duduk di samping Bimantara.

“Mulut lo, Ren. Gue kesel sama bocah sialan itu.”

“Anak kecil mana, Bim?” tanya Tiar yang juga bergabung sejak Bimantara mendaratkan bokongnya di kursi. Tentu saja ekspresi kesal dari wajah tampannya terlihat begitu kentara.

“Alle atau siapalah namanya,” jawab Bimantara, “tadi gue dihukum Bu Hidayani bareng dia. Sialan banget itu cewek! Waktu itu nendang ‘adik’ gue. Barusan dia nginjak kaki gue,” cerita Bimantara.

Davin dan Tiar lantas puas tergelak mendengar cerita temannya. Pasalnya baru kali ini ada cewek yang berani membuat Bimantara sampai kesal setengah mati seperti saat itu.

“Bim, biasanya kalau sama Bu Hidayani itu bukan sekedar hukuman. Hati-hati, loh,” pungkas Garen. Bimantara melirik Garen dengan kedua alis bertaut.

“Iya, Bim. Lo tahu, banyak bukti kalau cewek sama cowok dihukum sama Bu Hidayani pasti ujung-ujungnya cinlok,” tambah Davin mengompori.

Amit-amit tujuh turunan! Bagi Bimantara, jatuh cinta sama Allegra itu kesialan yang hakiki.

Bimantara bergidik ngeri, mengingat-ingat kembali bagaimana kasar dan keras kepalanya seorang Allegra. “Bisa-bisa gue stres, galaknya nauzubillah. Kalau dia marah, bisa-bisa ‘adik’ gue abis.”

Garen, Tiar, dan Davin kompak tertawa hanya karena celetukan asal Bimantara.

“Omong-omong, Bim. Gimana kalau kita main-main?” ucap Garen. Kalimat Garen tentu saja menimbulkan keheranan teman-temannya. Mereka kompak saling bertukar pandang. “Selama ini lo bisa dapat cewek mana pun yang lo mau. Gimana kalau gue tantang lo dapatin Allegra.”

“Gila lo? Ogah! Gue juga mikir-mikir dulu. Kalau cewek modelnya kayak dia, gue nggak mau. Ya, kali, tiap hari gue dibentak-bentak. Rugi tenaga, rugi badan.” Bimantara tentu saja tak ingin mengiyakan secepat itu. Menyadari cewek yang baru saja disebut Garen adalah cewek yang paling ingin dihindarinya. “Lagian, target gue sekarang Jelita.”

Garen membanting kertas lusuh yang sejak tadi dibentuknya jadi bola-bola kertas. “Kalau bisa dapat keduanya, kenapa harus satu? Ah, gue nggak yakin kalau lo pro player.”

“Gue rasa, itu terlalu berlebihan. Kasihan anak orang lo baperin, Bim. Nanti kena karma.” Kali ini Davin yang berkomentar paling bijaksana.

“Nggak ada istilah kasihan dalam kamus gue,” kata Bimantara. Walau sebenarnya dia ragu, tetapi apa salah mencoba? Toh, selama ini ia mampu membuat cewek-cewek jatuh ke pelukannya selama kurang dari tiga menit. “But, kalau ceweknya Allegra si kucing garong itu, nope!” Bimantara menyilangkan tangan di depan wajah.

“Anggap aja ini main gim.” Tiar tampak setuju dengan usul Garen.

“Sebaiknya memang nggak usah. Perasaan orang nggak bisa dipermainkan segampang menekan-nekan layar ponsel,” kata Davin yang tak setuju dengan usul Garen dan Tiar.

“Aduh, itu urusan belakang,” kata Garen. Kali ini ia lebih fokus pada Bimantara, mengabaikan Davin yang tak berkomentar lagi. “Bagaimana, Bim? Janji, deh. Gue bakal ngasih apa pun yang lo mau, tapi lo harus bisa dapatin nomor Allegra.”

“Nomor aja?” tanya Bimantara seolah meremehkan.

“Coba aja kalau lo bisa dapatin dia.”

Bimantara tampak berpikir. Ucapan Garen menantang juga, bagaimana keadaannya jika cewek segalak kucing beranak itu berhasil dijinakkan olehnya. Senyum Bimantara mengambang sempurna. “Oke, deal. Apa yang gue nggak bisa?” Bimantara menepuk-nepuk dadanya dengan bangga. Hanya Allegra, itu soal sepele baginya. Mendekati cewek memang dia ahlinya.

“Bim, Bim, main api lo.” Davin kembali berkomentar, tetapi rak diindahkan oleh ketiga temannya.

-oOo-

“Itu Kak Seva, mantan Kak Bima yang baru putus tiga minggu lalu.” Telunjuk Tari memandu kedua iris Allegra, tepat pada seorang gadis berwajah oriental. Gadis berambut panjang sepinggang itu tampak asyik tertawa dengan temannya di depan kelas XII IPS 2. “Nah, yang itu namanya Agnes. Dia juga mantannya Kak Bimantara.” Kali ini tangannya menunjuk gadis lain yang lebih ramping dari gadis pertama. “Dan itu ... lihat cewek yang duduk di pinggir lapangan?”

Allegra menyipitkan mata ke arah seorang cewek yang pernah dilihatnya di kantin bersama Bimantara. Dia itu Jelita. Gebetan baru Kak Bima, walaupun gue dengar Kak Bima punya pacar di sekolah lain.”

“Unfaedah banget, Tar. Ayo! Kita ganti baju aja.” Allegra secepat mungkin menarik tangan sahabatnya. Jam olahraga berakhir beberapa menit lalu. Tari mau tak mau mengikuti Allegra yang berjalan lebih dahulu.

Ekor mata Allegra kini terarah pada Levin yang berjalan mendekat. Dia menepuk tangan Tari dengan cepat, hingga gadis berambut pendek itu mendongak menatap Allegra dengan heran. “Ada Levin, Tar. Gue nggak mau ketemu dia.” Mereka berdua segera bersiap-siap untuk kabur. Namun, Levin yang sudah mendekat kini bisa meraih lengan Allegra yang langsung ditepis oleh gadis itu.

“Mau kabur lagi?” tanya Levin. Boleh saja suaranya terdengar begitu lembut, tetapi tidak dengan kelakuannya.

“Kak, permisi. Kita mau ke kelas,” kata Tari berusaha melepas tangan Levin yang mencengkeram keras pergelangan Allegra. Namun, tatapan tajam Levin yang terarah padanya membuat nyali Tari menciut. Sementara Allegra tetap memberontak.

“Levin!” Teriakan itu membuat Levin menghentikan langkah saat hendak membawa Allegra pergi. Dari arah seberang, Bimantara datang bersama Garen. Lagi-lagi Levin harus menghela napas. Sepertinya kali ini cowok itu akan menggagalkan rencananya lagi. “Jangan kasar-kasar sama cewek, nanti nggak ada yang mau sama lo.”

Dengan santai Bimantara menarik tangan Allegra, hingga Levin terpaksa mengalah. Tatapan tajamnya beralih pada kedua iris cokelat Bimantara. Bergumul kemarahan dari kedua iris abu Levin.

“Aduh, jangan begitu atuh natapnya, Aa Levin. Nanti gantengnya hilang,” goda Garen yang langsung merangkul Levin. Tentu saja lengan itu dihempas kasar oleh Levin.

“Kali ini lo bebas, Le.” Susah payah Levin mendekat, membisik satu kalimat yang alih-alih membuat Allegra lega, tetapi semakin merasa terancam. Seringai Levin terlihat beberapa detik, sebelum cowok berambut messy itu berjalan menjauh dari sana.

“Lo nggak apa-apa?” tanya Bimantara.

“Nggak.”

“Nggak tahu cara berterima kasih lagi?” Kali ini Allegra tak menjawab. Pikirannya masih terlalu kalut. Bersama dengan ketakutan yang memburu dirinya. “Ayo ke UKS, tangan lo kayaknya luka.”

Allegra beralih melirik pergelangan tangannya yang memerah. Bahkan itu tak ada apa-apanya dengan perlakuan Levin dulu. Cowok itu bahkan tak ragu menginjak dan membuat wajahnya lebam. Senyum Allegra terlukis penuh kegetiran. Apa yang Levin inginkan darinya lagi? Allegra segera sadar setelah Bimantara menarik dirinya ke arah UKS.

—Bersambung.

Episodes
1 Satu Titik Dua Koma
2 Tolong
3 Pertemuan Tak Terduga
4 Bukan Sekadar Hukuman
5 Mawar Merah Dalam Loker
6 Serangan Si Buaya
7 Nomor Tak Dikenal
8 Elgi Sang Penolong
9 Mungkin Rindu
10 Jurus Seribu Bayangan
11 Sebuah Pesan Video
12 Panggilan Cepat
13 Listen To My Heartbeat
14 Mencari Dalang
15 Tentang Bimantara
16 Kita
17 Tentang Luka
18 Praduga Bimantara
19 Sebuah Kenyataan
20 Tetap Sebuah Kenyataan
21 Sebuah Nyanyian
22 Tiket Pertama
23 After We Broke Up
24 Terungkap
25 Dalang
26 Sebuah Kebenaran
27 Sungguh Berakhir
28 Penjelasan Jelita
29 Sungguh Berpisah
30 Pergi
31 Hari Baru
32 Hari Tanpanya
33 Waktunya Untuk Lupa
34 People Come and People Go
35 Anggun
36 Fotografi Mahasiswa
37 Orang-Orang Baru
38 Pendekatan?
39 Baik-baik Saja
40 Jejak Masa Lalu
41 Pertanyaan Eyang
42 Ada Yang Aneh
43 How Do You Feel Now?
44 Ada Yang Enggak Beres
45 Try to Not Fallin in Love
46 Memulai Lagi?
47 Kedatangan Rian
48 Rencana
49 Keputusan Hati
50 Kesepakatan Diri
51 Jakarta
52 Di Bawah Bintang Malam
53 Keputusan Telak
54 Pertemuan Yang Berbeda
55 Sosok Baru
56 Alasan Bimantara
57 Berhenti Pura-Pura
58 Dia Datang
59 Demi Kata Maaf
60 Kesempatan Kedua
61 Tembok Pertahanan
62 Usaha Bimantara
63 Makin Tak Terkendali
64 Si Berengsek
65 Enggak Sehat
66 Ketulusan Bimantara
67 Sebelum Dia Pergi
68 Tentang Rindu
69 Secerah Mentari
70 After This
71 After Two Months Later
72 Just Be Your Self, Alle.
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Satu Titik Dua Koma
2
Tolong
3
Pertemuan Tak Terduga
4
Bukan Sekadar Hukuman
5
Mawar Merah Dalam Loker
6
Serangan Si Buaya
7
Nomor Tak Dikenal
8
Elgi Sang Penolong
9
Mungkin Rindu
10
Jurus Seribu Bayangan
11
Sebuah Pesan Video
12
Panggilan Cepat
13
Listen To My Heartbeat
14
Mencari Dalang
15
Tentang Bimantara
16
Kita
17
Tentang Luka
18
Praduga Bimantara
19
Sebuah Kenyataan
20
Tetap Sebuah Kenyataan
21
Sebuah Nyanyian
22
Tiket Pertama
23
After We Broke Up
24
Terungkap
25
Dalang
26
Sebuah Kebenaran
27
Sungguh Berakhir
28
Penjelasan Jelita
29
Sungguh Berpisah
30
Pergi
31
Hari Baru
32
Hari Tanpanya
33
Waktunya Untuk Lupa
34
People Come and People Go
35
Anggun
36
Fotografi Mahasiswa
37
Orang-Orang Baru
38
Pendekatan?
39
Baik-baik Saja
40
Jejak Masa Lalu
41
Pertanyaan Eyang
42
Ada Yang Aneh
43
How Do You Feel Now?
44
Ada Yang Enggak Beres
45
Try to Not Fallin in Love
46
Memulai Lagi?
47
Kedatangan Rian
48
Rencana
49
Keputusan Hati
50
Kesepakatan Diri
51
Jakarta
52
Di Bawah Bintang Malam
53
Keputusan Telak
54
Pertemuan Yang Berbeda
55
Sosok Baru
56
Alasan Bimantara
57
Berhenti Pura-Pura
58
Dia Datang
59
Demi Kata Maaf
60
Kesempatan Kedua
61
Tembok Pertahanan
62
Usaha Bimantara
63
Makin Tak Terkendali
64
Si Berengsek
65
Enggak Sehat
66
Ketulusan Bimantara
67
Sebelum Dia Pergi
68
Tentang Rindu
69
Secerah Mentari
70
After This
71
After Two Months Later
72
Just Be Your Self, Alle.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!