Cuma Angka
"Assalamualaikum, Mbak Cantik!" teriak seseorang sambil mengetuk pintu rumah Dayana Greesa.
Dengan mata yang masih sangat mengantuk, Dayana terpaksa bangkit untuk membuka pintu dan melihat siapa yang mengetuk pintu rumahnya sepagi ini, orang tuanya sedang berada di luar kota untuk menyelesaikan pekerjaan dan hanya dirinyalah di rumah. Mereka tidak menggunakan pembantu, bukan karena tak mampu membayar. Hanya saja, Dayana terlalu malas untuk mencari orang yang ingin bekerja menjadi pembantunya.
Dirinya lebih memilih mengerjakan sendiri, sambil menunggu kedua orang tuanya pulang dari luar kota. Meskipun pasti melelahkan, tapi Dayana bisa melakukannya selama sebulan lebih. Orang tua Dayana memang sering pindah tempat, wajar Antonia Abraham adalah seorang guru yang sebenarnya sudah menetap di Jakarta.
Tetapi, laki-laki tersebut memilih untuk di pindah-pindahkan agar Anton bisa melihat-lihat sekolah yang ada di Indonesia. Beruntungnya Alya Diva selaku istri sangat setia menemani ke mana pun laki-laki yang mempersunting dirinya itu.
"Ada apa?" tanya Dayana ketika melihat tamu yang sama sekali tak diundang.
Mata yang terpejam seketika terbuka lebar ketika mendengar suara tawa dari orang tersebut yang begitu keras, Dayana pun dibuat bingung dan bertanya-tanya apa sebabnya laki-laki di depannya itu tertawa.
"Ada apa?!" bentak Dayana yang geram dengan pengganggu di depannya.
"Kerudung Mbak kebalik, tai mata bertumpuk bagaikan sampah di Ibu kota. Iler Mbak sudah seperti beberapa pulau yang ada, sungguh pemandangan yang indah di pagi hari ini. Tapi, Mbak tenang saja. Mbak tetap cantik di mata, Irga," tuturnya dengan tangan yang seolah-olah tengah membaca puisi.
'Wait, apa dia bilang? Tai mata, iler?' Dayana segera memeriksa daerah bibirnya dan matanya, benar saja. Ia begitu lelah karena baru saja pulang dari luar kota dan kemarin matanya termasuk debu yang menyebabkan ia harus meneteskan obat mata sebelum tidur, hal itu membuat tai matanya lebih banyak.
"Diam lu, Bocil! Lagian ngapain sih pagi-pagi buta udah ke sini aja! Masih jam enam pagi juga!" bentak Dayana dikarenakan malu.
"Jam enam pagi, Mbak? Ini udah jam delapan, lho," ucap Irga keheranan dengan wanita yang ada di depannya.
Arya Dirgantara, atau yang lebih sering dipanggil Irga berusia tujuh belas tahun dan masih duduk di bangku SMK 58 Jakarta Timur jurusan seni lukis kelas sebelas. Dirinya memiliki rumah yang bersebelahan dengan wanita yang berumur dua puluh dua tahun itu, meskipun umur Irga lebih muda. Namun, dirinya jauh lebih tinggi dibanding Dayana.
Mendengar ucapan Irga yang memberi tahu bahwa sudah jam delapan pagi, Dayana langsung melihat langit yang cerah dan dengan cepat menutup pintu kembali.
"Huwa ...!" teriak Dayana histeris.
"Lah, Mbak kenapa?" tanya Irga yang kebingungan dengan apa yang dilakukan oleh Dayana.
"Ini rantangnya kenapa gak diambil?" sambung Irga melihat rantang yang dari tadi dirinya bawa.
"Ya, ampun. Bisa-bisanya aku telat, gimana kalau habis ini aku dipecat. Mana dikantor mulut karyawannya lemes semua, banyak ngomong doang dan suka nyari muka. Aku gak paham kenapa mereka mencari muka, apakah muka mereka yang segede kelereng itu gak cukup? Eh, bentar. Kelereng emangnya gede? Ah ... sudahlah!" Dayana tak ada habisnya mengucapkan kalimat-kalimat yang entah memang isi hatinya atau sekedar kalimat yang tersusun indah di otaknya. Dirinya sudah siap dengan rok panjang dan hijab serta tas selempang berwarna hitam, dengan segera ia membuka pintu agar tak terlambat nantinya sampai di kantor.
"Eh, Bocil! Ngapain lagi lu di sini?" tanya Dayana saat melihat Irga yang dengan santainya duduk di bangku teras milik mereka sambil bermain handphone.
"Mbak mau ke mana?" tanya Irga melihat penampilan rapi Dayana.
"Mau ke kantorlah! Emangnya aku pengangguran kayak lu, Bocil?"
"Emangnya, ada kantor buka di hari minggu Mbak?" tanya Irga yang mencoba menahan tawanya. Dirinya tahu, jika tawa itu keluar dari mulutnya maka tamatlah riwatnya sebagai calon masa depan Dayana. Ehh, Irga yang ngarep.
Dayana membesarkan bola matanya pertanda; kaget, emosi, kesal dan masih banyak lagi. Dirinya menarik nafas panjang dan membuangnya, "Kamu mau ngapain ke sini, Cil?" tanya Dayana mencoba tersenyum sebisa mungkin.
Bukannya manis, tapi senyuman seram nan menakutkan yang ditampilkan Dayana, "Mau ngasih ini, Mbak. Dari Ibu," ujar Irga tetap menahan tawa.
"Sudah, cuma ini 'kan?" tanya Dayana tetap dengan senyumannya.
"Iya, Mbak. Kalau begitu, Irga pergi dulu. Assalamualaikum," salam Irga dan melangkah pergi.
"Waalaikumsalam," jawab Dayana.
"Apa lagi?" tanya Dayana ketika melihat langkah Irga berhenti dan melihat ke arah dirinya.
"Mbak, gimana dengan penawaran saya?"
"Penawaran yang mana lagi, Cil?"
"Mbak, jadi pacar saya," ucap Irga dan langsung berlari ketika melihat Dayana yang sudah menarik dalam-dalam nafasnya untuk meneriaki dirinya seperti sebelumnya.
Dayana hanya bergeleng-geleng melihat kelakuan anak tetangganya yang tak ada habisnya mengganggu dirinya, Dayana masuk kembali ke rumah dan menguncinya. Pagi yang sangat kacau, itulah yang ada dibenaknya.
"Wihh, enak banget," ujar Dayana membuka rantang yang tadi dibawa Irga. Ia menyusun satu per satu rantang yang berjumlah empat buah, ada berbagai macam masakan. Dayana mengambil piring dan nasi untuk segera menyantapnya.
"Pengen makan bakso, kayaknya hari minggu ini enak, nih! Sambil curi-curi pandang atau tebar pesona," kata Dayana tertawa dengan mulut yang berisi nasi.
Setelah selesai makan, dan memindahkan lauk ke wadah miliknya. Ia mencuci rantang milik Irga dan mengelapnya sampai kering, rencananya akan dia antarkan kembali saat ingin pergi makan bakso seorang diri.
"Hari minggu, saatnya jadi babu!" seru Dayana. Memang pada dasarnya, seseorang akan sangat rajin ketika tak satu pun orang ada di rumah. Bahkan, mengganti cat warna rumah saja mereka akan lakukan jika tak ada orang dan tanpa disuruh sama sekali.
"Banyak banget dah ni debu, pemalas banget yang punya nih kamar," ujar Dayana yang bersin beberapa kali ketika tengah membersihkan kamarnya sendiri. Di kamarnya memang banyak barang-barang yang menurut orang lain sangat membuat berantakan dan tak ada bagus-bagusnya. Namun, menurut dirinya itu sangat indah dan bagus.
"Dahlah, capek! Mending rebahan ngapain juga, aku jadi sok rajin begini." Dayana meletakkan sapu kembali dan memilih merebahkan tubuhnya di tempat tidur sambil mengambil handphone.
Saat tengah bermain handphone dan berselancar di media sosial yang berwarna biru, dirinya melihat postingan salah satu orang yang berisikan, "Jika seseorang pergi, maka tenang saja! Karena sejatinya, dirinyalah yang kehilangan orang sebaik kamu. Bukan kamu yang kehilangan dia." Tulisan dengan nama medsos Ilmy Alfathunnisa.
Dayana hanya tersenyum ketika membaca postingan tersebut dan melihat bagaimana kisah; percintaan dan persahabatannya. Sebelumnya, Dayana memiliki dua orang sahabat dan sangat terbuka kepada mereka. Apa saja yang Dayana tengah rasakan dan jalani maka mereka akan tahu, hingga pada akhirnya Dayana tahu bahwa mereka hanya memanfaatkan kebaikan Dayana.
Bahkan, dengan teganya mereka berdua duluanlah yang menjauh dari Dayana bukan malah Dayana yang menjauh karena mengetahui sifat buruk mereka. Namun, itulah hidup. Kita akan selalu menemukan orang yang memang tulus baik dan tidak.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
IG: _anipri
real. ini memang benar ada di dunia nyata. bersih-bersih pun akan jadi menyenangkan kalau nggak ada yg suruh
2023-05-19
0