"Makan di mana, Mbak?" tanya Irga yang melihat beberapa bakso langganan sudah terlewati dari kaca angkot. Ya, dirinya sering mengikuti Dayana mangkanya tak heran jika dirinya tahu tempat makan bakso langganan gadis tersebut.
Melihat tak ada tanggapan, Irga mencoba menyadarkan Dayana yang mungkin rohnya tengah pergi entah ke mana," Mbak kalo gak ngomong pas hitungan ke tiga, saya pindah ke samping Mbak! Satu ... dua ... tig—"
"Wey ... wey ... wey. Lu kagak sovan banget, ya, Cil. Pake ngancem yang paling tua segala!" protes Dayana memajukan bibirnya lima centi.
"Mbak, sih. Masa pacarnya yang tampan ini dianggurin, di apelin dong sesekali," goda Irga dengan senyuman yang membuat siapa saja ingin muntah.
Sontak, mendengar ucapan Irga membuat beberapa penumpang melihat ke arahnya. Bisa-bisanya laki-laki tersebut berucap sedemikian rupa.
"Jingin micim-micim, itii kimi cimi tinggil nimi," kata Dayana merapatkan giginya dan tersenyum ke arah Irga. Bukannya takut, dirinya malah tertawa melihat gaya bicara Dayana saat itu.
"Mbik, cintik bingit kilii giti. Tipi, kisiin pimbici jidinyi," jawab Irga menirukan gaya bicara Dayana tadi.
"Kalian berasal dari negeri dongeng mana, Dek?" tanya salah satu ibu-ibu penumpang yang berada di samping Dayana.
"Kami dari negeri dongeng putri duyung, Buk. Mbak, pengen banget jadi putri duyung. Tapi, putri duyung asli menolak dirinya," celetuk Irga yang tak ditanya membuat ibu tersebut akhirnya melihat dirinya.
"Kenapa ditolak?"
"Karena putri duyung yang lain takut kalah saing karna kecantikan, Mbak," rayu Irga mengedipkan satu matanya ke arah Dayana yang kebetulan melihat dirinya.
'Demi apa pun, lenyapkan manusia di depanku saat ini. Aku rela, gak papa. Nih aku malu banget meskipun, ya, yang dia ucapkan benar,' batin Dayana yang mencoba menahan emosi dan menahan segala yang ingin keluar ketika mendengar penuturan Irga.
"Adik kamu, ya, Dek?" tanya ibu tersebut lagi pada Dayana.
"Bu—"
"Pacarnya, Bu. Saya pacar Mbaknya." Belum sempat Dayana berucap, Irga sudah lebih dulu memotong kalimatnya.
"Pak, berhenti!" ketus Dayana kepada supir angkot.
"Wah, ternyata Mbak sudah tak tahan ingin memakan aku hidup-hidup," ucap Irga pelan yang masih bisa di dengar dengan jelas oleh telinga Dayana meskipun tertutup hijab.
Setelah membayar uang ongkos, Dayana berjalan lebih dulu. Dirinya meninggalkan Irga yang padahal tak mengetahui daerah mana sekarang mereka berada, "Apa aku tinggalkan aja tuh, Bocil. Siapa tau dia di culik, atau di makan hidup-hidup sama Dinousorus," kekeh Dayana saat melihat Irga yang masih menunggu kembalikan angkotnya. Dayana dengan cepat bersembunyi di salah satu mobil yang kebetulan ada di dekatnya.
Irga memang lumayan sering mengikuti Dayana pergi, terkadang pun dirinya juga sering pergi bersama dengan teman-temannya. Namun, Irga bukanlah tipe anak yang mampu mengingat nama-nama jalan. Terlebih lagi, dirinya setiap bulannya akan berjalan jauh di suatu tempat dan itu membuat dirinya terkadang tak mampu menghafali nama-nama jalan daerahnya tersebut.
Irga memiliki komunitas anak motor, dirinya tergabung dalam komunitas itu semenjak masuk SMK. Tak jarang, kadang dirinya pun ikut balapan dengan temannya. Padahal, Rosmawati sudah melarang anak sulungnya untuk mengikuti hal-hal buruk seperti itu.
"Semoga nih mobil kagak bunyi atau jalan pas aku ngumpet," kata Dayana pelan sambil memperhatikan Irga yang sedang memasukkan uangnya ke saku celana.
"Lah, Mbak ke mana? Apa di makan sama keong, ya? Eh, keong makanan Mbak." Irga mulai menggaruk-garuk kepala yang tak gatal dan tak berpenghuni kutu melainkan; buaya, gajah dan gorila. Sambil melihat-lihat sekitar.
"Mbak di mana, ya? Masa tega meninggalkan cowok setampan, semanis dan se-aku ini," ujar Irga yang berpusing-pusing mencari keberadaan Dayana. Dirinya yakin seribu persen bahwa wanita yang meskipun membenci dirinya atau terusik karena hadirnya, tak akan tega meninggalkan sendirian.
Saat dirinya melihat-lihat, tanpa Dayana sadari kedua mata Irga melihat sosoknya yang tengah bersembunyi di mobil orang lain, "Oh ... Mbak mau bermain-main sama aku? Oke, Mbak. Jangan nangis, ya, nanti," ucap Irga yang di otaknya sudah terancang rencana untuk menjahili Dayana.
"Eh, dia lihat aku atau enggak sih tadi? Kayaknya enggak, dia 'kan rada buta. Eh, minus karena keseringan liat handphone mulu," kata Dayana yang tetap memperhatikan Irga dari jauh.
"Mbak ... Mbak," panggil Irga yang berjalan pergi meninggalkan tempat turunnya mereka.
"Lah, kok tuh Bocil malah pergi. Seharusnya kayak di pelem-pelem, dong. Dia nemuin aku, eh atau dia akan bersiap-siap buat ngagetin aku dari belakang?" tanya Dayana kebingungan dengan apa yang terjadi.
Setelah menunggu sepuluh menit lamanya, Dayana akhirnya beranjak dari sembunyian dan melihat ke mana arah Irga pergi. Jujur, dirinya khawatir sama Irga meskipun dirinya beban. Udah beban keluarga, beban tetangga pula. Bagi kalian yang beban sama kayak Author, boleh dicoba jadi beban tetangga. Mana tahu, seru gitu.
Dayana melihat-lihat setiap orang yang berlewatan, mana tahu orang tersebut menyembunyikan Irga, "Mampus, mana lagi nih si Bocil. Kalau dia kenapa-kenapa, aku gimana? Eh, kenapa jadi aku gimana? Maknya bisa marah besar sama aku, habis itu aku dituntut karena gak becus jadi babunya tuh Bocil," rutuk Dayana dengan wajah cemas meskipun entah itu cemas beneran atau palsu semata.
Saat dirinya berjalan, ia melihat ada preman yang sedang melancarkan aksinya entah sama siapa. Dengan penasaran, Dayana melihat orang yang di palak preman tersebut, 'Ha? Irga. Astagfirullah nih Bocil, buat masalah aja,' batin Dayana melihat wajah menyedihkan Irga.
"Tolong ... ada preman di sini, mau malak anak hilang. Tolong ...," teriak Dayana. Seketika preman tersebut langsung melihat ke arah belakang yang terdapat Dayana, preman tersebut langsung lari sebelum orang pada ramai berdatangan. Suasana jalan masih lumayan sepi di daerah mereka sekarang, mungkin dikarenakan masih pukul empat sore. Biasanya akan ramai saat mau dekat dengan Magrib.
"Lu gak papa?" tanya Dayana mendekati Irga yang terduduk.
"Mbak ke mana aja, sih? Iya, Irga tau Irga cuma beban buat Mbak. Tapi, jangan tinggalin Irga juga kali Mbak. Kalau tadi Irga kenapa-kenapa, berkurang beban orang tua Irga," ujar Irga dengan wajah sedih.
"Ya, mmm ... bagus dong kalau berkurang. Kamu, gak boleh menyiksa seseorang Irga. Alhamdulillah, kamu gak jadi beban lagi," jawab Dayana.
'Dasar si Mbak, gak peka banget jadi orang. Nyebelin tingkat akut!' batin Irga yang tak habis pikir dengan jalan kerja otak orang yang ada di depannya.
Irga bangkit dan meninggalkan Dayana begitu saja, "Dih, Cil. Ntar, lu kena copet lagi!" teriak Dayana yang melihat jalan Irga menghentak-hentak tanah.
"Lagian, heran liat preman. Kok yang di palak beban orang tua, beban negara noh di palak. Ehh," kekeh Dayana dan berlari mengejar Irga. Lumayan, setidaknya Irga merasakan dikejar wanita jangan selalu dikejar angsa betina saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments