Tidak Ada Diet

"Dih, ngapain lu bilang calon menantu sama Mama lu, Cil?" tanya Dayana dengan tatapan tajam.

"Eh, jadi apa Mbak? Istri 'kan belum?"

"Serah lu dah serah!"

Dayana berjalan lebih dulu, melihat-lihat orang yang begitu ramai berjalan dengan pasangan atau keluarganya. Dayana sudah sampai di tempat yang biasanya berjejer para pedagang untuk menjajakan jualannya, atau yang biasa disebut street food.

Dayana duduk di bangku yang berjualan bakso, cukup ramai pengunjungnya membuat Dayana tertarik untuk mencoba bagaimana rasa dari bakso tersebut. Irga juga ikut duduk di samping Dayana, mereka sedikit jauh untuk tetap menciptakan jarak. Bagaimana pun juga, mereka bukan mahram yang bisa bersentuhan.

"Kok tumben banget ramai orang ya, Mbak?" tanya Irga yang melihat jalanan semakin ramai dipenuhi oleh orang-orang.

"Iya, emangnya ada apaan, sih?"

Dayana melihat tanggal di ponselnya, "Oh, pantesan aja."

"Kenapa, Mbak?"

"Besok udah mulai puasa ternyata, jadi mereka puaskan jajan-jajan hari ini deh."

"Emangnya besok kagak bisa beli, apa?"

"Kan, puasa."

"Kan, bisa BDD," ujar Irga menaikkan alisnya dan tersenyum ke arah Dayana. Dayana diam dan mengingat apa arti BDD, tetapi dirinya tak mendapatkan jawaban dari ingatannya.

"Apaan, BDD?"

"Masa, Mbak gak tau. Dih, gak gaul Mbak mah. Mangkanya, pertemanan itu harus semakin di luaskan agar mengerti bahasa-bahasa gaul zaman sekarang."

"Enggak, emangnya apa? Untuk apa punya temen tapi pas kita susah dan berada di bawah mereka gak ada? Gak guna!"

"Buka diam-diam, Mbak."

"Sesat kamu, Irga!"

"Irga sesat? Mereka yang sesat, Mbak!"

"Dahlah, payah melawan Bocil."

"Tapi, Irga gak mau udah mencintai Mbak," goda Irga dan berhasil membuat Dayana mengalihkan pandangannya. Mereka menunggu pemilik warung bakso untuk menanyakan pesanan mereka, memang seperti itu cara pesannya. Dikarenakan pemilik warung bakso takut lupa, mungkin.

"Gue mau nanya ke lu, Cil!" ujar Dayana dengan wajah serius. Irga yang tadinya tengah fokus ke handphone akhirnya melihat ke arah Dayana dan mematikan handphone.

"Nanya apa, Mbak?"

"Jawab serius, tapi!"

"Lah, Irga mana pernah gak serius. Termasuk cinta Irga ke Mbak."

"Bisa ae lu, Kang Somay!"

"Mengambil kesempatan dalam percakapan dong, Mbak."

"Bukannya kesempitan?"

"Ini bukan gang, Mbak. Jadi, gak akan sempit."

"Serah lu, Bocil. Serah!"

Pemilik warung pun datang dengan kertas yang bisa dipastikan untuk mencatat pesanan pembeli, "Mau pesan apa, Mbak?" tanya pemilik warung tersenyum ramah.

"Mie bakso sama teh manis, ya, Pak," jawab Dayana dengan tersenyum kembali.

"Salah, Pak. Mie ayam bakso dua, baksonya banyak. Sama es Kurnia dua, kalau ada pangsit kasih pangsitnya, ya, Pak," potong Irga pembicaraan Dayana dan pemilik warung

"Itu aja?" tanya pemilik warung.

"Untuk saat ini itu aja, Pak. Nanti kalau udah habis dan dia belum kenyang, maka akan pesan lagi," kata Irga dengan wajah datarnya. Dayana hanya diam dan melihat apa yang dilakukan laki-laki di depannya itu.

"Oke, Mas. Bentar, ya!" Pemilik warung pergi setelah mendapatkan pesanan yang mereka inginkan. Irga kembali fokus ke handphone miliknya, entah apa yang sedang dirinya lihat.

"Itu kebanyakan, Cil!" bentak Dayana dengan wajah emosinya.

Irga mendiamkan Dayana beberapa menit, jarinya begitu lincah mengetikkan sesuatu di papan keyboard. Setelah selesai, Irga mematikan handphone dan melihat wajah Dayana yang sudah datar sedatar-datarnya. Irga hanya menampilkan senyum tipis di bibirnya, sedangkan Dayana membuang pandangannya karena emosi.

"Mbak kemarin muntah 'kan? Kenapa, karena masuk angin, bukan? Mbak, terlalu jarang makan. Jadi, makan itu yang banyak jangan sedikit banget. Kalau emang gak nafsu makan, bilang biar kita cari tempat makan yang buat Mbak nafsu," ujar Irga yang mampu membuat Dayana tercengang.

'Dari mana dia tau? Perasaan gue kagak keras banget deh muntahnya kemarin,' batin Dayana yang heran dengan Irga.

"Emang sengaja, gue mau diet Cil!" bantah Dayana.

"Kenapa mau diet?"

"Lu kagak liat gue gendut gini? Gue malu, kali. Gimana gue mau dapat pasangan hidup kalo kayak gini terus, siapa yang mau sama orang gendut?!" repet Dayana menjelaskan. Padahal, Dayana sama sekali tidak gendut. Tinggi 158 cm dan berat badan sekitar 50 kg, sama sekali tak memperlihatkan gendutnya. Memang benar, pipi Dayana sedikit bulat akibatnya. Tapi, bukankah kebanyakan laki-laki memang menyukai pipi wanita yang bulat atau yang lebih biasa dikenal dengan chubby.

"Mbak ... gak ada yang perlu Mbak turunkan termasuk berat badan. Jika memang dia mencintai, Mbak. Dia akan terima apa adanya dirimu, Mbak. Gini, kalau Mbak udah mati-matian sampe sakit begini demi dia agar berat badan Mbak ideal. Terus, dianya tetap gak mau sama Mbak tetap aja Mbak gak akan dapat dia."

"Lagian, ya. Seseorang yang mencintai dirimu akan menerima dirimu apa adanya, Mbak. Mau kamu gendut, pendek, kurus, tinggi, hitam, putih. Dia, gak akan peduli dengan hal tersebut. Karena cinta bukan hanya berawal dari fisik," sambung Irga yang seolah sudah benar-benar bagaikan seorang motivator.

Dayana menatap beberapa menit ke arah Irga, kemudian suara tawanya pecah dan membuat Irga kebingungan apa penyebabnya, "Cil-cil, gaya lu kayak udah pernah mengarungi percintaan aje! BAB aja masih minta temenin sama Emak!" ejek Dayana tertawa dengan sesekali memegang perutnya akibat sakit terlalu berlebihan tertawa. Irga hanya menampilkan wajah datarnya melihat kelakuan wanita di depannya itu.

'Kasian, mana udah tua. Pantasan aja kagak laku-laku, nih Authornya kayaknya kebolak ngasih umur. Masa, gue yang dewasa pemikirannya sedangkan si Mbak malah kayak bocil' batin Irga yang kembali memainkan handphone miliknya menunggu Dayana selesai tertawa.

"Oh, iya! Gue mau nanya sesuatu, dong," sambung Dayana setelah tawanya mereda.

"Apa, Mbak?" tanya Irga dengan wajah serius.

"Bagaimana pandangan lu terhadap wanita yang datang ke tempat laki-laki, tanpa adanya suatu kepentingan dan juga hanya sendirian menemui laki-laki tersebut," ujar Dayana menautkan kedua tangannya ke dada.

"Sebentar, Mbak nanya begini karena kenapa?"

"Enggak, nanya aja. Kamu tinggal jawab."

"Menurut Irga, dia gak tau tentang syariat islam. Karena, hal tersebut tidak baik bagi mata yang melihatnya terlebih dia seorang wanita. Kecuali, dia datang dengan tujuan yang jelas dan mengharuskan dia menemui laki-laki tersebut itu pun harus berdua jangan sendirian. Gak boleh wanita datang sendirian ke tempat laki-laki apa pun itu alasannya," tegas Irga dengan senyuman.

Terkadang, mereka memang suka menampung hal-hal yang menurut mereka membingungkan dan saling diungkapkan untuk melihat dari sudut pandang masing-masing. Dayana pun kadang tak sungkan-sungkan meminta pendapat dari Irga tentang persoalan yang terkadang wanita tersebut tak mampu pecahkan sendiri.

Begitu pula dengan Irga, dirinya kadang suka bertanya soal apa yang dirinya tak ketahui. Meskipun, dirinya terkesan selalu bercanda dan menggoda Dayana. Namun, Dayana selalu mampu terpukau dengan jawaban laki-laki yang baru berusia tujuh belas tahun tersebut.

Terpopuler

Comments

Sulaiman Efendy

Sulaiman Efendy

KEREN JUGA NIHH SI IRGA... CUKUP FAHAM MSLH SYARIAT ISLAM

2023-03-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!