JJS = Jalan-jalan Sengsara

Karena merasa bosen dengan aktivitas yang dilakukannya, Dayana berniat untuk makan bakso di pinggir jalan sore ini, karena kalau di tengah jalan maka dia akan ditabrak atau dianggap tidak waras oleh para penghuni jalan. Tidak lupa, Dayana membawa rantang yang tadi pagi Irga bawakan untuknya.

"Ini, kalau nanti diantar langsung ke rumah si Bocil apa dia gak minta ikut? Kalau dia ikut nanti gimana?" tanya Dayana bimbang dikarenakan rantang yang dipegangnya.

"Heleh, palingan dia gak ada di rumah juga. Biasanya juga ngumpul sama temen Ep-epnya," sambung Dayana dan mengunci pintu. Dirinya terlebih dahulu sudah melaksanakan kewajiban sebagai umat muslim, Dayana berjalan ke samping rumahnya karena memang rumah mereka bersebelahan.

"Assalamualaikum, Buk!" teriak Dayana tanpa mengetuk pintu.

"Waalaikumsalam, Mbak," jawab Irga dengan tangan kiri memegang handphone.

"Nah, makasih!" Dayana langsung memberi rantang tanpa berkata apa-apa lagi, dirinya sangat malas jika harus bertemu dengan Irga.

"Mbak ... tunggu!" teriak Irga.

Dayana tak memperdulikan teriakan remaja yang menjelang dewasa itu, ia tetap berjalan mencari angkot atau apa saja untuk dia naiki agar sampai di warung bakso.

"Mbak gak budeg 'kan?" tanya orang yang tiba-tiba ada di samping Dayana dengan ngos-ngosan.

Dayana yang kaget dengan keberadaan Irga langsung berhenti dan sedikit berteriak, dirinya tak mendengar suara langkah Irga, "Mau ngapain lu, Cil?" tanya Dayana yang heran dengan keberadaannya.

"Ya, mau ikut sama Mbaklah!" seru Irga dengan percaya dirinya.

"Gue emangnya mau ke mana?" tanya Dayana bersedekap.

"Makan bakso? Beli roti, cilok, boba, es cream, cimol, batagor, gula-gula, crepes. Intinya, Mbak pasti mau menghabiskan uang," tutur Irga dengan senyuman Pepsod*nt merasa dirinya bisa menebak ke mana Dayana akan pergi.

'Buset, nih Bocil pintar banget. Lagian, aku kalau pergi kali-kali ketemu ama Ayang, kek. Jangan ketemu sama laki orang mulu!' batin Dayana menatap geram orang yang berada di depannya.

"Gue kagak ke warung bakso dan ke tempat yang lu sebutin tadi, Cil," elak Dayana dengan wajah yang dibuat seserius mungkin.

"Jadi, ke mana?" tanya Irga mengerutkan alisnya.

"Ketemuan sama Ayang, dong. Lu kira gue jomlo, ape?!"

Dayana mulai melangkahkan kakinya mencari alat transportasi yang akan membawanya, Irga ternyata tak tinggal diam. Dia mengikuti wanita tersebut dari belakang, merasa ada yang mengikuti Dayana berhenti dan memasang wajah datarnya ke arah Irga.

"Lu mau ke mana?"

"Mau ikut sama, Mbak."

"Dih, ngapain?"

"Mau liat, Ayang Mbak."

"Kenapa diliat segala?"

"Masih cakepan aku apa dia? Kalau cakepan aku, masih kalah jauh dah dia itu. Mending Mbak sama aku aja, kalau Mbak rindu aku tinggal pura-pura minta gula aja sama Mama. Nanti pasti dikasih dan sekaligus bisa jumpa aku, kok. Gak perlu jauh-jauh naik angkot seperti ini," rayu Irga panjang kali lebar kepada Dayana. Sedangkan Dayana hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar ucapan manusia di depannya ini.

"Cakepan dialah, ya, kali kamu."

"Masa? Kok gak pernah dibawa ke sini? Ganteng doang, gak berani jemput ceweknya."

"Diam deh lu, Cil. Aelah!"

Dirinya kembali melanjutkan langkahnya dan membiarkan Irga ikut, tak mungkin bisa melarang orang yang saat ini ada di sampingnya untuk tak mengikuti dirinya. Karena, itu sama saja Dayana pun harus tak jadi pergi yang awalnya memang ingin membeli bakso.

"Kamu punya duit?" tanya Dayana saat sudah sampai di halte tempat menunggu angkot yang lewat.

"Ada dong, Mbak. Kenapa? Mbak mau aku bayari baksonya? Gak usah cowok, Mbak itu. Ntar, kalau putus dia malah buka bon sama Mbak."

"Bon apa?"

"Bon makan bakso Mbak, parkir motor dia, uang minyak dia atau yang lainnya."

"Lu tau beginian dari mana dah? Kayak orang dewasa aja omongan lu, Cil."

"Aku emang udah dewasa, Mbak. Mbak aja yang selalu manggil aku Bocil atau Cil," protes Irga yang tak terima dengan nama panggilan dari Dayana.

"Dih, emang masih bocil juga lu," ucap Dayana tertawa melihat ucapan demi ucapan yang keluar dari bibir Irga.

"Dewasa itu bukan dilihat dari umurnya, Mbak. Akan tetapi, dari cara dia berpikir dan juga dewasa adalah saat seseorang tersebut tidak menyalahkan orang lain atas kegagalan yang di dapatkannya. Lagian ... coba deh, Mbak berdiri!"

Dayana yang tadinya duduk seketika berdiri ketika disuruh oleh Irga, "Kenapa?" tanya Dayana yang kebingungan apa sebabnya dirinya disuruh berdiri.

Irga mendekat tapi tetap memberikan jarak di antara mereka, "Mbak bisa liat? Mbak lebih bocil daripada aku," kata Irga meluruskan tangannya di depan hidungnya.

Dayana yang melihat hal tersebut langsung menatap malas ke arah Irga, lagi-lagi tinggi badan selalu menjadi jawabannya. Sedangkan Dayana selalu mematokkan umur untuk men-cap seseorang.

"Niatnya mau jalan-jalan sore, malah jalan-jalan sengsara," ujar Dayana memilih duduk kembali.

"Siapa yang membuat, Mbak sengsara?" tanya Irga yang berada di samping Dayana tengah bersandar di besi.

"Lu, Bocil!"

"Lah, kok Irga yang tampan ini bisa buat Mbak sengsara? Padahal Irga gak minta gendong sama Mbak dan gak paksa Mbak buat cinta balik ke Irga, lho."

Mendengar kalimat terakhir, Dayana menatap geram Irga. Dirinya berdiri dan menghentikan angkot serta langsung masuk tanpa memperdulikan Irga yang memang tak diajak atau diundang, Irga tertawa dan masuk ke angkot duduk berhadapan dengan Dayana. Namun, Dayana memilih mengalihkan pandangannya tak ingin rasanya melihat orang yang saat ini duduk di depannya.

'Sabar, Dayana. Bagaimana pun Mamanya sangat baik padamu, jangan sampai kau hilangkan anak sulungnya ini. Sabar, jangan tunjukkan jiwa sikopetmu,' batin Dayana saat sekilas melihat ke arah Irga yang tersenyum memperhatikan dirinya.

Irga memang anak pertama dari dua bersaudara, dirinya memiliki adik cewek yang masih TK. Adiknya pun dekat juga dengan Dayana, namun tidak terlalu sering mereka bermain bersama diakibatkan Dayana yang sibuk dengan kariernya.

Seperti yang selalu dikatakan Dayana kepada Irga ketika laki-laki tersebut bertanya, mengapa dirinya begitu keras bekerja. Padahal, Dayana adalah anak satu-satunya sudah pasti kelak seluruh harta akan jatuh padanya bukan untuk orang lain.

Namun, dirinya selalu menjawab, "Allah memberi anggota tubuh, kemampuan, kepintaran kepada masing-masing manusia untuk manusia tersebut berusaha sendiri bukan malah berpangku tangan dan berharap kepada manusia lain."

Tak heran, Irga semakin jatuh cinta dengan wanita tersebut. Jawaban yang keluar dari mulutnya selalu mampu membius laki-laki tersebut untuk semakin jatuh cinta yang begitu dalam pada sosoknya.

Sebenarnya, Dayana tidak terlalu suka jika jalan-jalan sendirian. Itu membuat dirinya menjadi ingat tentang masa lalu terlebih pada tunangannya yang selingkuh pada wanita lain, dirinya sedikit bahagia ketika Irga berinisiatif menemaninya tanpa dipinta atau diberi kode terlebih dahulu. Lagian, bukankah memang seperti itu wanita? Sok jual mahal atau lebih tepatnya gengsi, atau malah berpikir takut merepotkan? Biarlah itu menjadi pikiran para kaum datang bulan tersebut.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!