'Gak papa deh, hilang gocap demi bayar tuh preman. Yang penting dikejar sama, Mbak. Kapan lagi, Mbak ngejar aku,' batin Irga yang senyum-senyum mendengar suara Dayana yang sesekali memanggil dirinya.
"Woy! Kagak berhenti lu, gue tinggal beneran dah ini. Ngerepotin aja jadi, Bocah!" teriak Dayana yang mengancam Irga. Irga langsung berhenti dan berjalan mengarah ke Dayana dikarenakan wanita tersebut yang sudah terduduk akibat letih mengejar Irga.
"Gini, nih kalau udah tua. Lari dikit, auto lemah dan rindu kasur. Mangkanya, Mbak. Tiap minggu itu olahraga, bakar lemak bukan malah tambah lemak," celetuk Irga dan duduk di samping Dayana.
"Lu, ya! Dosa ngatain orang yang lebih tua, inikan karna aku pake sepatu pansus beginian. Coba kalo pake swallow pasti gak akan capek."
"Itu, gak sakit 'kan Mbak? Maksudnya, gak lecet kaki Mbak?" tanya Irga dikarenakan Dayana menggunakan kaos kaki. Tentu saja dirinya tak bisa melihat keadaan kaki Dayana.
"Gak, kok. Tenang aja."
"Lagian, kenapa pake sepatu yang begituan dah?"
"Biar cantik kayak cewek lainnya."
"Dan, Mbak nyaman dengan apa yang Mbak pake sekarang?"
"Sedikit, sih," ujar Dayana jujur. Karena, emang Dayana tak terlalu menyukai menggunakan heels atau pansus. Bahkan, jika ingin ke tempat kerja dirinya menggunakan sendal jepit dan di kantor nanti baru menggunakan heels itupun jika bertemu dengan client atau atasannya.
"Mbak, gak perlu harus jadi orang lain jika Mbak gak nyaman dengan apa yang Mbak pake tersebut. Jika cowok itu benar cinta sama, Mbak. Dia gak akan menuntut Mbak harus jadi kayak orang lain."
"Tapi, nyatanya gak ada cowok yang seperti itu."
"Ada, Mbak aja yang gak tau. Mbak terlalu mencari yang sempurna hingga lupa dengan yang selalu ada."
"Siapa?" tanya Dayana dengan menautkan alisnya. Tentu saja sangat-sangat susah mencari laki-laki seperti itu di zaman sekarang, karena laki-laki itu ingin wanita yang sempurna.
"Ini, orang yang ada di hadapan Mbak. Jangan tutup mata banget mangkanya, jadi gak bisa lihat kalau ada cowok bukan hanya tampan tapi juga menerima apa adanya," ujar Irga menampilkan senyum manisnya.
Tanpa aba-aba, tas Dayana mendarat ke badan Irga. Bisa-bisanya laki-laki tersebut selalu saja bercanda saat orang lain menganggap pembicaraan itu sudah sangat serius.
"Lah, Mbak kenapa?" tanya Irga yang kebingungan namun sudah tertawa akibat melihat wajah emosi Dayana.
"Orang serius juga, bisa-bisanya becanda mulu. Herman gue liat lu, Cil," ujar Dayana mengalihkan perhatiannya.
"Lah, aku serius Mbak. Kita mau di sini aja? Biar aku ambil kresek."
"Buat apa kresek segala?"
"Biar minta-minta, Mbak. Eh, jangan deh. Aku minta hati, Mbak aja susah banget dikasihnya apalagi uang para mereka yang bekerja seharian."
"Dih, nih Bocil nyebelin banget dah! Ada permintaan yang terkadang tidak bisa diwujudkan, salah satunya aku dan kau yang tak bisa jadi kita."
"Tapi ...," ucap Irga menaik-turunkan alisnya.
Dayana menekuk alisnya bingung dengan apa yang dimaksud oleh Irga, "Tapi apaan?"
"Tapi, Mbak sayang 'kan?"
Dayana langsung berpura-pura seolah muntah akibat mendengar ucapan Irga, Irga tertawa hingga memegang perutnya karena ulah Dayana. Sungguh, gembel yang bahagia. Ehh ....
"Eh, lu mau ngapain, Cil?" tanya Dayana saat melihat Irga yang melepas sepatu miliknya.
"Mbak pake ini aja, kasian ntar kaki Mbak pada lecet. Masa, Umi dari anak-anak aku kelak kakinya lecet gara-gara sendal."
"Dih, gak papa juga. Kamu pake apaan, ntar?"
"Tenang, Irga bisa beli sendal nanti. Mbak pake aja, lepas dah tu sendal. Mangkanya, lain kali kalo sendalnya menyakiti artinya dia bukan ukuran Mbak. Sama, kayak ...,"
"Suttttt ...," ujar Dayana dan menutup bibirnya dengan satu jari telunjuk isyarat diam kepada Irga.
"Kenapa, Mbak?" tanya Irga sembari tertawa.
"Gue udah tau pasal itu, Cil. Habis itu pasti ujung-ujungnya lu bahas ke percintaan, ntar gue bilang ke Mak lu dah. Biar dinikahkan lu nanti."
"Emangnya, Mbak udah siap?"
"Siap paan?"
"Siap nikah? Kan, Irga nikahnya sama Mbak."
"Diam gak tuh congor! Kalo gak diam juga, gue teriakin maling dah lu!" bentak Dayana yang sudah sangat-sangat muak dengan Irga. Dirinya tetap memakai sepatu Irga meskipun sangat kebesaran.
"Meskipun tidak menyakiti, jika tidak nyaman maka tetap juga tak layak untuk dipakai," sambung Dayana menunjuk ke arah kakinya yang masih sangat berlebih di sepatu Irga.
Dayana pergi duluan dan meninggalkan sepatu pansus yang tadinya ia pakai dari rumah, "Dasar, Mbak. Untung aja imut, coba kalo enggak. Ogah juga aku mau sama, Mbak. Mana kalo olahraga mudah capek, pikun, pemalas, tukang rebahan, masak gak tau, doyan makan untung aja kagak gemuk," kekeh Irga men-spill kelakuan buruk Dayana. Mau tak mau, dirinya meninting sepatu milik Dayana dan mengikuti ke mana langkah wanita tersebut.
"Mau sendal apa?!" teriak Dayana kepada Irga yang masih jauh darinya, keadaan sekitar sudah mulai ramai orang apalagi di hari minggu. Namun, jika sudah berdua bukankah dunia dirasa hanya milik berdua yang lainnya; ngekost, ngontrak dan numpang.
"Terserah, Mbak aja," ujar Irga yang berlari ke arah Dayana.
"Jangan kayak cewek, deh!" komentar Dayana dengan wajah datar.
"Lah, emangnya cewek doang yang bisa pake kalimat itu? Cowok juga bisa kali, Mbak. Di mana letak, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia-nya kalau begitu?"
"Emangnya kamu rakyat Indonesia?"
"Iya, dong."
"KTP-nya mana?"
"Ya, belum dibuat."
"Artinya, kamu masih pendatang di Indonesia ini. Kamu belum diakui oleh negara."
"Masa gitu, Mbak?"
"Iyalah. Kamu masih pendatang, hayo ...."
"Dih, Mbak nipu anak kecil aja kerjaannya," bantah Irga dan memalingkan wajahnya dengan tangan tetap memegang sepatu Dayana.
"Sok ngambek pula lu, Cil," kekeh Dayana melihat wajah Irga yang tak ada imut-imutnya.
"Ya, udah kita beli sendal dulu. Udah sore banget ini, ntar kamu dicariin sama Mama kamu pula," sambung Dayana dan mulai berjalan kembali. Ketika mereka ingin melanjutkan perjalanan yang entah ke mana.
"Ini, Mbak takut aku dicariin sama Mama. Atau ... Mbak takut aku ketemu dengan wanita-wanita lainnya di jalan ini dan mereka jatuh cinta sama aku?"
"Terlalu percaya diri juga gak terlalu baik untukmu, apalagi masih muda."
"Bukannya anak muda itu harus percaya diri, ya, Mbak? Apalagi di zaman sekarang sedikit sekali anak muda yang percaya diri, merasa selalu saja insecure dengan bentuk fisik yang sudah Allah ciptakan."
"Iya, itu masalah pendidikan atau lainnya. Bukan pula percaya diri masalah percintaan, Suirga!" Irga terkekeh ketika merasa berhasil membuat Dayana lagi dan lagi merasa kesal padanya, jika tak membuat wanita tersebut kesal sehari saja seolah ada yang kurang dalam hidupnya.
"Halo, Ma?" Tiba-tiba handphone milik Irga berbunyi membuat mereka berhenti sejenak untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Aku lagi sama calon menantu, Mama."
"Biasa, Mbak Dayana," ucap Irga santai tanpa melihat Dayana yang sudah melotot dikarenakan jawabannya yang seolah tanpa malu.
"Jingin sembiringan ngomong! Nanti, jadi fitnah!" geram Dayana dengan gigi yang di tautkan.
"Sudah dulu, ya, Ma. Assalamualaikum," salam Irga mematikan panggilan dari Mamanya yang mungkin khawatir dikarenakan dirinya tak kunjung pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Miss Tiya😊
lumayan bagus koh novelnya.. ada unsur komedinya
sukses ya thor... semangatt
2022-12-20
0