Ibu, Aku Juga Anakmu
...'Kenapa ibu memperlakukan aku berbeda?'...
...—Pelangi—...
Bab 1
"Pelangi, lantai terasa licin. Kamu pel dulu lantainya! Setelah itu sapu halaman, sampah dedaunan pisah sama sampah yang lainnya!" Perintah Senja pada putri keduanya yang kini sedang mencuci piring.
"Iya, Bu," sahut Pelangi dan dia mempercepat pekerjaannya.
Setelah selesai mencuci piring Pelangi pun menyapu dulu lantai sebelum dia mengepelnya. Saat dia menyapu ruang keluarga, kakaknya sedang asik menonton televisi.
"Kak, kalau nggak sedang mengerjakan PR, bantuin menyapu halaman," pinta Pelangi.
"Apaan, sih. Ibu yang menyuruh kamu, kenapa kamu lempar sama aku. Aku juga lagi mengerjakan PR," balas Embun yang kini membuka buku miliknya yang tadi dibiarkan tergeletak begitu saja di meja.
Pelangi hanya menarik napasnya dan melanjutkan melakukan pekerjaannya. Dia harus cepat-cepat karena sebentar lagi waktunya film kartun kesukaannya akan tayang.
"Kak Pelangi, biar aku saja yang menyapu halaman," ucap Lembayung yang juga kebetulan sedang menonton televisi juga di sana.
"Terima kasih, Dek. Nanti menyiram biar sama kakak. Berat ambil air pakai ember," balas Pelangi senang karena adiknya mau membantu.
Pelangi dengan gesit melakukan semua pekerjaan menyapu dan mengepel lantai. Dia lanjutkan dengan menyiram tanaman dan memisahkan sampah dedaunan yang biasanya dijadikan pupuk kompos. Sementara itu, sampah plastik atau kertas di masukan ke tong sampah. Begitulah keseharian dari keluarga Senja dan Awan, beserta ketiga putri mereka.
***
"Bu, belikan aku sepatu, ya!" pinta Embun sambil merengek kepada Senja.
"Memang sepatu kamu kenapa?" tanya Senja yang sedang membuat adonan kue.
"Sudah tidak nyaman saat dipakai. Apalagi, saat turun hujan. Kalau berjalan takut terpeleset," kata Embun beralasan, padahal dia ingin sepatu model baru yang sedang tren saat ini.
"Iya, nanti jika ibu punya uang," balas Senja menanggapi ucapan putri sulungnya. Kalau tidak begitu Embun akan marah.
"Ih, Kak Embun banyak sekali permintaannya. Kemarin lusa minta dibelikan kaos seragam kelas. Lalu, Minggu kemarin minta uang untuk membeli kalkulator. Selama sebulan ini sudah berapa kali Kak Embun minta uang sama Ibu. Beli bedak, parfum, dan pembalut. Semua meminta sama Ibu," timpal Lembayung bersungut-sungut karena kakak sulungnya itu selalu mudah minta sesuatu kepada orang tuanya.
"Doakan saja, agar ibu punya banyak uang. Agar bisa memberikan apa yang kalian mau," tukas Senja yang kini memotong-motong pisang dengan ukuran kecil.
"Tuh, dengar. Kamu ini masih kecil, kakak ini sudah besar, jadi banyak kebutuhannya," sahut Embun yang duduk di meja makan sambil ngemil keripik pisang.
"Bu, aku sudah dari bulan lalu, minta dibelikan buku LKS (Lembar Kerja Siswa), belum juga ibu berikan uangnya," ujar Pelangi yang sedang membantu membersihkan daun pisang untuk bungkus nagasari yang akan dibuat oleh Senja.
Senja membanting sendok yang sedang dia pakai untuk menyinduk adonan. Hal ini membuat ketiga anak perempuan itu terkejut dan terdiam ketakutan.
"Pelangi! Kamu tahu nggak kalau sekarang dagangan bapak itu sedang sepi," amuk Senja sambil melotot ke arah Pelangi.
Anak perempuan yang kini sedang duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar itu ketakutan. Dia menundukkan kepalanya dengan tangan memegang kuat lap yang tadi dipakai untuk membersihkan daun pisang.
"Kamu 'kan, bisa pinjam sama teman kamu dulu!" lanjut Senja.
Ibunya tidak tahu berapa banyak soal yang harus Pelangi tulis tiap ada tugas dari gurunya. Bahkan kini buku tulisnya hampir habis hanya untuk menulis soal-soal tugas pekerjaan rumahnya. Tentu saja hal ini membuat jari tangan Pelangi sakit bahkan kadang berdarah karena terlalu lama menulis.
***
Pelangi selalu bangun jauh sebelum matahari terbit. Dia kadang membantu bapaknya membuat dagangan. Profesi Awan adalah tukang dagang cilok. Dia pergi jualan mulai jam 08:00:00 dan pulang saat petang hari.
"Pelangi, apa kamu sudah beli buku LKS?" tanya Awan sambil membulatkan adonan yang sudah diberi isi.
"Belum, Pak. Ibu belum punya uang," jawab Pelangi lirih.
"Loh, uang untuk beli buku itu sudah bapak kasihkan sama ibu dari minggu kemarin," balas Awan.
Pelangi terdiam tidak membalas ucapan bapaknya. Dia merasa kalau itu dipakai ibunya untuk memenuhi permintaan Embun akan kebutuhannya. Bukan hal yang aneh jika ibunya selalu lebih mengutamakan kepentingan kakaknya itu.
"Berapa harga buku itu? Bapak lupa," tanya Awan.
"Lima belas ribu rupiah, Pak," jawab Pelangi.
"Nih, bapak baru punya 5.000. Kamu simpan dulu uang ini, nanti sisanya bapak kasih. Mudah-mudahan dagangan hari ini laris, sehingga bapak bisa kasih kamu tambahnya," ucap Awan sambil menyerahkan selembar uang kertas.
"Terima kasih, Pak." Pelangi sangat senang sekali.
***
"Pelangi, kamu mau ambil dagangan es, nggak hari ini?" tanya Bi Mar seorang pembuat es bulbul.
"Ambil, Bi Mar," jawab Pelangi senang.
Pelangi biasanya ke sekolah suka sambil jualan. Jika tidak habis saat istirahat, dia akan menjajakannya sambil pulang ke rumah. Pelangi akan ambil keuntungan 100 rupiah tiap bijinya. Sehari dia bisa menjual 20 sampai 50 biji, tergantung cuaca.
"Nih, isinya 50 biji. Oh, iya. Ada titipan dari Bi Eneng, katanya ini keripik isinya 20 bungkus," kata Bi Mar sambil menyerahkan sekeresek keripik singkong buatan Bi Eneng.
"Terima kasih, Bi Mar. Semoga hari ini semua barang jualan ini laris manis," ujar Pelangi diiringi senyum manisnya.
***
Hari ini semua barang dagangan Pelangi laku saat jam istirahat. Dia punya keuntungan 5.000 dari jualan es bulbul dan 2.000 dari jualan keripik.
"Lumayan buat nambah beli buku LKS. Jika digabungkan dengan uang yang diberi tadi sama bapak, total 12.000 jadi kurang 3.000," ucap Pelangi bahagia.
Saat pulang sekolah sepatu Pelangi mengelupas lemnya sehingga sepatunya mangap seperti minta di lem lagi. Terlihat wajahnya sendu, karena dia merasa kalau ibunya pasti akan mengomelinya. Padahal sepatu itu adalah bekas Embun dulu saat masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar.
Pelangi berjalan sambil menyeret kakinya. Begitu sampai ke rumah, ternyata Senja sedang memanen buah mangga yang ada di depan rumah.
"Kenapa kaki kamu?" tanya Senja sambil melihat ke arah kaki Pelangi.
"Lem sepatunya lepas, Bu," sahut Pelangi sambil mengangkat kakinya dan terlihat sepatu itu mengaga memperlihatkan kaos kaki.
"Ada lem di atas kusen pintu dapur. Kamu bersihkan dulu kotorannya, baru di lem," kata Senja dan melanjutkan kegiatannya tadi.
Pelangi hanya tersenyum miris. Saat sepatu bekas itu rusak, dia disuruh memperbaikinya sendiri. Sementara itu, sepatu milik kakaknya yang masih terlihat bagus boleh minta ganti sama yang baru.
"Bu, apa tidak bisa memberikan aku sepatu yang baru," kata Pelangi lirih dan itu membuat Senja menghentikan kegiatannya.
"Apa kamu bilang? Kamu sadar nggak dengan omongan yang baru saja keluar dari mulut kamu?" Senja melotot kepada Pelangi.
Pelangi menahan sakit di hati dan dadanya terasa sesak. Matanya juga mulai terasa panas.
'Sebenarnya aku ini anak siapa? Kenapa ibu memperlakukan aku berbeda?'
***
Dukung karya aku ini, ya. Tadinya aku mau up novel ini untuk bulan Desember, karena cover sudah muncul di FB jadi aku up kan bulan ini.
Ambilah jika ada nilai kebaikan dari karya ini, bukan niat aku membuat sosok ibu yang jahat atau pilih kasih, itu semua pasti ada sebabnya. Sosok Senja kebalikan dengan tokoh yang akan aku buat nanti. Peluncuran karya jadi terbalik, niatnya bulan ini mau novel yang berjudul : Innallaha ma'ana (Sesungguhnya Allah Bersama Kita)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Adelia Rahma
apakah pelangi anak kandung senja atau bukan sih kok di bedain gitu
2023-10-19
0
Abie Mas
kasian pelangi
2023-09-06
1
Nm@
Menarik, kak
2023-01-01
1