...'Kenapa ibu memperlakukan aku berbeda?'...
...—Pelangi—...
Bab 1
"Pelangi, lantai terasa licin. Kamu pel dulu lantainya! Setelah itu sapu halaman, sampah dedaunan pisah sama sampah yang lainnya!" Perintah Senja pada putri keduanya yang kini sedang mencuci piring.
"Iya, Bu," sahut Pelangi dan dia mempercepat pekerjaannya.
Setelah selesai mencuci piring Pelangi pun menyapu dulu lantai sebelum dia mengepelnya. Saat dia menyapu ruang keluarga, kakaknya sedang asik menonton televisi.
"Kak, kalau nggak sedang mengerjakan PR, bantuin menyapu halaman," pinta Pelangi.
"Apaan, sih. Ibu yang menyuruh kamu, kenapa kamu lempar sama aku. Aku juga lagi mengerjakan PR," balas Embun yang kini membuka buku miliknya yang tadi dibiarkan tergeletak begitu saja di meja.
Pelangi hanya menarik napasnya dan melanjutkan melakukan pekerjaannya. Dia harus cepat-cepat karena sebentar lagi waktunya film kartun kesukaannya akan tayang.
"Kak Pelangi, biar aku saja yang menyapu halaman," ucap Lembayung yang juga kebetulan sedang menonton televisi juga di sana.
"Terima kasih, Dek. Nanti menyiram biar sama kakak. Berat ambil air pakai ember," balas Pelangi senang karena adiknya mau membantu.
Pelangi dengan gesit melakukan semua pekerjaan menyapu dan mengepel lantai. Dia lanjutkan dengan menyiram tanaman dan memisahkan sampah dedaunan yang biasanya dijadikan pupuk kompos. Sementara itu, sampah plastik atau kertas di masukan ke tong sampah. Begitulah keseharian dari keluarga Senja dan Awan, beserta ketiga putri mereka.
***
"Bu, belikan aku sepatu, ya!" pinta Embun sambil merengek kepada Senja.
"Memang sepatu kamu kenapa?" tanya Senja yang sedang membuat adonan kue.
"Sudah tidak nyaman saat dipakai. Apalagi, saat turun hujan. Kalau berjalan takut terpeleset," kata Embun beralasan, padahal dia ingin sepatu model baru yang sedang tren saat ini.
"Iya, nanti jika ibu punya uang," balas Senja menanggapi ucapan putri sulungnya. Kalau tidak begitu Embun akan marah.
"Ih, Kak Embun banyak sekali permintaannya. Kemarin lusa minta dibelikan kaos seragam kelas. Lalu, Minggu kemarin minta uang untuk membeli kalkulator. Selama sebulan ini sudah berapa kali Kak Embun minta uang sama Ibu. Beli bedak, parfum, dan pembalut. Semua meminta sama Ibu," timpal Lembayung bersungut-sungut karena kakak sulungnya itu selalu mudah minta sesuatu kepada orang tuanya.
"Doakan saja, agar ibu punya banyak uang. Agar bisa memberikan apa yang kalian mau," tukas Senja yang kini memotong-motong pisang dengan ukuran kecil.
"Tuh, dengar. Kamu ini masih kecil, kakak ini sudah besar, jadi banyak kebutuhannya," sahut Embun yang duduk di meja makan sambil ngemil keripik pisang.
"Bu, aku sudah dari bulan lalu, minta dibelikan buku LKS (Lembar Kerja Siswa), belum juga ibu berikan uangnya," ujar Pelangi yang sedang membantu membersihkan daun pisang untuk bungkus nagasari yang akan dibuat oleh Senja.
Senja membanting sendok yang sedang dia pakai untuk menyinduk adonan. Hal ini membuat ketiga anak perempuan itu terkejut dan terdiam ketakutan.
"Pelangi! Kamu tahu nggak kalau sekarang dagangan bapak itu sedang sepi," amuk Senja sambil melotot ke arah Pelangi.
Anak perempuan yang kini sedang duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar itu ketakutan. Dia menundukkan kepalanya dengan tangan memegang kuat lap yang tadi dipakai untuk membersihkan daun pisang.
"Kamu 'kan, bisa pinjam sama teman kamu dulu!" lanjut Senja.
Ibunya tidak tahu berapa banyak soal yang harus Pelangi tulis tiap ada tugas dari gurunya. Bahkan kini buku tulisnya hampir habis hanya untuk menulis soal-soal tugas pekerjaan rumahnya. Tentu saja hal ini membuat jari tangan Pelangi sakit bahkan kadang berdarah karena terlalu lama menulis.
***
Pelangi selalu bangun jauh sebelum matahari terbit. Dia kadang membantu bapaknya membuat dagangan. Profesi Awan adalah tukang dagang cilok. Dia pergi jualan mulai jam 08:00:00 dan pulang saat petang hari.
"Pelangi, apa kamu sudah beli buku LKS?" tanya Awan sambil membulatkan adonan yang sudah diberi isi.
"Belum, Pak. Ibu belum punya uang," jawab Pelangi lirih.
"Loh, uang untuk beli buku itu sudah bapak kasihkan sama ibu dari minggu kemarin," balas Awan.
Pelangi terdiam tidak membalas ucapan bapaknya. Dia merasa kalau itu dipakai ibunya untuk memenuhi permintaan Embun akan kebutuhannya. Bukan hal yang aneh jika ibunya selalu lebih mengutamakan kepentingan kakaknya itu.
"Berapa harga buku itu? Bapak lupa," tanya Awan.
"Lima belas ribu rupiah, Pak," jawab Pelangi.
"Nih, bapak baru punya 5.000. Kamu simpan dulu uang ini, nanti sisanya bapak kasih. Mudah-mudahan dagangan hari ini laris, sehingga bapak bisa kasih kamu tambahnya," ucap Awan sambil menyerahkan selembar uang kertas.
"Terima kasih, Pak." Pelangi sangat senang sekali.
***
"Pelangi, kamu mau ambil dagangan es, nggak hari ini?" tanya Bi Mar seorang pembuat es bulbul.
"Ambil, Bi Mar," jawab Pelangi senang.
Pelangi biasanya ke sekolah suka sambil jualan. Jika tidak habis saat istirahat, dia akan menjajakannya sambil pulang ke rumah. Pelangi akan ambil keuntungan 100 rupiah tiap bijinya. Sehari dia bisa menjual 20 sampai 50 biji, tergantung cuaca.
"Nih, isinya 50 biji. Oh, iya. Ada titipan dari Bi Eneng, katanya ini keripik isinya 20 bungkus," kata Bi Mar sambil menyerahkan sekeresek keripik singkong buatan Bi Eneng.
"Terima kasih, Bi Mar. Semoga hari ini semua barang jualan ini laris manis," ujar Pelangi diiringi senyum manisnya.
***
Hari ini semua barang dagangan Pelangi laku saat jam istirahat. Dia punya keuntungan 5.000 dari jualan es bulbul dan 2.000 dari jualan keripik.
"Lumayan buat nambah beli buku LKS. Jika digabungkan dengan uang yang diberi tadi sama bapak, total 12.000 jadi kurang 3.000," ucap Pelangi bahagia.
Saat pulang sekolah sepatu Pelangi mengelupas lemnya sehingga sepatunya mangap seperti minta di lem lagi. Terlihat wajahnya sendu, karena dia merasa kalau ibunya pasti akan mengomelinya. Padahal sepatu itu adalah bekas Embun dulu saat masih duduk di kelas 6 Sekolah Dasar.
Pelangi berjalan sambil menyeret kakinya. Begitu sampai ke rumah, ternyata Senja sedang memanen buah mangga yang ada di depan rumah.
"Kenapa kaki kamu?" tanya Senja sambil melihat ke arah kaki Pelangi.
"Lem sepatunya lepas, Bu," sahut Pelangi sambil mengangkat kakinya dan terlihat sepatu itu mengaga memperlihatkan kaos kaki.
"Ada lem di atas kusen pintu dapur. Kamu bersihkan dulu kotorannya, baru di lem," kata Senja dan melanjutkan kegiatannya tadi.
Pelangi hanya tersenyum miris. Saat sepatu bekas itu rusak, dia disuruh memperbaikinya sendiri. Sementara itu, sepatu milik kakaknya yang masih terlihat bagus boleh minta ganti sama yang baru.
"Bu, apa tidak bisa memberikan aku sepatu yang baru," kata Pelangi lirih dan itu membuat Senja menghentikan kegiatannya.
"Apa kamu bilang? Kamu sadar nggak dengan omongan yang baru saja keluar dari mulut kamu?" Senja melotot kepada Pelangi.
Pelangi menahan sakit di hati dan dadanya terasa sesak. Matanya juga mulai terasa panas.
'Sebenarnya aku ini anak siapa? Kenapa ibu memperlakukan aku berbeda?'
***
Dukung karya aku ini, ya. Tadinya aku mau up novel ini untuk bulan Desember, karena cover sudah muncul di FB jadi aku up kan bulan ini.
Ambilah jika ada nilai kebaikan dari karya ini, bukan niat aku membuat sosok ibu yang jahat atau pilih kasih, itu semua pasti ada sebabnya. Sosok Senja kebalikan dengan tokoh yang akan aku buat nanti. Peluncuran karya jadi terbalik, niatnya bulan ini mau novel yang berjudul : Innallaha ma'ana (Sesungguhnya Allah Bersama Kita)
Teman-teman baca sampai selesai, ya. Jangan di skip biar terbaca oleh sistem. Lalu, kasih like, komentar, dan 🌟🌟🌟🌟🌟. Semoga hari ini kalian bahagia dan dimudahkan rezekinya.
***
Bab 2
"Pelangi, kamu bersama Anton dan Budi akan mewakili sekolah kita cerdas cermat se-kota madya. Waktunya minggu depan, jadi kamu harus persiapkan diri untuk perlombaan itu," kata wali kelas Pelangi.
"Iya, Pak. Saya akan semakin giat belajar," balas Pelangi.
Pelangi pun memberi tahu hal ini kepada ibunya. Biasanya kedua orang tua selalu ikut menonton dan memberikan dukungan.
"Ibu, bisa datang juga 'kan, ke acara cerdas cermat aku nanti?" tanya Pelangi.
"Ibu, hari itu teman-teman aku mau main ke sini. Masa nggak ada Ibu di rumah, nanti mereka akan bicara yang enggak-enggak soal Ibu." Embun menyerobot ucapan Pelangi.
Pelangi melirik ke arah kakaknya. Dia sangat kesal sama kakaknya sekarang. Dia tahu kalau kakaknya itu tidak bisa menjamu tamu yang datang ke rumah.
"Siapa saja dari pihak guru yang akan ikut?" tanya Senja setelah terdiam tadi.
"Paling seperti biasa. Pak Dedi selaku wali kelas sama Kepala Sekolah," jawab Pelangi.
"Nanti Ibu akan titipkan kamu sama Pak Kepala Sekolah. Kalau ada apa-apa, kamu bicara saja sama dia," balas Senja.
Pelangi rasanya ingin menangis saat itu juga. Dulu, setiap Embun mengikuti acara cerdas cermat, seluruh keluarganya harus ikut memberikan dukungan. Bahkan, bulan lalu saat Embun ikut olimpiade, mereka semua juga harus ikut mengantar ke kota sebelah.
Pelangi pun bicara sama Awan dan meminta untuk ikut mengantar dirinya. Dia berharap ada keluarga yang memberikan dukungan padanya.
"Baiklah, bapak akan ikut. Jadi, hari itu bapak tidak akan buat adonan buat jualan," kata Awan sambil mengusap kepala Pelangi.
Pelangi merasa tidak enak hati pada ayahnya. Gara-gara dia, bapaknya tidak bisa jualan.
"Aku juga ingin ikut, Pak!" Lembayung datang dan bergelayut pada Awan.
Mendengar itu, Pelangi merasa sangat senang. Dia menjadi lebih bersemangat untuk belajar.
***
Manusia berencana, Tuhan-lah yang menentukan. Itulah yang terjadi pada Pelangi saat ini. Di hari acara lomba cerdas cermat, Awan jatuh sakit dan Lembayung dilarang ikut karena tidak akan ada yang menjaganya nanti saat di sana. Jadinya, tidak ada seorang pun keluarga dia yang memberikan dukungan.
"Kamu, jangan lemas begitu. Yang semangat, pulang bawa kabar gembira buat bapak," ucap Awan memberikan semangat pada Pelangi.
"Iya, Pak," balas Pelangi menahan rasa ingin menangis.
"Kakak, pulang bawa piala, ya! Biar semakin banyak piala punya Kakak," kata Lembayung yang kini ikut rebahan di samping Awan sambil memeluknya.
"Iya, Dek."
***
Pelangi sangat bisa berharap menjadi juara dalam acara lomba cerdas cermat tingkat kotamadya. Agar dia bisa membuktikan kalau dia juga bisa berprestasi. Selama ini ibunya selalu membanggakan Embun yang merupakan murid paling cerdas dan teladan di angkatannya. Dia sejak kelas 1 Sekolah Dasar sampai sekarang selalu juara 1 dan juara umum.
Sementara itu, Senja selalu mendapatkan peringkat juara 2. Sebenarnya dia bukan tidak mampu menjadi juara 1, itu karena Senja tidak pernah memberikan fasilitas yang sama antara Embun dengan Pelangi. Semua keperluan Embun baik secara materi maupun moral selalu didukung penuh oleh Senja. Bahkan Embun ikut les bahasa Inggris dan gabung di sanggar kesenian tradisional.
Pelangi sendiri tidak pernah ikut kegiatan seperti itu. Alasannya karena nggak ada uang lagi, hanya cukup untuk satu orang. Namun, dua tahun lalu Lembayung ikut sanggar anak. Hal ini karena dia memiliki bakat dalam bernyanyi dan menari. Memang Lembayung sering diminta untuk menari tarian daerah dan menyanyi jika ada kegiatan di lingkungannya atau acara di kepemerintahan. Pelangi hanya ingin ikut les bahasa Inggris karena dia sering ikut kegiatan lomba pidato atau berdongeng. Ternyata hadiah yang menggunakan bahasa Inggris itu lebih besar nominalnya.
Pelangi sering disebut 'mata duitan' sama teman-teman. Bukan yang suka morotin uang orang lain. Namun, dia akan semangat melakukan sesuatu yang bisa menghasilkan uang. Dia sering bawa dagangan ke sekolah, hanya untuk mendapatkan keuntungan dari barang dagangan milik tetangganya. Dia ikut lomba yang ada hadiah uang. Pelangi melakukan itu untuk bisa memenuhi keinginannya. Seragam sekolah, tas, sepatu, dan bajunya sehari-hari. Semua itu bekas Embun. Dia akan punya baju baru saat hari raya saja.
Pelangi bisa membeli barang baru, jika dia punya uang yang banyak. Dia melakukan hal seperti ini semenjak duduk di kelas 3. Dia juga dulu sering protes sama ibunya, jika dia juga ingin suatu barang. Setiap yang diminta oleh Embun pasti dikabulkannya, jika mampu. Kalau tidak, ya dia harus bersabar sampai uangnya terkumpul. Berbeda saat Pelangi meminta hal yang sama. Senja akan bilang, ''Kamu, jadi orang jangan iri sama saudara sendiri!''
Semenjak itu Pelangi sering merasa percuma saja minta sesuatu pada ibunya. Pastinya akan dikasih barang bekas Embun atau akan kena omelannya.
***
Tim Pelangi bisa lolos sampai ke final. Ketiga anak itu masih penuh semangat meski rasa lelah dan lapar mulai mereka rasakan.
"Ayo, kita makan siang dulu! Biar otak bisa lancar saat berpikir," kata ibunya Anton.
"Saya, juga bawa bekal, Jeng. Kita makan siang sama-sama di taman, saja." Mamanya Budi yang seorang guru pun ikut hadir memberikan dukungan kepada putranya.
"Pelangi, kamu bawa bekal?" tanya Anton.
"Bawa, ibu buatkan bekal yang banyak untuk aku makan siang bersama kalian," jawab Pelangi. Senja, membuatkan bekal agar anaknya tidak mengalami kelaparan. Ibunya itu memang memperhatikan urusan perut semua anggota keluarganya.
Setelah selesai makan siang, acara lomba cerdas cermat di lanjutkan lagi. Pelangi, Anton, dan Budi selalu kompak dalam menjawab semua pertanyaan. Akhirnya mereka pun mendapatkan juara 1. Masing-masing anak mendapatkan uang 300.000 rupiah, piala, dan piagam.
Pelangi pulang ke rumah dengan perasaan bahagia. Dia pun menyerahkan semua uang yang dia dapat kepada Senja.
"Bu, nanti aku belikan sepatu baru, ya!" pinta Pelangi.
"Iya. Besok akan ibu belikan," balas Senja setelah menerima uang itu.
***
Keesokan harinya, Senja membelikan ketiga anaknya sepatu. Pelangi sangat senang, begitu juga dengan Lembayung. Meski dirinya tidak meminta dibelikan sepatu, tetapi dibelikan juga oleh Senja. Dia membelikan sepatu dengan model yang sama dan ukuran berbeda-beda.
"Bu, kok aku dibelikan sepatu yang seperti ini. Mana nomornya kekecilan lagi. Tukuerin, Bu!" pinta Embun beralasan.
"Itukan sudah benar ukuran nomor kaki Kak Embun," ucap Pelangi karena dia tahu betul berapa nomor seperti dia dan saudaranya.
"Bu," kata Embun merengek.
"Iya. Ayo, kita ke pasar. Biar tidak diganti lagi nanti," balas Senja. Kedua orang itu pun pergi ke pasar menukarkan sepatu milik Embun.
***
"Kok, punya Kak Embun ganti model. Sepatu ini sangat mahal harganya. Hanya orang kaya yang bisa beli," ucap Lembayung protes.
"Kamu itu, iri saja. Karena sepatu ini yang pas di kaki milik kakak," tukas Embun dengan sewot.
Pelangi tahu berapa harga sepatu yang dibeli oleh Kakaknya itu. Satu pasang sepatu yang dibeli oleh Embun dua kali lipat dengan sepatu miliknya.
'Lagi-lagi ibu tidak bisa menolak keinginan Kak Embun. Sebenarnya ada apa dengan ibu?'
***
Akankah Pelangi bisa mendapatkan pengakuan dari Senja seperti halnya Embun? Tunggu kelanjutannya, ya!
Sambil menunggu up bab berikutnya. Yuk, baca juga karya teman aku ini. Kocak abis, deh. Cus meluncur ke karyanya.
Teman-teman baca sampai selesai, ya. Jangan di skip biar terbaca oleh sistem. Lalu, kasih like, komentar, dan 🌟🌟🌟🌟🌟. Semoga hari ini kalian bahagia dan sehat selalu.
***
Bab 3
Di sekolah Pelangi dan Lembayung, saat ini sedang diadakan lomba untuk memperingati hari kemerdekaan. Murid-murid sangat antusias mengikuti semua lomba yang di adakan oleh panitia.
Jiwa Pelangi langsung bangkit saat mencium adanya aroma hadiah. Dia mengikuti semua kegiatan lomba karena hadiah yang diberikan untuk sang juara lumayan banyak jenisnya. Tubuhnya yang kuat karena otot-ototnya sering digunakan untuk melakukan pekerjaan rumah, membuat Pelangi menjadi sosok lawan tangguh bagi semua murid-murid di sekolahnya. Semua lomba yang dia ikuti lolos ke final. Sementara itu, Lembayung hanya lolos di lomba balap kerupuk.
"Adek, dukung kakak biar jadi juara. Jika, banyak dapat hadiah, nanti kakak akan kasih satu sama Adek," kata Pelangi.
"Siap, Kak. Aku akan memberikan dukungan buat kakak!" kata Lembayung dengan penuh semangat.
Lembayung berteriak menyemangati kakaknya agar menjadi juara. Dia tidak lelah berteriak mengucapkan yel-yel agar bisa didengar oleh Pelangi di tengah suara teriakan teman-temannya.
Mendapat dukungan dari adiknya membuat Pelangi senang, sehingga dia sangat bersemangat. Satu persatu dia mendapatkan posisi juara. Mau itu juara 1, 2, ataupun 3. Pelangi 2 kali menjadi juara 1 dan hadiahnya mendapatkan tas gendong. Tentu saja dia sangat bahagia. Meski bukan tas mahal yang bergambar lucu, tetapi bagi dia punya tas baru dengan model yang sangat sederhana ini sangat membahagiakan. Selama ini dalam hidupnya dia baru satu kali dibelikan tas baru oleh ibunya saat masuk ke sekolah dasar. Sisanya dia mendapatkan bekas Embun.
"Adek, tasnya ada dua. Adek mau pilih warna apa?" tanya Pelangi sambil memperlihatkan dua tas berwarna pink dan kuning.
"Aku mau yang pink," kata Lembayung.
Sebenarnya Pelangi juga suka warna yang itu. Namun, demi adiknya yang sudah susah payah memberikan dukungan kepadanya, dia rela mengalah.
"Kakak, ini tempat pensilnya bagus, aku mau. Apalagi ini warna pink. Boleh aku minta?" tanya Lembayung dengan tatapan penuh harap.
Ditatap seperti itu oleh adiknya, mana bisa Pelangi menolak keinginannya. Akhirnya, dia pun memberikan kotak pensil hasil dari juara 2 dari lomba pukul air.
Pelangi pulang ke rumah dengan membawa banyak hadiah berupa, tas, buku, dan pensil. Dia dengan bangga bercerita kepada ibunya kalau dia berhasil menyambar semua juara di lomba itu.
"Kakak juga minta, dong. Nggak apa-apalah buku sama pensilnya," kata Embun.
Lalu, Pelangi pun memberikan 3 buah buku dan 1 buah pensil pada kakaknya. Namun, Embun ingin memilih sendiri buku-buku yang menurut dirinya bergambar bagus.
"Kakak ini di kasih hati minta jantung. Aku sudah kasih buku dan pensil, tapi ingin pilih sendiri. Aku juga suka dengan gambar itu," kata Pelangi menyindir Embun.
"Kamu nggak ikhlas! Ya, sudah kalau nggak mau ngasih. Tidak perlu bicara yang menyakiti hati orang lain," balas Embun sambil melemparkan buku-buku dan pensil itu ke arah Pelangi. Lalu, dia pergi ke kamar dan membanting keras pintunya.
Senja yang sedang berada di dapur terkejut mendengar suara pintu yang dibanting. Dia pun bergegas ke ruang keluarga di mana anak-anaknya tadi berada.
"Ada apa ini?" tanya Senja setengah berteriak karena tidak suka kalau anak-anaknya bertengkar.
"Kak Embun marah sama Kak Pelangi. Karena minta bukunya ditukar dengan gambar yang lain," jawab Lembayung.
"Apa?" Senja kini melotot ke arah putri keduanya.
"Pelangi—"
"Aku sudah kasih 3 buah buku sama Kak Embun. Tapi dia minta di tukar, aku nggak mau karena aku juga suka itu," potong Pelangi. Dia yakin kalau ibunya pasti akan langsung mengomel panjang lebar memarahinya.
"Kamu itu jadi orang, bisa mengalah nggak sama saudara kamu sendiri. Kalau kamu bertengkar dengan saudara kamu, nanti siapa yang akan membantu dan menolong kamu saat kesusahan," ucap Senja dengan menghardik Pelangi.
"Pasti kamu akan butuh saudara kamu yang lain," ucap Senja.
Pelangi diam, dia selalu tidak bisa membantah atau menolak omongan ibunya. Dia takut menjadi anak durhaka. Namun, dia juga lama-lama sering kesal jika terus diminta mengalah pada Embun. Dia sering bertanya pada dirinya, 'Kenapa harus selalu aku yang mengalah? Tidak pernah sekali pun kakaknya mengalah padanya.'
Senja pun mengetuk pintu kamar Embun. Namun, si sulung tidak mau membukakan pintu.
"Kak, kamu dengar suara ibu, 'kan?" Senja masih mengetuk pintunya.
"Buka pintunya!" pinta Senja dan Embun pun membuka pintu itu. Lalu, Senja masuk ke dalam untuk menenangkan hati putri sulungnya.
***
Kemarahan Embun kepada Pelangi sudah terjadi selama dua hari. Dia tidak pernah mengajak adiknya itu bicara. Jika ditanya juga sering diabaikan atau kalau menjawab juga dengan ketus.
Awan tidak tahu keadaan putri-putrinya. Sebab, dia berangkat pagi dan pulang petang. Jika, berkumpul bersama pun mereka terlihat biasa-biasa saja. Biasanya mereka akan mengerjakan tugas sekolah atau membaca di ruang keluarga.
"Pak, Minggu depan kakak akan mengikuti try out di kabupaten. Uang pendaftaran 10.000 rupiah. Harus dibayar paling lambat hari Jumat," kata Embun.
"Anak SMP kelas 1 sudah ada try out? Bapak kira itu untuk murid kelas 3," balas Awan sambil tersenyum tipis.
"Ada, dong, Pak. Pokoknya hari Jumat uang itu harus ada," kata Embun.
"Doakan biar dagangan bapak laris dan bisa bayar untuk try out," balas Awan.
"Kak Embun itu sebentar-sebentar minta uang. Untuk ini … untuk itu. Apa nggak tahu kalau sekarang ini dagangan Bapak sama Ibu itu lagi sepi," ucap Pelangi.
"Heh, aku itu disuruh oleh guru. Karena aku murid teladan, nggak kayak kamu," balas Embun menyindir Pelangi.
"Ya, kalau Kakak mau ikutan, Kakak juga harus ikut berusaha. Misal jualan makanan di sekolah, nanti keuntungannya bisa buat nambah-nambah," lanjut Pelangi. Dia merasa kasihan sama kedua orang tuanya yang sering banting tulang untuk mendapatkan banyak uang.
"Mau ditaruh di mana muka aku, jika jualan di sekolah. Aku nggak kayak kamu yang sering dipandang rendah oleh orang lain," bentak Embun sambil menunjuk kepada Pelangi.
"Embun!" Awan yang tidak pernah marah dan selalu berbicara lembut pada anak-anaknya kini meninggikan suaranya.
Suasana di ruang keluarga kini mendadak sepi, hanya ada suara dari televisi. Senja melotot ke arah Pelangi dan membuat anak itu menunduk merasa bersalah.
'Kenapa aku lagi yang disalahkan?'
***
Akankah Awan tahu keadaan para penghuni rumah yang selama ini dia kira selalu berjalan harmonis, ternyata tidak sesuai dugaannya? Tunggu kelanjutannya, ya!
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!