Teman-teman baca sampai selesai, ya. Jangan di skip biar terbaca oleh sistem. Lalu, kasih like, komentar, dan 🌟🌟🌟🌟🌟. Semoga hari ini kalian bahagia dan sehat selalu.
***
Bab 3
Di sekolah Pelangi dan Lembayung, saat ini sedang diadakan lomba untuk memperingati hari kemerdekaan. Murid-murid sangat antusias mengikuti semua lomba yang di adakan oleh panitia.
Jiwa Pelangi langsung bangkit saat mencium adanya aroma hadiah. Dia mengikuti semua kegiatan lomba karena hadiah yang diberikan untuk sang juara lumayan banyak jenisnya. Tubuhnya yang kuat karena otot-ototnya sering digunakan untuk melakukan pekerjaan rumah, membuat Pelangi menjadi sosok lawan tangguh bagi semua murid-murid di sekolahnya. Semua lomba yang dia ikuti lolos ke final. Sementara itu, Lembayung hanya lolos di lomba balap kerupuk.
"Adek, dukung kakak biar jadi juara. Jika, banyak dapat hadiah, nanti kakak akan kasih satu sama Adek," kata Pelangi.
"Siap, Kak. Aku akan memberikan dukungan buat kakak!" kata Lembayung dengan penuh semangat.
Lembayung berteriak menyemangati kakaknya agar menjadi juara. Dia tidak lelah berteriak mengucapkan yel-yel agar bisa didengar oleh Pelangi di tengah suara teriakan teman-temannya.
Mendapat dukungan dari adiknya membuat Pelangi senang, sehingga dia sangat bersemangat. Satu persatu dia mendapatkan posisi juara. Mau itu juara 1, 2, ataupun 3. Pelangi 2 kali menjadi juara 1 dan hadiahnya mendapatkan tas gendong. Tentu saja dia sangat bahagia. Meski bukan tas mahal yang bergambar lucu, tetapi bagi dia punya tas baru dengan model yang sangat sederhana ini sangat membahagiakan. Selama ini dalam hidupnya dia baru satu kali dibelikan tas baru oleh ibunya saat masuk ke sekolah dasar. Sisanya dia mendapatkan bekas Embun.
"Adek, tasnya ada dua. Adek mau pilih warna apa?" tanya Pelangi sambil memperlihatkan dua tas berwarna pink dan kuning.
"Aku mau yang pink," kata Lembayung.
Sebenarnya Pelangi juga suka warna yang itu. Namun, demi adiknya yang sudah susah payah memberikan dukungan kepadanya, dia rela mengalah.
"Kakak, ini tempat pensilnya bagus, aku mau. Apalagi ini warna pink. Boleh aku minta?" tanya Lembayung dengan tatapan penuh harap.
Ditatap seperti itu oleh adiknya, mana bisa Pelangi menolak keinginannya. Akhirnya, dia pun memberikan kotak pensil hasil dari juara 2 dari lomba pukul air.
Pelangi pulang ke rumah dengan membawa banyak hadiah berupa, tas, buku, dan pensil. Dia dengan bangga bercerita kepada ibunya kalau dia berhasil menyambar semua juara di lomba itu.
"Kakak juga minta, dong. Nggak apa-apalah buku sama pensilnya," kata Embun.
Lalu, Pelangi pun memberikan 3 buah buku dan 1 buah pensil pada kakaknya. Namun, Embun ingin memilih sendiri buku-buku yang menurut dirinya bergambar bagus.
"Kakak ini di kasih hati minta jantung. Aku sudah kasih buku dan pensil, tapi ingin pilih sendiri. Aku juga suka dengan gambar itu," kata Pelangi menyindir Embun.
"Kamu nggak ikhlas! Ya, sudah kalau nggak mau ngasih. Tidak perlu bicara yang menyakiti hati orang lain," balas Embun sambil melemparkan buku-buku dan pensil itu ke arah Pelangi. Lalu, dia pergi ke kamar dan membanting keras pintunya.
Senja yang sedang berada di dapur terkejut mendengar suara pintu yang dibanting. Dia pun bergegas ke ruang keluarga di mana anak-anaknya tadi berada.
"Ada apa ini?" tanya Senja setengah berteriak karena tidak suka kalau anak-anaknya bertengkar.
"Kak Embun marah sama Kak Pelangi. Karena minta bukunya ditukar dengan gambar yang lain," jawab Lembayung.
"Apa?" Senja kini melotot ke arah putri keduanya.
"Pelangi—"
"Aku sudah kasih 3 buah buku sama Kak Embun. Tapi dia minta di tukar, aku nggak mau karena aku juga suka itu," potong Pelangi. Dia yakin kalau ibunya pasti akan langsung mengomel panjang lebar memarahinya.
"Kamu itu jadi orang, bisa mengalah nggak sama saudara kamu sendiri. Kalau kamu bertengkar dengan saudara kamu, nanti siapa yang akan membantu dan menolong kamu saat kesusahan," ucap Senja dengan menghardik Pelangi.
"Pasti kamu akan butuh saudara kamu yang lain," ucap Senja.
Pelangi diam, dia selalu tidak bisa membantah atau menolak omongan ibunya. Dia takut menjadi anak durhaka. Namun, dia juga lama-lama sering kesal jika terus diminta mengalah pada Embun. Dia sering bertanya pada dirinya, 'Kenapa harus selalu aku yang mengalah? Tidak pernah sekali pun kakaknya mengalah padanya.'
Senja pun mengetuk pintu kamar Embun. Namun, si sulung tidak mau membukakan pintu.
"Kak, kamu dengar suara ibu, 'kan?" Senja masih mengetuk pintunya.
"Buka pintunya!" pinta Senja dan Embun pun membuka pintu itu. Lalu, Senja masuk ke dalam untuk menenangkan hati putri sulungnya.
***
Kemarahan Embun kepada Pelangi sudah terjadi selama dua hari. Dia tidak pernah mengajak adiknya itu bicara. Jika ditanya juga sering diabaikan atau kalau menjawab juga dengan ketus.
Awan tidak tahu keadaan putri-putrinya. Sebab, dia berangkat pagi dan pulang petang. Jika, berkumpul bersama pun mereka terlihat biasa-biasa saja. Biasanya mereka akan mengerjakan tugas sekolah atau membaca di ruang keluarga.
"Pak, Minggu depan kakak akan mengikuti try out di kabupaten. Uang pendaftaran 10.000 rupiah. Harus dibayar paling lambat hari Jumat," kata Embun.
"Anak SMP kelas 1 sudah ada try out? Bapak kira itu untuk murid kelas 3," balas Awan sambil tersenyum tipis.
"Ada, dong, Pak. Pokoknya hari Jumat uang itu harus ada," kata Embun.
"Doakan biar dagangan bapak laris dan bisa bayar untuk try out," balas Awan.
"Kak Embun itu sebentar-sebentar minta uang. Untuk ini … untuk itu. Apa nggak tahu kalau sekarang ini dagangan Bapak sama Ibu itu lagi sepi," ucap Pelangi.
"Heh, aku itu disuruh oleh guru. Karena aku murid teladan, nggak kayak kamu," balas Embun menyindir Pelangi.
"Ya, kalau Kakak mau ikutan, Kakak juga harus ikut berusaha. Misal jualan makanan di sekolah, nanti keuntungannya bisa buat nambah-nambah," lanjut Pelangi. Dia merasa kasihan sama kedua orang tuanya yang sering banting tulang untuk mendapatkan banyak uang.
"Mau ditaruh di mana muka aku, jika jualan di sekolah. Aku nggak kayak kamu yang sering dipandang rendah oleh orang lain," bentak Embun sambil menunjuk kepada Pelangi.
"Embun!" Awan yang tidak pernah marah dan selalu berbicara lembut pada anak-anaknya kini meninggikan suaranya.
Suasana di ruang keluarga kini mendadak sepi, hanya ada suara dari televisi. Senja melotot ke arah Pelangi dan membuat anak itu menunduk merasa bersalah.
'Kenapa aku lagi yang disalahkan?'
***
Akankah Awan tahu keadaan para penghuni rumah yang selama ini dia kira selalu berjalan harmonis, ternyata tidak sesuai dugaannya? Tunggu kelanjutannya, ya!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Adelia Rahma
ya Allah kenapa selalu pelangi yg jd korban
2023-10-19
1
Abie Mas
horor kali si senja
2023-09-06
1
Susilawati Rela
ayahnya kurang komunikasi sama anak...🤔
2022-10-06
1