Menikah Tanpa Cinta
Udara pagi masih terasa dingin ketika seorang wanita muda yang bernama Yanti, sedang mengayuh sepeda menyusuri jalanan yang masih sepi. Raut wajahnya tampak bahagia menjalani aktivitas yang dilakukannya setiap pagi.
Setiap pagi, dia harus mengantarkan koran ke rumah-rumah yang sudah menjadi langganannya.
Pekerjaan ini baginya sangat menyenangkan dan sudah dijalaninya sejak SMA. Selain bisa mendapatkan uang, dirinya juga menganggap pekerjaannya ini sebagai olahraga pagi. Jika orang kaya berolahraga di sebuah gym, Yanti berolahraga dengan mengayuh sepeda hingga berkilo-kilo jauhnya.
Diasuh di keluarga yang serba kekurangan, tidak menjadikan Yanti minder atau menyalahkan takdir. Yanti malah menjadi lebih bersemangat untuk mengubah nasib. Yanti, adalah nama yang diberikan ayahnya sejak mereka bertemu.
Entah kenapa, pagi ini badannya terasa capek. Sedangkan pagi ini jam 9, dia sudah harus pergi untuk wawancara kerja di sebuah Mall sebagai pelayan.
Waktu sudah menunjukan pukul 8 ketika Yanti baru beranjak dari rumah langganan terakhirnya. Satu jam lagi, wawancaranya akan segera berlangsung.
Yanti mengayuh sepedanya semakin kuat dan kencang tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri. Sampai di persimpangan, Yanti berusaha mengerem sepedanya karena tiba-tiba ada sepeda motor yang melaju kencang dari arah depan. Yanti membelokkan sedikit sepedanya ke samping dan srettt...
Sepeda Yanti menyerempet dan menggores bodi sebuah mobil yang kebetulan sedang parkir di pinggir jalan. Mobil yang terlihat mewah dan pasti sangat mahal.
Seorang laki-laki keluar dari dalam mobil dengan wajah penuh amarah. Dia menatap goresan yang diakibatkan oleh sepeda Yanti.
Yanti agak ketakutan, tetapi dia ingat jika hari ini dia harus segera pergi untuk melakukan wawancara. Sebelum pemilik mobil itu marah, Yanti segera minta maaf dan berniat pergi.
"Maaf, saya nanti akan ganti rugi. Tapi salah Bapak juga, kenapa memarkir mobilnya disini. Saya pamit pergi dulu ya," ucap Yanti pelan.
Yanti berniat mengayuh sepedanya kembali, ketika tiba-tiba laki-laki itu menarik bagian belakang sepeda Yanti hingga Yanti tidak bisa menggerakkan sepedanya. Yanti menarik sepedanya dengan kuat, namun kekuatan dia kalah jauh dari kekuatan laki-laki itu.
"Mau lari?"
Laki-laki itu bernama Deni. Deni memiliki badan yang tegap dan berperawakan tinggi. Wajahnya tampan dengan bibir yang sedikit tebal tapi seksi. Deni bekerja sebagai manajer di perusahaan milik ayahnya, Hendra.
"Tidak, pak. Saya tidak ingin lari. Tapi izinkan saya pergi, karena hari ini saya ada wawancara kerja. Saya sangat butuh pekerjaan itu," jawab Yanti sambil sedikit memohon.
"Tidak bisa. Kamu lihat hasil perbuatanmu. Kamu tahu berapa harga mobil ini, hah?!" ucap Deni marah.
"Saya tidak tahu. Tapi saya janji, saya akan memberi bapak biaya perbaikannya," ucap Yanti memohon.
"Kalau begitu, berikan sekarang!" teriak Deni.
"Saya tidak memiliki uang. Saya harus bekerja dulu mencari uang. Baru nanti saya akan memberi anda uangnya," ucap Yanti ketakutan.
"Mana bisa begitu!"
"Anda bisa memberi saya surat hutang. Nanti pasti saya akan membayarnya, jika saya memiliki uang. Saya berjanji, saya tidak akan berbohong."
Deni berpikir sejenak, melihat kondisi gadis yang ada didepannya memang pastilah bukan orang kaya. Bahkan bisa dibilang, dia pasti orang miskin. Seberapa besar dia memaksa, Gadis itu tidak akan memiliki uang untuk biaya perbaikan.
"Baiklah, saya akan memberi kamu surat hutang. Dan kamu harus segera membayarnya atau kamu akan aku jebloskan ke penjara sebagai penipu," ucap Deni kesal.
"Ya, iya. Baik, baik. Saya tahu, bapak baik sekali. Terima kasih," ucap Yanti lega.
Deni menulis di selembar kertas yang diambilnya dari dalam mobilnya. Disitu tertulis dengan jelas bahwa yang bertandatangan dibawah ini memiliki hutang dan harus segera dibayar. Jika tidak saya bersedia masuk penjara.
Pria itu menyerahkan kertas itu pada Yanti dan meminta Yanti untuk menandatanganinya beserta nama lengkap.
Yanti menatap lembar kertas hutang yang ada ditangannya. Setelah itu dia menuliskan namanya beserta tandatangan.
Tetapi sepertinya Deni tidak puas dengan surat hutang yang telah ditanda tangani oleh Yanti.
"Sepertinya kalau hanya sekedar surat ini saja, kamu masih bisa lepas. Karena aku tidak tahu alamat rumah dan nomor ponselmu. Bagaimana jika kamu melarikan diri?" kata Deni menatap Yanti tajam.
"Tidak mungkin saya lari, Pak. Tolonglah Pak, pagi ini saya ada janji dengan seseorang. Ini sangat penting. Ini demi masa depan saya," ucap Yanti memelas.
"Berikan KTP mu padaku!"
"Setelah itu, Bapak akan membiarkan saya pergi?" tanya Yanti.
"Tentu saja," ucap Deni.
Yanti segera menyerahkan KTP miliknya pada Deni. Setelah itu, dia bergegas pergi dengan sepedanya menuju tempat wawancara. Untung saja, giliran dia belum dipanggil.
Setelah keluar dari ruang tempat wawancara berlangsung, mereka tampak gembira, itu berarti mereka pasti diterima. Karena kebetulan Mall ini baru dan pasti akan banyak merekrut pegawai baru. Biarpun hanya menjadi pelayan, tapi bisa memiliki gaji yang tetap setiap bulan.
Nama Yanti, akhirnya dipanggil juga. Yanti tampak gugup dan hampir tidak bisa berkata-kata. Ternyata syarat bekerja di sini cukup mudah. Lulusan SMA sederajat dan mau berdandan. Tapi bagi Yanti yang tidak pernah berdandan, hal itu menjadi hal yang sulit untuk dilakukan.
Setelah berpikir sejenak, Yanti memutuskan untuk menerima pekerjaan itu dan belajar berdandan. Hanya berdandan, soal cantik atau tidak bukan urusan dia. Dan itulah yang yang sedang dia pikirkan saat ini.
Dengan perasaan senang, Yanti keluar dari ruang wawancara.
Yanti bergegas pulang dengan gembira. Sepanjang jalan, Yanti bernyanyi kecil sambil tersenyum. Menebar kebahagiaan dengan tetangga dekat rumah dengan senyum manisnya.
Sampai di rumah, Yanti terkejut karena ada sebuah mobil yang sangat di kenalnya terparkir di depan rumahnya.
"Pak Hendra," gumamnya.
Yanti segera memarkir sepedanya. Dia berjalan masuk dan melihat pak Hendra sudah duduk di ruang tamu.
"Yanti, Pak Hendra sudah lama menunggumu," kata pak Hadi, ayah Yanti.
"Tidak juga. Aku tahu jam segini kamu pasti sedang mengantar koran. Santai saja, Yanti," kata pak Hendra sambil tersenyum.
"Maaf, Om. Tadi Yanti wawancara kerja dulu," jawab Yanti sambil menyalami dan mencium punggung tangan pak Hendra.
"Yanti, bapak mau istirahat. Kamu temani pak Hendra dulu," kata pak Hadi.
"Ya, ayah. Ayah memang harus banyak-banyak istirahat. Biar segera sembuh," kata Yanti.
"Saya istirahat dulu, pak Hendra."
"Iya, Pak Hadi. Semoga segera sembuh," kata pak Hendra.
Pak Hadi segera melangkah masuk untuk beristirahat meninggalkan mantan bosnya bersama Yanti. Pak Hadi bekerja sebagai sopir pak Hendra. Kali ini pak Hendra datang, selain menjenguk pak Hadi, juga menemui Yanti.
"Kemarin aku tawari pekerjaan, kamu tidak mau. Kenapa sekarang kamu malah wawancara kerja?" tanya pak Hendra penasaran.
"Yanti pingin usaha cari kerja sendiri."
"Terus, apa kamu di terima?"
"Sudah, Om. Walaupun hanya sebagai pelayan Mall, tapi Yanti senang, kok," jawab Yanti.
"Padahal, pekerjaan yang kemarin Om tawarkan padamu, jauh lebih baik dari sekedar pelayan Mall. Tapi, Om hargai keputusan kamu. Om bawakan kamu, peralatan make up dan kecantikan," kata pak Hendra sambil menyerahkan barang yang dibawanya kepada Yanti.
"Untuk apa semua ini, Om. Yanti tidak membutuhkannya," kata Yanti berusaha menolak.
"Jangan menolak. Om lihat, selama ini kamu tidak pernah memakai make up. Kamu itu seorang gadis, berdandan lah sedikit supaya kamu terlihat lebih cantik dan menarik," kata pak Hendra sambil menghela nafas.
Yanti memasang wajah manyun mendengar ucapan pak Hendra. Hubungan keduanya memang sudah terjalin sejak lama.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
@ £I£I$ Mυɳҽҽყ☪️
ada gelagat aneh nih kayanya,
2022-11-08
0
@ £I£I$ Mυɳҽҽყ☪️
assalamualaikum kak Eni, aku mampir
2022-11-08
3