“Wan, buka pintunya.” Dean mengetuk pintu kamar Hermawan dengan sopan. Suara Dean terdengar lembut, hampir sepuluh menit Dean memanggil laki-laki yang berstatus sebagai suaminya tersebut, hingga pada akhirnya pintu itu terbuka.
“Ada apa?!” nada suara masih terdengar kesal, tidak suka atas apa tindakan yang Dean lakukan, karena gadis kecil itu menganggu aktifitasnya saat mengobati luka di sudut bibir.
“Apa kamu memegang kunci kamar itu?” Dean menunjuk satu kamar di sisi berlawanan dengan kamar Hermawan, laki-laki itu terlihat binggung dan berpikir sejenak, ia tidak memberitahu Dean bahwa ruangan di hadapanya adalah kamar kosong, bagaimana mungkin Dean mengetahui bahwa ruangan itu adalah kamar.
“Untuk apa?”
“Aku tahu kamu membenciku, karena itu aku tidak akan menganggumu, aku akan tidur di sana.” Dean bahkan tersenyum mengatakan itu semua.
“Bagus kalau kamu tahu diri!” Hemawan ketus.
Ia masuk ke kamarnya beberapa saat kemudian melemparkan sebuah kunci tepat kearah Dean berdiri tapi kunci itu tidak bisa di sambutnya, hingga jatuh ke lantai, Dean segera berjongkok mengambil kunci itu.
“Terimakasih.” ucap Dean, gadis itu segera menyeret kopernya ke kamar itu.
‘Gadis yang aneh, kemarin ia datang dengan sikap yang tidak sopan dan bertindak seenaknya. Mengapa sekarang ia terlihat lemah dan patuh, seharusnya ia marah saat aku memperlakukanya dengan tidak sopan seperti tadi?’
****
“Ini bahkan tidak bisa disebut kamar.” gumam Dean.
Kamar itu terlihat kecil bahkan hanya seperempat ukuran kamar di rumahnya, warna dinding kamarnya hanya putih, terdapat sebuah tempat tidur berukuran untuk satu orang, serta sebuah lemari pakaian yang tidak terlalu besar terdapat juga sebuah meja lengkap dengan kursi dan sebuah kaca yang berukuran kecil tergeletak diatas meja.
“Bersih” gumam Dean setelah membuka pintuh kamar mandi, ia menilai sesaat, tidak ada bak untuk berendam, hanya ada sebuah shower yang mengantung di sana dan sebuah kloset duduk.
Gadis itu menarik napas dalam, ia hanya binggung mengapa ayahnya menyuruh ia menikahi laki-laki yang jauh dari kata ‘Kaya’, Dean bahkan bisa membeli apartemen mewah yang berukuran sepuluh kali lipat ukuran apartemen Hermawan. Bahkan sebenarnya mereka bisa tinggal di rumah Dean setelah menikah karena rumah itu kosong.
Dean merapikan semua pakain di lemarinya, menata semua perlengkapan make-upnya diatas meja, ia juga memajang poto kedua orang tuanya dan poto dia bersama ayanhnya tentunya.
“Sudah beres.” Dean menepuk kedua telapak tangannya “Kalian benar-benar harus bahagia sekarang, karena aku telah menikah dengan laki-laki yang Dad inginkan.” gumam Dean sambil tersemyum pada poto kedua orang tuanya.
Dean melangkahkan kakinya keluar kamar kemudian menghampiri Hermawan yang sedang duduk sambil menonton tivi. Dean bisa melihat arah pandangan Hermawan memang mengarah ke layar berukuran tiga puluh dua inci tersebut tapi tatapan itu kosong, pikiran sedang berjalan kearah lain. Dean mengambil remot kontrol diatas meja kemudian mematikan tivi.
“Hei apa yang kamu lakukan!” teriak Hermawan yang tidak senang dengan tidakan gadis itu.
“Kita perlu bicara serius.” Dean kemudian duduk di samping Hermawan
“Katakan apa mau mu?” laki-laki itu menatap tajam ke arah gadis yang baru saja menjadi istrinya.
“Baiklah, yang pertama kamu tidak boleh masuk kamarku, jangan sekalipun menyentuhku dan jika kamu melanggar, kamu akan menyesal!” Dean mengamcam dengan serius, ia bahkan memperlihatkan tinjunya pada Hermawan.
Hermawan tertawa mendengarnya, bagaiman mungkin tinju kecil itu bisa menyakiti tubuhnya. Hermawan memandang jahil ke arah Dean, gadis itu bergeser beberapa inci melihat raut muka Hermawan yang seakan ingin memakannya.
“Bukankah kamu yang ngotot ingin menikah dengan ku, dan kamu berhasil setelah menjebaku di kantor polisi, kamu harus ingat aku suamimu jadi terserah aku ingin melakukan apapun padamu.”
“Kamu akan menyesal jika melakukannya padaku, ku pastikan kamu tidak akan bisa bersatu dengan Aulia, jika kamu menyentuhku.” Hermawan menatap Dean dengan tatapan sinis dan menyelidik
“Apa maksudmu ha?” Dean tahu tentang Aulia lebih dari yang Hermawan pikirkan.
“Aku akan membantumu bersatu dengan Aulia, aku hanya memberikan satu kali kesempatan dan setelah itu kamu boleh menceraikanku, jika kamu melangar itu akan sulit untukku berpisah denganmu dan kamu tidak boleh jatuh cinta padaku jika kamu ingin bersatu dengan Aulia.”
****
Laki-laki itu hanya diam di kamarnaya dari tadi ia mencobah memejamkan matanya tapi gagal, ini bahkan sudah tengah malam, tapi pikiranya masih sibuk mencerna ucapan Dean tadi sore.
“Hermawan aku lapar!” teriak Dean sambil mengetuk pintu kamar suaminya, “Wan, Wawan buka pintuhnya aku lapar!!” teriaknya sekali lagi.
“Jika kamu lapar kamu bisa masak sesuatu, itu dapurnya.” Laki-laki itu tampak kesal sambil menunjuk arah dapur, Dean mulai mengganggu ketenangan hidupnya.
Dean mengituti arah pandang Hermawan, yang menunjuk dapur lalu sesaat Dean langsung menunduk dan bergumam pelan tapi mampu di dengar Hermawan dengan cukup jelas.
“Aku, aku tidak bisa memasak dan aku belum makan apapun sejak kita menikah tadi pagi.”
“Apa lagi ini Tuhan, aku memiliki istri yang tidak bisa memasak!” Hermawan berbicara dengan nada kesal, ia segera ke dapur dengan langkah cepat, sungguh ia ingin bumi menelanya hidup-hidup saat ini.
“Kamu menganggapku istri?” Dean tersenyum sambil mengikuti langkah laki-laki di hadapanya dengan setengah berlari.
“Diamlah atau aku tidak akan memasakan apapun untuk mu!”
****
Hermawan dengan cekatan memotong sayuran, ia seperti koki yang profesional, Dean hanya melihat dengan serius semua itu.
“Ceritakan padaku bagaimana Aulia itu, agar aku bisa membantumu?” Dean bertanya sambil mengunyah sebuah wortel mentah di tanganya.
“Dia wanita yang cantik, kulitnya putih, pintar, baik hati.” Hermawan menerawang mengingat sosok yang sangat dia cintai dalam hidupnya.
“Aku juga cantik, kulitku juga putih, pintar dan baik hati.” Dean memotong ucapan Hermawan.
“Chk, dia tinggi dan dewasa, sedangkan kamu pendek dan kekanak-kanakan.” laki-laki itu mencibir, Dean hanya mengangguk. Apa yang Hermawan katakan benar tubuhnya tidak terlalu tinggi dan kekana-kanakan umurnya juga masih sembilan belas tahun.
“Wan, Wawan!” Dean memanggil laki-laki yang tampak sedang asik mengaduk masakanya.
“Namaku Hermawan.” jawab laki-laki itu tampah menoleh.
“Tapi aku senang memanggilmu Wawan itu terdengar lucu dari pada aku memanggilmu Herher, itu malah terdengar kejam, seandainya aku cadel, maka nama mu akan benar-benar menyiksaku.” Dean menjelaskan
”Terserah kamu saja.” laki-laki itu tidak peduli Dean memangilnya apa, sudah cukup berdebat dengan Dean karena tidak akan ada habisnya, hanya membuang tenaga saja.
“Kamu harus menjagaku dengan baik, dan kamu tidak boleh mengusirku, karena percuma, aku tidak akan pergi dari sini, kecuali kamu melakukannya demi Aulia gadis yang kamu cintai itu.” Dean menatap punggung Hermawan yang lebar.
“Terserah kamu mau pergi kamanapun, aku tidak peduli padamu, dan ingat satu hal, kamu hanya istri yang terpaksa aku nikahi, jadi aku juga tidak bisa menjagamu dengan baik!” Hermawan tanpa menoleh sedikitpun.
“Kamu boleh menceraikanku, tapi ingat Paman Zulfar tidak akan pernah membiarkan hidup mu tenang, dan ku pastikan Aulia akan terkenah dampaknya, kecuali aku yang meminta perceraian itu.” Dean tersenyum dengan penuh kemenangan.
Suasana makan malam terlihat tenang, mereka menikmati makanan masing-masing dengan diam.
****
Dean memasuki kamarnya lalu merebahkan diri diatas tempat tidur, setelah menghabiskan makan malamnya dengan menu sayur sup dan ayam mentega lada hitam.
“Dad masakanya enak,” gumam Dean sambil menatap poto ayahnya. “Maafkan aku, aku tidak yakin pernikahan ini akan bertahan lama, ia tidak mencintaiku, akupun sama.” Dean membuang napasnya dengan berat “Wawan sudah menaruh hatinya pada gadis lain namanya Aulia, dan aku yakin mereka akan cocok.”
Dean kemudian memeluk poto kedua orang tuanya, ia kembali menagis dalam diam, ia juga merasa bersalah pada Hermawan karena memaksanya menikahinya demi keinginan ayahnya. Dean juga telah berjanji akan melepaskan laki-laki itu jika Hermawan benar-benar menginginkanya atau jika ia ingin menikahi Aulia.
****
Hermawan masuk ke dalam kamar dengan pikiran yang masih kacau, ia memang sudah menikah sekarang dengan gadis yang kemarin melamarnya, tapi hatinya hanya untuk Aulia, bagaimana ia akan menjelaskan semuanya pada wanita itu tentang semua ini, apakah Aulia akan menerima semuanya nanti?
Tapi bagaimana jika Aulia menolaknya nanti karena statusnya sekarang, Hermawan benar-benar akan membalas semuanya pada Dean yang telah menghancurkan hidupnya sekarang ini.
‘Gadis itu akan menyesal!’ Hermawan masih berharap semua ini hanya mimpi, Dean tidak nyata dan pernikahan itu tidak benar-benar terjadi.
Hermawan bangun pagi ini dengan penuh semangat ia segera mandi dan berganti pakaian bersiap untuk ke kantor, hal yang selalu ia lakukan selama sebelas tahun belakangan ini, ia selalu percaya jika pagi diawali dengan semangat maka sepanjang hari ia akan bersemangat mengerjakan tugas-tugas yang memumpuk di kantor nanti.
“Selamat pagi Wawan,” ucap seorang wanita yang sudah duduk di meja makan, tanganya sibuk mengoleskan selai coklat pada selambar roti gandum.
Laki-laki itu tidak menjawab, ia benar-benar tidak ingin mendengar suara lembut itu di telingah seumur hidupnya, semua harapannya tadi malam sirna, ini bukan mimpi tapi ini semua nyata.
“Ini untukmu.” Dean menyodorkan piring yang berisi roti yang telah diolesi selai, Hermawan tidak mempedulikanya, dengan cepat ia menuangkan segelas air putih dan menegaknya sampai habis, kemudian segera melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan Dean.
“Tunggu kamu harus sarapan, nanti kamu sakit!” teriak Dean membuat laki-laki itu memberhentikan langkahnya.
“Jangan ganggu aku, mohon pergi dari apartemenku, kamu mimpi buruk bagiku.” Dean terkekeh mendengarnya.
“Kamu pikir aku senang menikah dengan mu ha? Kamu salah Wawan aku terpaksa menikah denganmu.” cibir Dean dengan nada meremehkan membuat Hermawan marah.
“Kamu! kamu beraninya, kamu haemmp...” Hermawan tidak bisa melanjutkan kata-katanya saat Dean menjejalkan roti ke dalam mulutnya.
“Tidak baik berbicara saat makan.” bisik Dean kemudian kembali mengunya rotinya, dengan terpaksa Hermawan mengunya roti itu, entah mengapa roti itu terasa lebih nikmat dari biasanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Gita Risnawati
dean dean,...
2022-12-25
0
Vera Desi Mamahit
jangan kuat marah" wawan, ujung"x jd bucin nnt.... 😁😁😁
2021-04-30
1
Devani Eva
suka dgn novel ini
biasanya yg Kayahhh lelaki nya dan sll meremehkan kaum hawa
tapi ini beda meskipun Dean kayah tp demi menjalankan amanah sang ayah ia mau hidup susah
2021-02-07
0