Tepat jam delapan pagi, Hermawan sudah memakai pakaian rapi yang telah di sediakan pengacara Dean. Sebuah pakaian pengantin lengkap dengan peci yang senada yang berwarna putih berbahan dasar sutra dengan motif bordiran yang indah.
Hermawan yakin itu sangat mahal, tapi itu semua tidak menghilangkan semua rasa cemas dan pegal di seluruh badanya, karena tidur di kursi yang ada di kantor polisi semalaman.
Laki-laki itu masih ragu akan keputusannya, tiba-tiba datang seorang polisi memanggilnya dan mengajaknya ke sebuah ruangan. Sudah ada seorang penghulu di sana dan empat orang saksi termasuk sang pengacara dan kepala kepolisian yang kemarin menengahi kasus mereka.
Hermawan duduk di kursi yang telah di sediakan, pikiranya masih berkecambuk. ‘Aku harus membatalkan ini, aku tidak bisa menikahi gadsi itu, aku tidak
mencintainya.
“Pak saya tidak bisa meni-” ucapan Hemawan terhenti saat mendengar suara pintu tebuka. Ia menoleh dan mengangah tidak percaya atas apa yang ia lihat.
Dean masuk di temani wanita paru baya di sampingnya, gadis itu mengenakan kebayak pengantin berwarna putih, wajahnya terlihat cantik dan anggun, ia tersenyum lembut sambil berjalan mendekati Hermawan, langkah gadis itu sudah tidak terlihat pincang lagi, dengan anggung Dean duduk di samping Hermawan.
Hermawan membeku melihat itu, seumur hidup ia tidak pernah melihat gadis secantik itu, bahkan saat gadis kecil itu tersenyum dan menatap matanya hingga pandangan mereka terkunci beberapa saat. Dean terlihat bak malaikat yang sengaja di kirimkan Tuhan untuknya. ‘Ini bukan musibah.’ batin Hermawan.
“Maaf nak Hermawan tadi ingin bicara apa?” sang penghulu bertanya, membuyarkan semua pemikiran Hermawan tentang Dean.
“Tidak ada pak, mulai saja acaranya sekarang.” ucap Hermawan cepat, mengapa sekarang Hermawan yang memintah pernikahan ini di percepat?
“Saya nikahkan engkau Hermawan dengan ananda Dean D binti Ahmad Edmond dengan maskawin seperangkat alat sholat di bayar tunai.” Ucap sang penghulu.
“Saya terimah nikahnya Dean D binti Ahmad Edmond dengan maskawin tersebut tunai.” Dengan satu kali tarikan napas Hermawa menjawab dengan tegas dan lantang. Padahal Hermawan belum belajar sama sekali untuk mengucapkan ijab itu. Serempak semua saksi mengatakan sah.
Hermawan bahkan bernapas legah setelah mengucapkan ijabnya, lalu kembali memandang Dean yang menunduk sambil menyembunyikan senyumnya, dengan kedua pipi yang meronah merah.
Dalam hati Hermawan mengutuk dirinya sendiri bagaimana mungkin dirinya mengucapkan ijab dengan semangat dan lancar padahal dia sangat membenci gadis kecil yang menjebaknya, memaksanya menikahinya, seharusnya Hermawan tidak jatuh pada pesona Dean, seharusnya dia menolak mentah-mentah pernikahn itu, seharusnya?
****
Hermawan membawa Dean ke apartemanya bersama pengacara paru baya yang diketahui bernama Zulfar, ternyata adalah Paman Dean, Hermawan mengetahui itu karena mendengar gadis kecil itu selalu memangil Zulfar dengan sebutan Paman, bahkan mereka terlihat sangat akrab.
“Silakan masuk,” Ucap Hermawan malas.
Zulfar membawa sebuah koper berukuran sedang berwarnah merah muda ia juga membatu Dean berjalan di sampingya dengan memegangi bahu Dean.
Hermawan meletakan tiga buah minuman di atas meja, Zulfar dengan cepat menyambar minuman itu ia benar-benar merasa haus, tidak biasa dengan suhu apartemen yang sedikit panas, Dean masih diam sambil tersenyum tiada henti.
“Hermawan kamu harus menjaga Dean dengan baik, dia sudah saya anggap sendiri. Kalau kamu menyakitinya saya pastikan kamu akan menyesal seumur hidup kamu!” Zulfar mengancam setelah menghabiskan air minumnya.
“Dean istri saya sekarang, jadi tersera saya mau apakan dia.” Jawab Hermawan sinis sambil membuang muka malas melihat wajah wanita yang terus tersenyum padanya seakan tidak memiliki dosa apapun.
“Jika kamu membuatnya menangis kamu akan menyesal, karena dia lebih berharga dari apa yang kamu miliki sekarang ini, bahkan nyawamu tidak bisa mengantikan air matanya!” Suara yang tegas dan penuh penekanan.
Hermawan tidak bergidik mendengarnya, bahkan berdecak kesal setelah mendengar apa yang Zulfar ucapkan.
“Kalau dia penting menurut anda, mengapa tidak anda saja yang tidak menikahinya?”
Sebuah tonjokan mendarat tepat di sudut pipih Hermawan hingga membuatnya terjatuh dari sofa tempat duduknya.
“Sudah cukup hentikan pamam!” teriak Dean, gadis itu segera membantu Hermawan berdiri, terlihat jelas raut wajah khawatir “Kamu tidak apa-apa?”
Dean mengusap ujung bibir Hermawan yang mengeluarkan cairan merah di sana, Dean tidak menyangka pamanya akan memukul laki-laki yang berstatus sebagai suaminya.
Hermawan menepis tangan Dean, lalu masuk ke kamarnya dengan membanting pintu cukup keras, menahan dengan sekuat tenaga perasaan kesal dan nyeri pada sudut bibirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Gita Risnawati
dean²,....
2022-12-24
0
Sully
bukan "kebayak" tapi yang bener itu "kebaya" thor
2022-02-08
0
Akhmad Khumaedy
tamanya bagus, wanita nya kayanya kuat
2021-07-05
0