“Dean kamu tidak harus melakukan ini,” Ucap Zulfar memeluk Dean, ia benar-benar tidak percaya bahwa anak angkat sekaligus keponakanya ini akan menikahi Hermawan, jelas-jelas laki-laki itu tidak menyukai Dean.
“Aku harus melakukannya, ini permintaan terakhir Dad sebelum meninggal.” Dean tersenyum pada Zulfar, berusaha menenangkan pamanya.
***
Flas back On
“Selamat ulang tahun sayang,” ucap seorang laki-laki paruh baya dengan mata coklat dan rambut coklat, hidung mancung dengan rahang yang tegas, kulit putih bersih dan tubuh yang tinggi dan gagah. Bahkan di usia tua, laki-laki itu masih terlihat sangat tampan, wajahnya bukan seperti penduduk lokal, benar Edmond adalah orang Prancis yang menikah dengan wanita Indonesia, karena cintanya pada sang istri ia memutuskan untuk tinggal di Indonesia dan memilih mengikuti kepercayaan istrinya. Edmond kemudian mencium anaknya dengan sayang.
“Terimakasih Dad,” jawab Dean dengan lembut lalu mencium pipi ayahnya.
“Edmond apa yang kamu lakukan, kamu tidak membawa kuenya?” Zulfar sembaring mengeleng, ia tahu temanya yang satu ini sangat pelupa, bahkan di hari ulang tahun anaknya sendiri. Padahal tadi mereka sudah membeli kue di salah satu tokoh kue yang sangat terkenal. Sepertinya sahabatnya satu ini lupa membawa kue itu ke kamar Dean.
“Tidak apa-apa Paman, jangan merusak momen ini, aku mohon.” rengek Dean sambil memeluk tubuh ayahnya, ia sangat merindukan sosok laki-laki tua yang telah membesarkanya dengan penuh kasih sayang.
“Kalau saja ibumu masih ada, pasti ia akan senang melihatmu sebesar ini sekarang.” Edmond mengelus rambut anaknya dengan lembut.
Dean tidak pernah bertemu ibunya, karena menurut cerita Edmond, ibunya meninggal saat melahirkan Dean karena perdaharan hebat, sehingga menyebabkan wanita yang ia cintai koma selama sebulan sebelum menghembuskan napas terakhirnya.
Edmond sangat menyayangi istri dan anaknya, ia akan melakukan apa saja untuk Dean, bahkan laki-laki itu memutuskan tidak menikah lagi dan lebih fokus membesarkan Dean. Walau awalnya sangat sulit baginya, tapi Edmond memastikan bahwa anak satu-satunya ini tidak akan kekurangan kasih sayang sedikitpun dalam hidupnya.
“Ini untukmu sayang,” Zulfar memberikan sebuah boneka beruang berukuran besar.
“Ayolah Paman, aku bukan anak kecil lagi, aku sudah tujuh belas tahun!” Dean protes, ia bahkan tidak mau menerima boneka beruang itu dan lebih memilih mempererat pelukanya pada ayahnya.
“Ku pikir kamu akan menyukainya.” Jawab Zalfar yang tampak binggung mengapa Dean tidak menyukai hadianya, selama ini Dean selalu senang jika dirinya memberikan boneka.
“Kamu salah Dean, kamu tetap Dean kecil untuk Dad selamanya, jika nanti Dad pergi, Dad ingin melihat mu menikah dengan Hermawan, ia laki-laki yang baik.“ ucap Edmond sambil tersenyum lalu kembali mecium pipi Dean yang mengembung tidak suka mendengar penyataan ayahnya sendiri.
“Dad aku masih kecil, aku tidak perlu menikah dengan siapapun, cukup ada Dad bersamaku, maka aku akan bahagia,. Lagi pula siapa Hermawan? Aku tidak kenal dia.” Dean kemudian menekuk wajahnya.
Edmond dan Zulfar tertawa lepas melihat gadis itu yang mudah sekali merajuk.
“Andai saja aku mempunyai anak, pasti aku akan menikahkannya dengan mu.” Zulfra mengelus kepala Dean dengan sayang.
Laki-laki itu sudah sebelas tahun menikah tapi ia belum memperoleh keturunan. Zulfar sangat mencintai istrinya. Mereka berencana mengadopsi anak saat itu, tapi niatnya di urungkan saat Edmond membawa Dean kecil yang berumur lima tahun ke kerumahnya. Zulfar dan istrinya meminta Dean untuk menjadi anak angkatnya, dan Edmond setuju, tapi Dean tetap saja memangil Zulfar dan Anisa Paman dan Bibi, ia tidak mau memanggil keduanya Papa dan Mama. Zulfar dan Anisa tidak pernah memaksa Dean, dengan Dean yang menerimah kasih sayang yang mereka berikan itu sudah membuat Zulfar dan Anisa bahagia.
“Ini hadiah untukmu,” Edmond memberikan sebuah kotak berukuran sedang “Cobalah Dad ingin melihatnya.” Dean sangat anatusias lalu segera berlari menuju ke kamar mandi mencobah mini dres selutut berwarna hitam dengan sedikit rendah bunga di sana.
****
“Katakan siapa Hermawan?” Zulfar menatap sahabatnya dengan serius, karena ia tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya.
“Aku mengambilnya saat kedua orang tuanya meninggal, ia anak yang jujur, baik dan cerdas. Aku yakin jika nanti terjadi sesuatu padaku, Hermawan bisa menjaga Dean dengan baik.” jawab Edmond sambil menerawang.
“Aku dan Anisa akan menjaga Dean dengan baik, dan tidak akan terjadi apa-apa padamu.” Zulfar meyakinkan, ia mulai merasa aneh hari ini Edmond selalu berbicara yang tidak-tidak.
“Kamu tahu Zulfar, kolagenku banyak yang tidak suka padaku karena perusahaan ku maju pesat, banyak saingan yang ingin menghancurkanya, dan kita semakin lama semakin tua, aku juga tidak ingin merepotkan kamu terus menerus,” Edmond menarik napas sejenak.
“Manusia itu hanya bisa berharap, semua kendali ada pada sang pencipta, percayalah pada keputusan yang kita ambil karena semua adalah jalannya.”
“Dad lihat!” Dean berteriak sambil berputar ia terlihat cantik. Zulfar dan Edmond tersenyum puas.
“Kamu cantik sekali sayang.”
“Terimakasih Dad.” Dean memeluk ayahnya dengan penuh cinta.
“Ayo kita pergi, Anisa pasti sudah menunggu kita untuk makan malam.” Zulfar segera membawah kedua angota keluarga yang sangat ia sayangi.
****
Edmond segera menepikah mobilnya, rumah itu sangat besar tidak kalah dengan rumah yang mereka tempati saat ini, rumah berwarna putih gading, dengan taman yang cukup luas, serta beberapa bunga yang tumbuh dengan sangat baik.
Terdapat juga kolam ikan berukuran cukup besar, yang menjadi tempat favorit Dean untuk memancing, membuat Anisa berteriak, bahkan wanita itu segerah pulang jika ia mendapat kabar dari asisten rumah tangganya yang mengabarkan bahwa Dean memancing ikan koi kesayanganya, tetap saja Dean tidak mengindahkanya, ia selalu melakukan itu saat tiba di rumah Anisa. Tapi yang membuat Anisa sedikit heran Dean tidak pernah mau menyentuh ikan itu jika Dean berhasil mengkapnya, Dean akan meminta salah satu asisten rumah tangganya itu untuk melepaskan ikan itu.
Beberapa kali Zulfar dan Anisa mengajaknya mancing di laut dan cara itu berhasil, sejak dua tahun lalu Dean tidak pernah memencing di kolan ikan kesayangan Anisa.
“Bibi!” Dean berlari memeluk Anisa dengan erat.
“Selamat ulang tahun sayang.” Anisa kemudian mengajak mereka menyantap makan malam yang telah ia buat khusus untuk Dean dan Edmond, walau keluarga Edmond tidak memiliki hubungan darah, tapi mereka seperti saudara kandung. Terkadang hubungan darah tidak menjamin suatu keluarga menjadi akrab.
“Bibi pamam, Dean pamit ya,” Ucap gadis kecil itu setelah memeluk dan mencium dua orang di hadapanya “Ayo Dad!” Dean menarik ayahnya untuk pulang karena mereka sudah menghabiskan makan malamnya. Bahkan Dean sudah memberi makan ikan-ikan di kolam dengan makanan khusus, membuat Anisa berjaga-jaga takut-taku Dean berubah pikiran untuk
memancing ikan-ikanya yang mulai terlihat lebih besar.
“Hati-hati.“Ucap Zulfar bersamaan denga Anisa.
Dean melambaikan tanganya dari balik pintuh mobil mewah milik ayahnya, sambil mengucapkan selamat tinggal pada Zulfar dan Anisa begitu juga yang di lakukan Edmond.
“Dad aku sangat menyanyangimu, terimakasih telah menjaga dan membesarkan Dean dengan baik, Dean janji akan jadi anak yang baik, Dean akan selalu menuruti apapun yang Dad inginkan.” ucap gadis itu pada Edmond yang sedang mengendari mobilnya, Edmond tersenyum kearah anaknya, kemudian membelai rambut anak gadisnya.
Edmond selalu senang jika berada di dekat Dean, ia tahu gadis kecilnya sangat menyanginya sepenuh hati, begitu juga sebaliknya.
“Dad awas!” teriak Dean saat cahaya mobil menyilaukan matanya, dan benturan keras tidak bisa di hindari.
****
Dean membuka matanya ia menangkap sosok Zulfar dan Anisa berada disampinya. Ia merasakan kepalanya berdenyut sangat hebat, ia ingin bangun untuk menemui ayahnya. Dean mengingat betul kecelakaan yang menimpahnya dengan Edmond, Dean khawatir dengan kondisi ayahnya.
“Sayang kamu sudah bangun?” Anisa berucap sambil mencium kening Dean lembut, Zulfar segera menekan tombol merah di samping tempat tidur.
“Bibi, Dad mana?” Dean bertanya dengan suara pelan, Anisa menangis mendengarnya begitu juga Zulfar mereka tidak tega memberitahu semuanya. Gadis itu masih sangat lemah.
“Sebentar sayang, Dean di periksa dokter dulu ya.” suara Zulfar bergetar sambil berusaha tersenyum memenangkan Dean yang terlihat khawatir. Dokter dengan segera memeriksa Dean dan mulai melakukan beberapa tes untuk memastikan bahwa Dean sudah sadar sepenuhnya.
“Pak Zulfal dan ibu Anisa, keadaan Dean cukup stabil, tapi ini tetap harus di pantau.” Dokter juga menjelaskan kondisi cedera yang dialami Dean. ia mengalami patah kaki sebelah kanan dan retak pada tulang tangan kanan, Dean kemungkinan harus menjalani terapi selama beberapa bulan agar bisa berjalan dengan normal lagi.
“Paman, Dad mana?” Dean bertanya sekali lagi setelah memastikan dokter itu tidak akan masuk kamar itu lagi.
“Maafkan Paman sayang, nanti setelah Dean lebih baik kita akan menemui Dad kamu.” Zulfar tersenyum, lalu mengelus puncak kepala Dean yang terhalang perban, karena Dean juga mengalami luka cukup parah di bagian kepalanya beruntung tidak terjadi gegar otak berat.
“Dad di rawat di tempat lain?” Dean terlihat bingung dan berusaha mencerna setiap perkataan Zulfar.
“Iya sayang.” jawab Anisa menenangkan gadis itu.
***
Setiap hari Dean menyakan kondisi Edmond pada Zulfar dan Anisa, dengan sabar mereka menjawab semua pertanyaan Dean. Hari ini Dean sangat senang setelah tiga bulan ia menjalani terapi untuk berjalan sekarang ia bisa menggunakan tongkat untuk berjalan, selama tiga bulan ini ia harus menggunakan kursi roda itu membuat ia bosan. Sebenarnya bukan itu saja, yang membuatnya benar-benar senang adalah karena Zulfar dan Anisa berjaji akan membawanya keluar menemui Edmond. Dean sangat senang, ia yakin Edmond juga akan senang bertemu dengannya.
Dean sangat merindukan ayahnya walau dia sering terpisah tapi ini merupakan waktu yang lama bagi Dean, dulu saat ia masih kulia, Dean akan selalu pulang setiap bulan menemui Edmond, atau ayahnya yang datang untuk menemuinya, jika Dean terlalu sibuk dengan tugas-tugasnya, walau pertemuan itu sangat singat berlangsung hanya beberapa hari tapi itu sudah membuat Dean sangat bahagia.
“Bibi, Dad di rawat di rumah sakit mana?” Dean bertanya saat hampir satu jam Zulfar dan Anisa hanya diam selama dalam perjalanan.
“Sabar sayang sebentar lagi kita sampai.” Anisa menenangkan, Dean mengangguk cepat. Gadis itu tahu jalan yang mereka lewati, itu adalah jalan yang sangat ia hapal, ia dan ayahnya sering melewati jalan ini untuk berkunjung ke makam ibunya.
“Pamam kita akan ke makam Mom?” Dean semakin kebinggung.
”Iya sayang.” Zulfar menjawab dengan senyum yang dipaksakan. Hanya dalam sepuluh menit mereka telah sampai di makan ibu Dean, tertulis nama Sifa Fauzia, tampak di sebelahnya terdapat sebuah makam baru yang mulai di tumbuhi rumput hijau.
Dean langsung tersentak setelah membaca tulisan yang tertera di batu nisan Ahmad Edmon, dengan keterangan wafat di tanggal sehari setelah ulang tahun Dean. Gadis itu hanya diam, tidak ada jeritan histeris disana, hanya air matanya yang terus mengalis tiada henti.
”Maafkan Bibi dan Pamam tidak segera memberitahumu, karena kondisimu yang belum stabil waktu itu.” Zulfar berucap, Anisa segera memeluk gadis itu yang masih diam seperti patung. Dean tidak menjawab, ia hanya terus diam, ia bahkan tidak membalas pelukan Anisa.
Hampir satu jam semuanya diam membisu, sibuk dengan kesedihan karena ditinggalkan oleh orang yang mereka sayangi, dengan langkah tertati Dean mendekati nisan Edmond, lalu mengelus nisan itu dengan lembut, ia mencium nisan itu beberapa kali tanpa berucap apapun, hanya air mata yang terus mengalir, sesaat kemudian Dean menghapus air matanya dengan kasar, gadis itu terseyum lembut menatap dua nisan kedua orang tuanya, memalingkan wajahnya menatap sepasang paruh baya yang berdiri di belakangnya. Zulfar dan Anisa tampak masih menangis sedih melihat Dean, gadis itu tersenyum tulus.
“Ayo Pamam Bibi kita pulang, aku lapar.” ucap Dean dengan semangat, kedua orang paruh baya itu hanya mengangguk pelan, mereka tahu Dean berusaha menutupi kesedihanya.
Flas Back Of
****
Zulfar mencobah tersenyum menatap gadis di hadapanya, ia memeluk Dean dengan penuh kasih sayang, anak ini terlalu banyak menangis dan jika Hermawan membuatnya menangis Zurfar berjanji tidak akan membiarkan laki-laki itu hidup.
”Semoga kamu bahagia sayang, ingat sebuah pernikahan itu bukan permainan, ada sebuah ikhlar suci yang harus di jaga.” Zulfar berbisik, ia tidak tegah meninggalkan Dean disini, karena sejak kematian Edmond, Zulfar dan Anisalah yang merawatnya.
“Salam untuk Bibi, Paman. Aku akan sering mengunjungi kalian.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Jasreena
kolega.... kolagen buat awet muda... ceritanya bagus tp typo bertebaran.... ganggu sangat
2022-05-22
1
moemoe
lah???klo bapaknya yg mngangkat s hermawan knp pas akad hermawan gk tau nama bapak tu????
blom nemu kliknya aku..tpi lanjut dlu laah
2021-07-19
0
Alfi Al Lina
hmmm kasian banget yah jd dean uadh ibuk gak ad ayah jg lh
2021-05-13
0