SELINGKUH 100 HARI
Tatapan memburu Raka yang begitu tajam seperti menghunus jantung Rania.
'Kenapa dengan jantungku ya? Tiba-tiba kok berdetak kencang begini? Kenapa juga Raka malah menatapku seperti itu? Membuatku malu saja!' ucap Rania tersipu dalam hati. Jantungnya berdegup kencang ketika Raka mendekatkan wajahnya pada wajah Rania.
Rania bisa merasakan nafas Raka di pipinya yang dia tau pasti kini sudah memerah seperti anak tomat hampir matang, seketika itu juga dia merasa adrenalinnya memuncak sampai batas ubun-ubun. Perasaan itu menghangatkan mata Rania ketika melihat bibir Raka akan menempel pada bibirnya sendiri.
Dan anehnya tanpa bisa Rania tolak, bibir Raka kini sudah mendarat sempurna di bibir Rania! Seketika entah dari mana sensasi mengejutkan itu menjalar ke seluruh tubuh keduanya. Perasaan menyenangkan bergejolak di dada membuat detak jantung semakin menggila.
Lebih aneh lagi, Rania bisa merasakan bibir Raka ******* bibirnya makin dalam dan tanpa disadari perempuan itu terus saja mempersilahkan bukan malah menolaknya. Bahkan kini dia tau lidah mereka saling bertarung namun entah itu berada di dalam mulut siapa.
Ini adalah hal pertama yang Rania rasakan seumur hidupnya! Sebuah kenikmatan yang tidak bisa di lakukan oleh diri sendiri.
Entah sudah berapa lama mereka bertautan seperti itu hingga Rania merasa sesak nafas kemudian mendorong Raka menjauh dari wajahnya.
Nafasnya tersengal-sengal, rupanya Raka juga merasakan hal yang sama.
"Kamu gak marah kan?"
Rania bingung masih mengatur nafas yang memburu. "Marah kenapa?"
"Aku takut kamu marah karena aku tiba-tiba menciummu. Sejujurnya aku tidak ada maksud seperti itu, hanya saja aku melakukannya karena terbawa suasana. Maaf jika aku lancang melakukan itu tanpa persetujuanmu terlebih dahulu," Raka menunduk tak enak hati tidak berani menatap wajah Rania, pacarnya.
"Kamu memang lancang sekali! Benar-benar membuatku terkejut!"
Mendengar itu Raka benar-benar takut dan merasa bersalah. "Ma-maafkan aku, Ran. Aku tau aku salah! I-itu ciuman pertama bagiku, jadi aku tidak tau harus melakukannya atau memintanya bagaimana dan itu terjadi begitu saja tanpa bisa ku kendalikan. Sungguh maafkan aku," ucap Raka polos.
"Ppfftt.." Rania menahan tawa membuat Raka mendelik.
"Kenapa kamu tertawa?" tanya Raka ragu-ragu takut salah bicara.
"Abisnya kamu lucu sekali! Kita kan melakukannya karena sama-sama mau. Kalau aku tidak mau, mungkin aku juga akan menolaknya. Dan aku juga sama seperti kamu yang penasaran dengan rasa ciuman itu seperti apa, karena ini juga ciuman pertama bagiku," ungkap Rania malu-malu.
Mendengar itu otot wajah Raka jadi melemas. Dia sudah ketakutan kalau Rania akan marah dan memutuskannya di hari perayaan satu tahun hubungan mereka. Bisa-bisa bolu perayaan dan kado boneka yang dia beli dari hasil tabungannya itu akan sia-sia begitu saja jika Rania meminta untuk mengakhiri hubungan mereka akibat kejadian ini. Yang paling penting dari itu semua adalah kado dari Rania untuk Raka pastilah akan batal dia dapatkan nantinya.
Raka memeluk Rania. "Terimakasih Ran, kamu tidak marah padaku. Aku sudah ketakutan sekali tadi," Rania bisa merasakan kelegaan Raka. Lalu balas memeluk Raka dan berkata kalau dia tidak masalah karena yang melakukan itu adalah pacarnya sendiri.
Raka seperti sudah bebas melepas tali di dada. Kekhawatiran itu telah sirna. Tapi kenapa perasaan saat ciuman tadi masih saja terus terbayang? Rasanya jadi ketagihan!
Tanpa basa-basi Raka melepas pelukan mereka dan mengelus wajah Rania. Tingkahnya jadi mencurigakan. Rania sadar, Raka ingin menciumnya kembali. Dan tidak munafik kalau dia juga ingin melakukan hal yang sama karena hasrat itu juga bergejolak di dalam diri Rania.
Dengan tanpa paksaan, wajah mereka kembali mendekat dan mereka pun berciuman. Kali ini semakin dalam dan semakin terasa nikmat.
Sayangnya ciuman kedua mereka tidak berlangsung lama seperti sebelumnya karena dunia yang di rasa milik berdua itu mesti segera sirna ketika Rania mendengar pagar di depan rumahnya bergeser terbuka.
"Ada yang datang!" pekik Rania melepas ciuman mereka.
Tidak lama suara langkah dari pagar terdengar semakin mendekat hingga pintu utama.
"Rania?" Suara pintu terketuk oleh seseorang
dari luar. Itu kan suara Vivi, Mamanya Rania!
"Mama?!" seru Rania kaget. Jantungnya yang tadi terbuai hingga berdetak kencang kini terasa akan copot dari tempatnya.
"Bagaimana ini, Ka? Mamaku datang! Kita harus gimana?" tanya Rania panik.
Raka merapikan seragamnya. "Aku juga gak tau! Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau Mama mu sedang pergi keluar kota dan akan pulang nanti lusa? Makanya kamu ajak aku rayakan hari jadi kita di rumah mu ini! Kan sudah ku bilang rayakan di kafe saja!" ujar Raka ikut panik sekaligus menyalahkan Rania.
Rania kecewa mendengar kekasihnya berkata seperti itu, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk bermelodrama. Untuk sekarang dia harus membukakan pintu dulu untuk Mamanya dan kemudian memberi penjelasan untuk ini semua. Kalau dia kelamaan membuka pintu yang ada Mamanya akan curiga kepada mereka karena alasan apa yang masuk akal ketika sepasang laki-laki dan perempuan hanya berduaan saja di dalam rumah tanpa pengawasan?
"Loh Mama udah pulang?!" seru Rania pura-pura memasang wajah senang supaya raut cemasnya tersamarkan padahal saat ini hatinya sedang berdegup tak karuan.
Rania menyalami Mama nya. "Iya, Sayang. Perusahaan cancel pertemuan sama klien dari Italia. Mereka minta meeting online di kantor kita aja jadi Mama gagal deh ke luar kota. Uh, padahal Mama kan mau sekalian healing gitu, ya kan.." sesal Vivi. Tapi sesal Rania lebih dalam lagi karena dia harus membatalkan acara masak-masak di rumahnya dengan Raka yang sudah dia rencanakan dari jauh hari sebelumnya.
"Oh iya Ran, kok di depan ada sepatu dan motor yang Mama gak kenal? Itu milik siapa ya?" Rania menelan ludah. Mau tidak mau dia harus jelaskan situasinya, ketika dia membuka mulut hendak bicara rupanya Raka sudah berdiri di belakang Rania dan menyambut Vivi dengan sopan.
"Sore, Tante. Perkenalkan saya Raka, pacarnya Rania," ucap Raka membuat Vivi mematung di tempat karena tidak menyangka ada seorang laki-laki yang tidak dia kenal keluar dari dalam rumahnya, di tambah lagi laki-laki tersebut memperkenalkan diri sebagai pacar dari anak semata wayangnya?!
"I-itu.." Rania terkejut bukan main. Dia bahkan sulit berkata hingga terbata.
"Ooh, kamu pacarnya Rania toh? Kok bisa ada di sini?" tanya Vivi curiga.
"I-itu.. Itu.." Rania lagi-lagi gagal menjelaskan.
"Sebenarnya kedatangan saya di sini karena ingin merayakan hari jadi kami berdua yang sudah menginjak satu tahun, Tante. Saya tau, ini terlihat sangat kekanakan bagi orang dewasa maka dari itu Rania memberi ide untuk merayakan di rumahnya yang kebetulan sedang kosong supaya tidak di lihat oleh orang lain karena merasa malu kalau jadi tontonan nantinya," jelas Raka tidak bohong tapi juga tidak jujur. Sebenarnya dia tidak peduli merayakan di mana saja karena bagaimana pun mereka memang harus merayakan hari jadi mereka ini. Karena di hari inilah Raka akan mendapatkan apa yang dia inginkan selama ini, yaitu handphone baru!
Ya, mereka akan bertukar kado ketika perayaan anniversary satu tahun hubungan mereka. Raka sengaja terus mengeluh pada Rania tentang handphonenya yang sudah rusak sehingga Rania tidak tega dan berjanji mengumpulkan uang untuk membelikan Raka handphone baru di hari jadian mereka. Dan hal itu benar adanya! Rania sungguh mewujudkan keinginan tersebut dan memberikan handphone baru kepada Raka. Untung handphone tersebut buru-buru dia masukan ke dalam tasnya sebelum menyapa Vivi barusan.
Mata Vivi melirik ke arah meja ruang tamu dan menangkap satu buah bolu berbentuk hati berwarna coklat.
"Dasar anak muda, lebay banget deh! Bisa-bisanya hari jadian di rayain segala!" ledek Vivi bercanda untuk mencairkan suasana tegang meski matanya tetap awas.
"Bisa dong Mama ikutan rayain dan makan kuenya?" tanya Vivi beralasan supaya mereka tidak berduaan tanpa pengawasan.
"Oh tentu saja, Tante. Saya malah ingin mengajak Tante ketika tau Tante datang," jawab Raka basa-basi berusaha tetap tenang padahal hatinya ketar-ketir.
"Tapi, Ma. Kita udah rayain dan tiup lilin tadi dan tinggal makan kuenya doang," ucap Rania polos.
Vivi mengacak rambut anaknya gemas. "Kalau begitu Mama akan gabung makan kuenya aja ya? Tunggu sebentar Mama simpan koper dulu," Vivi beranjak menuju kamarnya. Sebentar dia di kamar tersebut untuk menata hati dari pikiran yang bukan-bukan mengenai sepasang muda mudi di rumahnya itu. Untung saja perusahaan membatalkan meeting klien, kalau tidak, mungkin Vivi tidak akan tau apa yang akan di lakukan kedua anak ini di rumahnya sendiri.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments