Tatapan memburu Raka yang begitu tajam seperti menghunus jantung Rania.
'Kenapa dengan jantungku ya? Tiba-tiba kok berdetak kencang begini? Kenapa juga Raka malah menatapku seperti itu? Membuatku malu saja!' ucap Rania tersipu dalam hati. Jantungnya berdegup kencang ketika Raka mendekatkan wajahnya pada wajah Rania.
Rania bisa merasakan nafas Raka di pipinya yang dia tau pasti kini sudah memerah seperti anak tomat hampir matang, seketika itu juga dia merasa adrenalinnya memuncak sampai batas ubun-ubun. Perasaan itu menghangatkan mata Rania ketika melihat bibir Raka akan menempel pada bibirnya sendiri.
Dan anehnya tanpa bisa Rania tolak, bibir Raka kini sudah mendarat sempurna di bibir Rania! Seketika entah dari mana sensasi mengejutkan itu menjalar ke seluruh tubuh keduanya. Perasaan menyenangkan bergejolak di dada membuat detak jantung semakin menggila.
Lebih aneh lagi, Rania bisa merasakan bibir Raka ******* bibirnya makin dalam dan tanpa disadari perempuan itu terus saja mempersilahkan bukan malah menolaknya. Bahkan kini dia tau lidah mereka saling bertarung namun entah itu berada di dalam mulut siapa.
Ini adalah hal pertama yang Rania rasakan seumur hidupnya! Sebuah kenikmatan yang tidak bisa di lakukan oleh diri sendiri.
Entah sudah berapa lama mereka bertautan seperti itu hingga Rania merasa sesak nafas kemudian mendorong Raka menjauh dari wajahnya.
Nafasnya tersengal-sengal, rupanya Raka juga merasakan hal yang sama.
"Kamu gak marah kan?"
Rania bingung masih mengatur nafas yang memburu. "Marah kenapa?"
"Aku takut kamu marah karena aku tiba-tiba menciummu. Sejujurnya aku tidak ada maksud seperti itu, hanya saja aku melakukannya karena terbawa suasana. Maaf jika aku lancang melakukan itu tanpa persetujuanmu terlebih dahulu," Raka menunduk tak enak hati tidak berani menatap wajah Rania, pacarnya.
"Kamu memang lancang sekali! Benar-benar membuatku terkejut!"
Mendengar itu Raka benar-benar takut dan merasa bersalah. "Ma-maafkan aku, Ran. Aku tau aku salah! I-itu ciuman pertama bagiku, jadi aku tidak tau harus melakukannya atau memintanya bagaimana dan itu terjadi begitu saja tanpa bisa ku kendalikan. Sungguh maafkan aku," ucap Raka polos.
"Ppfftt.." Rania menahan tawa membuat Raka mendelik.
"Kenapa kamu tertawa?" tanya Raka ragu-ragu takut salah bicara.
"Abisnya kamu lucu sekali! Kita kan melakukannya karena sama-sama mau. Kalau aku tidak mau, mungkin aku juga akan menolaknya. Dan aku juga sama seperti kamu yang penasaran dengan rasa ciuman itu seperti apa, karena ini juga ciuman pertama bagiku," ungkap Rania malu-malu.
Mendengar itu otot wajah Raka jadi melemas. Dia sudah ketakutan kalau Rania akan marah dan memutuskannya di hari perayaan satu tahun hubungan mereka. Bisa-bisa bolu perayaan dan kado boneka yang dia beli dari hasil tabungannya itu akan sia-sia begitu saja jika Rania meminta untuk mengakhiri hubungan mereka akibat kejadian ini. Yang paling penting dari itu semua adalah kado dari Rania untuk Raka pastilah akan batal dia dapatkan nantinya.
Raka memeluk Rania. "Terimakasih Ran, kamu tidak marah padaku. Aku sudah ketakutan sekali tadi," Rania bisa merasakan kelegaan Raka. Lalu balas memeluk Raka dan berkata kalau dia tidak masalah karena yang melakukan itu adalah pacarnya sendiri.
Raka seperti sudah bebas melepas tali di dada. Kekhawatiran itu telah sirna. Tapi kenapa perasaan saat ciuman tadi masih saja terus terbayang? Rasanya jadi ketagihan!
Tanpa basa-basi Raka melepas pelukan mereka dan mengelus wajah Rania. Tingkahnya jadi mencurigakan. Rania sadar, Raka ingin menciumnya kembali. Dan tidak munafik kalau dia juga ingin melakukan hal yang sama karena hasrat itu juga bergejolak di dalam diri Rania.
Dengan tanpa paksaan, wajah mereka kembali mendekat dan mereka pun berciuman. Kali ini semakin dalam dan semakin terasa nikmat.
Sayangnya ciuman kedua mereka tidak berlangsung lama seperti sebelumnya karena dunia yang di rasa milik berdua itu mesti segera sirna ketika Rania mendengar pagar di depan rumahnya bergeser terbuka.
"Ada yang datang!" pekik Rania melepas ciuman mereka.
Tidak lama suara langkah dari pagar terdengar semakin mendekat hingga pintu utama.
"Rania?" Suara pintu terketuk oleh seseorang
dari luar. Itu kan suara Vivi, Mamanya Rania!
"Mama?!" seru Rania kaget. Jantungnya yang tadi terbuai hingga berdetak kencang kini terasa akan copot dari tempatnya.
"Bagaimana ini, Ka? Mamaku datang! Kita harus gimana?" tanya Rania panik.
Raka merapikan seragamnya. "Aku juga gak tau! Bukannya kamu sendiri yang bilang kalau Mama mu sedang pergi keluar kota dan akan pulang nanti lusa? Makanya kamu ajak aku rayakan hari jadi kita di rumah mu ini! Kan sudah ku bilang rayakan di kafe saja!" ujar Raka ikut panik sekaligus menyalahkan Rania.
Rania kecewa mendengar kekasihnya berkata seperti itu, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk bermelodrama. Untuk sekarang dia harus membukakan pintu dulu untuk Mamanya dan kemudian memberi penjelasan untuk ini semua. Kalau dia kelamaan membuka pintu yang ada Mamanya akan curiga kepada mereka karena alasan apa yang masuk akal ketika sepasang laki-laki dan perempuan hanya berduaan saja di dalam rumah tanpa pengawasan?
"Loh Mama udah pulang?!" seru Rania pura-pura memasang wajah senang supaya raut cemasnya tersamarkan padahal saat ini hatinya sedang berdegup tak karuan.
Rania menyalami Mama nya. "Iya, Sayang. Perusahaan cancel pertemuan sama klien dari Italia. Mereka minta meeting online di kantor kita aja jadi Mama gagal deh ke luar kota. Uh, padahal Mama kan mau sekalian healing gitu, ya kan.." sesal Vivi. Tapi sesal Rania lebih dalam lagi karena dia harus membatalkan acara masak-masak di rumahnya dengan Raka yang sudah dia rencanakan dari jauh hari sebelumnya.
"Oh iya Ran, kok di depan ada sepatu dan motor yang Mama gak kenal? Itu milik siapa ya?" Rania menelan ludah. Mau tidak mau dia harus jelaskan situasinya, ketika dia membuka mulut hendak bicara rupanya Raka sudah berdiri di belakang Rania dan menyambut Vivi dengan sopan.
"Sore, Tante. Perkenalkan saya Raka, pacarnya Rania," ucap Raka membuat Vivi mematung di tempat karena tidak menyangka ada seorang laki-laki yang tidak dia kenal keluar dari dalam rumahnya, di tambah lagi laki-laki tersebut memperkenalkan diri sebagai pacar dari anak semata wayangnya?!
"I-itu.." Rania terkejut bukan main. Dia bahkan sulit berkata hingga terbata.
"Ooh, kamu pacarnya Rania toh? Kok bisa ada di sini?" tanya Vivi curiga.
"I-itu.. Itu.." Rania lagi-lagi gagal menjelaskan.
"Sebenarnya kedatangan saya di sini karena ingin merayakan hari jadi kami berdua yang sudah menginjak satu tahun, Tante. Saya tau, ini terlihat sangat kekanakan bagi orang dewasa maka dari itu Rania memberi ide untuk merayakan di rumahnya yang kebetulan sedang kosong supaya tidak di lihat oleh orang lain karena merasa malu kalau jadi tontonan nantinya," jelas Raka tidak bohong tapi juga tidak jujur. Sebenarnya dia tidak peduli merayakan di mana saja karena bagaimana pun mereka memang harus merayakan hari jadi mereka ini. Karena di hari inilah Raka akan mendapatkan apa yang dia inginkan selama ini, yaitu handphone baru!
Ya, mereka akan bertukar kado ketika perayaan anniversary satu tahun hubungan mereka. Raka sengaja terus mengeluh pada Rania tentang handphonenya yang sudah rusak sehingga Rania tidak tega dan berjanji mengumpulkan uang untuk membelikan Raka handphone baru di hari jadian mereka. Dan hal itu benar adanya! Rania sungguh mewujudkan keinginan tersebut dan memberikan handphone baru kepada Raka. Untung handphone tersebut buru-buru dia masukan ke dalam tasnya sebelum menyapa Vivi barusan.
Mata Vivi melirik ke arah meja ruang tamu dan menangkap satu buah bolu berbentuk hati berwarna coklat.
"Dasar anak muda, lebay banget deh! Bisa-bisanya hari jadian di rayain segala!" ledek Vivi bercanda untuk mencairkan suasana tegang meski matanya tetap awas.
"Bisa dong Mama ikutan rayain dan makan kuenya?" tanya Vivi beralasan supaya mereka tidak berduaan tanpa pengawasan.
"Oh tentu saja, Tante. Saya malah ingin mengajak Tante ketika tau Tante datang," jawab Raka basa-basi berusaha tetap tenang padahal hatinya ketar-ketir.
"Tapi, Ma. Kita udah rayain dan tiup lilin tadi dan tinggal makan kuenya doang," ucap Rania polos.
Vivi mengacak rambut anaknya gemas. "Kalau begitu Mama akan gabung makan kuenya aja ya? Tunggu sebentar Mama simpan koper dulu," Vivi beranjak menuju kamarnya. Sebentar dia di kamar tersebut untuk menata hati dari pikiran yang bukan-bukan mengenai sepasang muda mudi di rumahnya itu. Untung saja perusahaan membatalkan meeting klien, kalau tidak, mungkin Vivi tidak akan tau apa yang akan di lakukan kedua anak ini di rumahnya sendiri.
***
Rania beranjak dari duduknya ketika bel istirahat menggema dalam ruang kelas.
Sambil melewati meja Raka, dengan sengaja Rania memberikan secarik kertas yang sudah dia lipat dan taruh di atas meja Raka dengan cepat. Raka yang terkejut langsung menutup kertas tersebut dengan telapak tangannya.
"Ciee.. Ciee.. Ada yang surat-suratan nih! Sepertinya surat cintaa tuhh!" seru Caca cewek centil tukang gosip di kelas yang tak sengaja memergoki mereka.
Aduh! Pakai ketahuan si biang gosip segala lagi! Bisa-bisa hubunganku dengan Raka bakal ketahuan! pikir Rania panik.
Seisi kelas memasang mata pada Rania dan Raka.
"Masa sih? Mereka jadian?" timpal Titi teman satu geng Caca ikutan kepo.
"Apaan sih kalian! Itu cuma ajakan aku saja untuk meminta Raka menemaniku beli kado Bu Susi, wali kelas kita! Kamu ingat kan kemarin semua murid kelas ini di mintai patungan untuk beli kado? Aku malu kalau ngomong langsung di depan kalian," ucap Rania membuat alasan dengan memanfaatkan posisinya sebagai bendahara kelas yang sedang mengajak Raka si ketua kelas untuk membeli kado bersama.
"Iya ih, si Caca mah gosip mulu kerjaannya!" nyinyir Bimo, murid paling cerewet dan melambay di kelas mereka.
Setelah Bimo bicara seperti itu, Caca mendapat sorakan dari semua teman satu kelasnya.
Rania bernafas lega. Aman.. Aman...
"Ran, beliin kado yang bagus yaa.." celetuk Dinar.
"Tapi jangan dekat-dekat si Raka, Ran. Dia bau!" ucap Aldo bercanda.
"Kamu kali yang bau!" timpal Nara, siswi teladan yang suka kebersihan.
"Tau tuh si Aldo! Aturan jangan bilang gitu, tapi ingatin Rania agar tidak jatuh cinta sama si Raka. Mending sama aku," gombal Iqbal ngaco.
Lagi-lagi sorakan di kelas itu bergema mendengar ucapan tengil Iqbal.
Rania merasa semua orang mendukung dia dan tidak menaruh kecurigaan sama sekali pada hubungan mereka, sama seperti satu tahun yang lalu ketika dia mulai pacaran dengan Raka. Dulu dia dan Raka hanya siswa biasa, namun setelah naik kelas dan berganti teman mereka di tunjuk menjadi ketua kelas dan bendahara. Dan sungguh tak di sangka kalau mereka akan di tempatkan satu kelas yang sama lagi. Karena itu hubungan mereka masih saja disembunyikan hingga saat ini.
Setelah bel pulang berbunyi seluruh murid berebutan menuju gerbang sekolah terkecuali Raka yang tampak sedang menunggu Rania yang hari ini piket. Teman piket lainnya sudah beres melakukan tugas tinggal Rania seorang.
"Kamu nungguin Rania mau cari kado ya?" tanya Ina ramah. Dia keluar lebih dahulu setelah menyelesaikan tugas piketnya.
"Iya, nih."
"Tunggu aja, sebentar lagi juga dia selesai," ucap Ina masih saja dengan keramah tamahannya.
"Oke. Terimakasih," balas Raka tak kalah ramah padahal dalam hatinya dia menggerutu kalau hal seperti itu sebenarnya tidak perlu dilakukan. Andai dia bukan ketua kelas malas banget harus basa-basi gak jelas apalagi sama Ina si cewek pendiam yang cupu.
Raka celingak celinguk pada sekitarnya. Memperhatikan kalau tidak ada orang lain lagi selain dia. Dia juga memastikan kalau petugas piket di kelas sebelahnya sudah pulang. Karena dirasa sudah aman, Raka pun masuk ke dalam kelas lalu memeluk pinggang Rania dari belakang yang masih sibuk menghapus papan tulis.
Rania terlonjak kaget tapi seketika sebuah senyum mengembang dibibir mungilnya saat tau Raka ada di belakang tubuhnya sedang memeluk Rania dengan mesra.
"Kamu tuh ngagetin aja! Kalau ada orang yang lihat bagaimana?"
"Nggak ada ko, Yang. Aku udah cek kelas sebelah udah kosong. Lagian kelas kita kan paling pojok jadi aman," Raka memutar tubuh Rania dan mendorongnya menuju pintu. Dengan sengaja pula Raka menutup pintu tersebut kemudian menyenderkan tubuh Rania di balik pintu yang sudah tertutup. Rania hanya bisa pasrah. Dia tau apa yang akan dilakukan oleh Raka.
Dan benar saja, sebuah ciuman hangat mendarat di bibir Rania. Seketika otot-otot tubuh Rania menegang. Ini adalah ciuman kedua mereka. Ciuman yang Rania rindukan semenjak hari itu. Sampai terbawa mimpi Rania menginginkan ciuman itu lagi dan baru bisa dia dapatkan sekarang.
Raka dengan tak sabar ******* bibir Rania. Dia menikmati daging merah di wajah pacarnya itu. Mereka berciuman seperti sedang berlomba. Keduanya kehabisan nafas tersengal-sengal namun enggan melepaskan.
Entah berapa lama mereka menikmati kemesraan itu. Hingga akhirnya Rania mendorong tubuh Raka karena dia sudah tidak sanggup lagi dan ingin mengatur nafasnya yang memburu dan lelah.
Raka menatap Rania tajam. Di jilatnya bekas liur di bibir Rania yang menyisa membuat gadisnya itu tertawa. Begitu pula dengan Raka. Namun tawa itu membawa mereka untuk saling menatap dan tanpa aba-aba keduanya lagi-lagi kembali saling *******. Baik Raka maupun Rania, keduanya sangat asyik sampai tak sadar keringat sudah membanjiri seragam mereka.
Namun aksi mereka ini langsung terhenti setelah mendengar suara derap langkah kaki menuju ruangan ini.
Buru-buru Raka menarik lengan Rania dan mengajaknya duduk di sebuah bangku lalu tergesa-gesa mengeluarkan buku catatan keuangan.
Dengan nafas tersengal-sengal dan keringat membanjiri tubuh, mereka pura-pura sedang menghitung uang kas.
Dan tepat waktu saat itu juga masuk Tina bersama Aulia masuk ke dalam kelas.
"Eh, kalian masih belum pulang?" tanya Tina setelah pintu terbuka. Tina dan Aulia saling pandang tak tahu menahu.
"Belum, Tin. Lagi ngitung uang dulu biar tau mau beli kado apa untuk Bu Susi. Takut uangnya kurang," jawab Rania sedikit gemetar.
"Kok kalian belum pulang juga?" tanya Raka mengalihkan perhatian berusaha bersikap tenang.
"Oh, ini si Tina ketinggalan buku les-nya di kolong meja. Jadi balik lagi deh buat ngambil," jawab Aulia.
"Oh, hari ini kalian ada les ya?" tanya Raka pura-pura perhatian padahal dia sedikit gedek karena yang bisa les di kelas mereka itu hanya segelintir orang-orang seperti Tina dan Aulia. Para anak orang kaya!
"Iya nih, jadwalnya hari ini sepulang sekolah," jawab Aulia lagi.
"Aul, tunggu sebentar ya aku ambil dulu bukunya," Tina sedikit berlari menuju bangkunya dan segera mengambil buku yang dia maksud. Buku itu sangat mencolok karena begitu tebal. Pasti materi di dalam sana banyak sekali dan hanya diajarkan di tempat les saja. Raka tidak heran kalau di kelas ini Tina dan Aulia selalu jadi murid unggulan.
Selesai mengambil buku itu mereka pun ijin pamit menuju tempat les. Rania yang deg-degan tak karuan terpaksa memberikan senyuman manis yang dia punya dengan ramah bahkan tak lupa juga mengucapkan hati-hati di jalan kepada Tina dan Aulia.
Raka menutup buku kas dan sedikit membanting ke meja. "Sombong banget orang-orang itu!" tukasnya kesal.
Rania menatap Raka bingung. "Kenapa memangnya? Kok kamu bicara seperti itu?"
"Kamu tidak sadar kalau tadi mereka sedang menyombongkan diri karena bisa les di Ganesha? Itu kan tempat kursus mahal, mentang-mentang anak orang kaya petantang petenteng banget gayanya!"
Rania mengelus pipi Raka lembut lalu mencium keningnya. "Biarkan saja, kita tidak perlu urusin mereka yang gak penting untuk kita," Rania sedikit mengikik meremehkan ketika mengatakan itu, "kamu lihat kan meski mereka kaya dan pintar tapi tidak ada yang mau berteman dengan mereka, makanya kemana-mana mereka selalu berdua saja udah kayak lem alteko, hahahah!" tawa Rania membahana memenuhi ruangan diikuti oleh Raka yang ikut terhibur oleh candaan pacarnya itu.
"Ran, mau lanjutin lagi yang tadi?" goda Raka.
Rania sedikit memukul lengan Raka, "Kamu ini gak kapok apa? Tadi jantungku hampir copot loh waktu mereka datang, ini kamu malah mau lagi? Lebih baik jangan deh, soalnya sebentar lagi penjaga sekolah bakal keliling buat kunci pintu," ujar Rania sambil membereskan buku dan memasukannya ke dalam tas.
Wajah Raka tampak cemberut kecewa.
Rania menarik lengan Raka. "Yuk, sekarang kita beli dulu kado untuk Bu Susi, masalah dilanjutin atau enggaknya bisa kita putuskan saat di rumahku nanti."
Raka mendongak senang. "Serius kita nanti ke rumahmu? Apa tidak apa-apa? Kemarin saja kita hampir ketahuan Mamamu loh?"
"Tenang saja. Mamaku kerja seperti biasa, dan pulangnya selalu malam. Papaku juga hari ini kerja masuk shift siang, pulangnya juga malam, jadi aman," jelas Rania membuat Raka membulatkan matanya seperti bayi kegirangan hendak diberikan susu oleh sang ibu tercinta.
Raka cepat-cepat membereskan barangnya dan mengikuti langkah Rania menuju parkiran dengan perasaan senang serta hati gembira yang tak sabar.
***
Raka dan Rania menaiki motor masing-masing seperti biasa, sudah setahun ini mereka berpacaran selalu bertemu di tempat rahasia di pohon belakang sekolah dengan membawa motor-motor tersebut.
Tempat itu sedikit menanjak di dataran lebih tinggi, karena itu ketika akan bertemu mereka selalu membawa motor masing-masing supaya tidak ada orang curiga dengan hubungan mereka. Tapi hari ini berbeda, mereka akan pergi mencari kado untuk wali kelas yang berulang tahun, sekalian curi kesempatan sembari kencan di muka umum.
Rania dan Raka tiba di parkiran sebuah mall. Mereka masuk ke dalam mall sambil lihat kiri-kanan sekitar. Kira-kira apa ya yang bagus untuk dijadikan kado?
Raka teralihkan oleh sebuah patung manekin di toko sebelah yang menarik matanya lalu pergi ke toko tersebut meninggalkan Rania yang masih sibuk melihat-lihat pajangan di etalase toko benda-benda unik. "Yang, Yang lihat deh!" panggil Raka kegirangan.
Rania menoleh dan saat itu juga Raka sedang membentangkan sebuah bra ke depan muka Rania membuat gadis itu hampir menjerit karena malu.
"Kamu apa-apaan sih, Yang? Malu tau dilihatin banyak orang!" omel Rania kesal.
"Jangan ngambek gitu dong, Ran. Aku kan bercanda, lagian kan gak ada yang kenal ini."
"Loh? Kalau ada yang kenal gimana?"
Raka angkat bahu.
Rania menahan senyum merasa konyol. "Iseng banget sih kamu liatin beginian, gak ada kerjaan banget!" omel Rania kesal namun merasa lucu juga.
"Abis aku keinget sama kamu, Yang!"
"Maksudnya?"
"Nih lihat! Kayaknya ukuran ini gak cukup deh sama kamu, soalnya punya kamu kecil!" ucap Raka cengengesan membuat wajah Rania memerah menahan malu. Dia takut ada yang mendengar obrolan mereka apalagi dari tadi pegawai toko pakaian dalam itu selalu mengawasi Raka. Mungkin takut membawa barang mereka tanpa membayar.
Rania mengajak Raka masuk kembali ke dalam toko tersebut dan meletakkan kembali bra yang tadi Raka pegang ke dalam keranjang pajangan.
"Kamu ih malu-maluin aja! Kita dilihatin mulu loh dari tadi! Bisa-bisa disangka maling tau!"
Raka tak peduli, dia masih saja cengengesan. Rasanya lucu saja melihat wajah Rania malu-malu seperti itu.
Dengan paksa Rania menyeret lengan Raka untuk menjauh dari toko tersebut dan fokus mencari kado untuk Bu Susi, wali kelas mereka.
Setelah beberapa saat akhirnya diputuskanlah untuk membeli sebuah tas merek lokal yang lumayan harganya. Kan cakep tuh kalau dibawa kerja, bisa dipamerin ke guru-guru lainnya, dan sisa uangnya pun dibelikan kue ulang tahun untuk dirayakan di jam pelajaran Bu Susi besok.
Tapi kok kayak ada yang kurang ya kalau cuma kasih tas? Tiba-tiba Rania terbebani oleh sesuatu karena mendadak muncul wajah Tina dan Aulia dibenaknya.
Rania bilang pada Raka untuk mencari opsi lain yang lebih istimewa. Raka tidak masalah dan akan ikut bantu Rania mencari kado yang dirasa pas itu sampai dapat.
Setelah mendapat kado yang dirasa sangat bagus mereka pun akhirnya pulang ke rumah Rania untuk membungkus kado tersebut.
Raka merebahkan diri sesampainya di rumah Rania. Dia mengipas-ngipas leher dengan jaketnya yang sudah dia lepaskan.
"Gila panas banget hari ini!" keluh Raka.
"Iya nih, Yang! Aku juga kepanasan!" Rania meletakan kue dan kantung tas beserta peralatan pembungkus kado di atas sofa lalu menutup pintu.
"Sebentar ya aku mau ganti baju dulu, gerah banget!" izin Rania menuju kamarnya.
Ketika Rania sudah membuka rok dan sedang melepas kancing baju seragamnya tiba-tiba dua buah tangan memeluk tubuhnya dari belakang.
Rania terkejut begitu hebat, dia tau itu kelakuan Raka tapi kali ini bukan perasaan senang yang dia dapat melainkan sebuah ketakutan yang amat sangat. Saat itu juga Rania merasa Raka sedang mencium tengkuknya bahkan meremas dada Rania dengan pelan.
Rania makin terperanjat. Dia memberontak lalu melepaskan diri dari Raka. Wajah Rania terlihat sangat ketakutan.
Melihat itu Raka langsung tersadar. Raka tak ingin salah paham, dia ingin menjelaskan hal tadi tapi Rania melangkah mundur hingga terjatuh duduk di kasurnya. Kakinya terasa sangat lemah. Dia tidak menyangka Raka akan melakukan hal menjijikan seperti tadi.
Raka merasa menyesal. Buru-buru dia bersimpuh dan meminta maaf pada Rania.
"Ran, maafkan aku! Aku sungguh menyesal melakukan hal tadi! Aku sungguh tidak bermaksud melecehkanmu. Aku hanya terbawa suasana saja ketika melihatmu berganti pakaian, sungguh maafkan aku," sesal Raka tampak serius.
Rania tidak habis pikir, "terbawa suasana katamu?!" bentaknya tak suka.
"I-iya Ran. Aku tadi cuma mau bertanya soal surat dari anak-anak untuk Bu Susi supaya ku taruh nanti bersamaan dengan kadonya. Tapi ketika aku hendak menanyakan itu, aku lihat kamu sedang melepas baju. Aku tadinya hanya iseng peluk ingin mengagetkanmu. Tapi rupanya aku malah terbawa suasana dan melakukan hal yang aku sendiri pun tak duga. Aku janji hal seperti ini tidak akan terulang lagi," makin jatuh kepala Raka ke lantai demi memohon pengampunan.
Rania merasa kasihan dengan wajah polos Raka itu. "Kamu kok bisa kepikiran hal seperti itu sih?"
Raka mendongak. "Itu.. Sebenarnya aku pernah nonton video begituan di laptop abangku. Kamu kan tau aku tidak punya laptop dan selalu meminjam milik abangku ketika ada tugas yang harus diketik. Dan ketika itu aku tidak sengaja menemukan video-video begitu. Kamu pasti jijik ya mendengar aku begini. Tapi sumpah, aku tadi hanya terbawa suasana. Mungkin karena kamu pacarku dan aku cinta sama kamu makanya aku berani melakukan hal seperti tadi."
Hati Rania tiba-tiba tersentuh mendengar pengakuan cinta dari pacarnya itu. Lama-lama hatinya yang sempat marah itu jadi luluh karena Raka bilang dia melakukan itu atas dasar cinta pada Rania.
Rania berdiri dari tempat tidur dan meminta Raka untuk berdiri lalu memeluknya tanpa syarat.
"Baiklah. Maafkan aku juga karena sudah membentakmu," ujar Rania akhirnya. Tapi ada yang aneh, ketika Rania memeluk Raka tidak biasanya dia merasakan sesuatu yang aneh seperti menyodok perut Rania.
Raka juga merasakan itu. Dia jadi malu. Rania yang tingginya hanya sepundak Raka pasti akan merasakan sesuatu di bawah sana.
Rania mendengar degupan jantung Raka yang berdetak kencang dan rasa tonjolan di perutnya itu malah membuat dia jadi tertawa.
Raka bingung, "Kamu kok ketawa, Yang?"
"Abis kamu lucu, adikmu susah diatur ya?" tanya Rania bercanda. Muka Raka jadi melemas, ketegangan seolah sirna begitu saja. Dia tau mood Rania sudah kembali.
"Iya Yang, habisnya kecantikanmu menggodaku," rayu Raka membuat Rania terpesona.
Rania tersenyum dengan wajah yang memerah. Keduanya saling menatap dalam diam lalu sedetik kemudian bibir mereka saling bertautan tanpa aba-aba.
Kali ini Rania tidak takut lagi, malah seperti ada dorongan yang membuatnya pasrah. Dia juga tidak menolak lagi tangan Raka jika bermain-main di dadanya.
Bahkan kali ini Raka menuntun Rania untuk merebahkan diri di atas kasur. Keduanya terjun ke dalam alam bawah sadar mereka masing-masing. Tak satupun dari mereka yang tidak menikmati sensasi menyenangkan ini.
Ketika Raka hendak menyusupkan jarinya ke titik sensitif milik Rania, suara klakson motor mengejutkan keduanya.
Rania dan Raka saling berpandangan satu sama lain dan saat itu juga suara pagar rumah Rania terdengar menggeser terbuka.
Loh, siapa itu yang masuk rumah Rania sekarang? Di saat mereka sedang seperti ini pula?!
***
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!