Rania dan Raka saling berpandangan satu sama lain dan saat itu juga suara pagar rumah Rania terdengar menggeser terbuka. Lantas Rania mendorong tubuh Raka begitu saja kemudian menyuruh dia kembali ke ruang tamu sementara Rania bergegas ganti baju.
"Itu suara motor Papaku! Cepat kamu pergi ke ruang tamu!" perintah Rania panik.
"Bukannya kamu bilang Papamu masuk shift siang?"
Rania geleng-geleng kepala kebingungan, "Tidak tau! Pokoknya kamu kembali dulu ke sana!"
Tanpa bicara lebih lanjut Raka setengah berlari menuju ruang tamu sambil membetulkan seragamnya dan pura-pura sedang menunggu Rania. Tak lupa dia mengeluarkan peralatan untuk membungkus kado dan berpura-pura sedang bekerja dengan semua barang tersebut.
Tepat saat itu pintu terbuka. Betapa terkejutnya Papa Rania melihat keberadaan Raka di rumahnya. Buru-buru Raka bersalaman dengan Papa Rania.
"Loh kamu siapa?!"
"Sa-saya temannya Rania, Om," jawab Raka kikuk.
Rania buru-buru keluar kamar setelah mengganti pakaian. "Papa kok udah pulang? Bukannya hari ini masuk shift siang?" tanya Rania sambil menyalami Papanya.
"Aturannya sih Papa masuk shift siang, tapi tadi rekan kerja Papa telepon untuk tukar shift karena istrinya melahirkan. Jadi Papa masuk pagi, itu juga kesiangan aturan masuk jam 7 jadi masuk jam 8 karena mendadak minta tukar shift. Kalau hari ini bos besar gak datang sih gak masalah dia izin gak masuk kerja, lah ini ada big boss jauh-jauh datang ke sini ya karyawan mau gak mau mesti stand by," jelas Papa sambil melirik Raka.
"Ini temanmu?" kali ini gantian Papa melirik Rania. Tatapannya dingin dan tajam. Baru kali ini Rania merasa tertusuk ditatap seperti itu padahal mata mereka sedang tidak bertemu. Rania bahkan cenderung tidak mau melihat mata Papanya tapi dia tau Papanya sedang menatap seperti itu.
"I-iya, Pa. Ini Raka teman sekelas Rania. Dia ini ketua kelas Rania. Papa tau kan Rania bendahara di kelas, nah Rania dan Raka sekarang lagi ngerjain kado untuk Bu Susi wali kelas yang berulang tahun besok. Dan kami sekelas sepakat untuk memberikan surprise kepada beliau. Tadi aja Rania dan Raka baru beli kado dari uang patungan sekelas," kali ini Rania yang ganti menjelaskan.
Rasanya seperti dejavu! Kejadian dan perasaan bersalah lagi-lagi menggerogoti hati Rania karena dia sadar telah membohongi kedua orang tuanya. Meskipun tidak semuanya bohong sih, tapi kan tidak semuanya juga benar apalagi baru saja Rania dan Raka hampir melakukan hal yang tidak seharusnya mereka lakukan di umur mereka itu.
Papa manggut-manggut paham, "Ohh, jadi ini tugas kalian berdua ya sebagai perwakilan kelas untuk menyiapkan kado?"
"Iya, Pa. Makanya Rania bawa Raka ke sini karena kebingungan harus siapkan di mana. Papa tidak keberatan kan, Pa?" tanya Rania masih takut-takut.
"Ya tentu saja tidak, Sayang. Kan ini tanggungjawab kalian sebagai bendahara dan ketua kelas. Tapi lain kali kasih tau Papa atau Mama dulu ya kalau kamu mau bawa teman ke mari, apalagi teman kamu cowok. Kan gak enak juga kalau ada tetangga yang lihat, nanti muncul gosip yang enggak-enggak," ucap Papa memberi nasihat.
Rania mengangguk mengerti sambil minta maaf. Dia tau, ini sebuah kesalahan, karena Papanya pasti pernah mendengar cerita dari Mama kalau Rania pernah membawa teman cowok juga ke sini dan teman cowok itu lagi-lagi adalah Raka.
Rania cuma bisa berharap semoga Papanya tidak ingat siapa nama cowok yang diceritakan Mama itu. Meskipun mustahil karena Raka pernah memperkenalkan dirinya sebagai pacar Rania.
Tapi untuk saat ini Rania tidak mau ambil pusing dulu, yang penting Papanya sudah percaya pada cerita Rania itu yang tidak seratus persen benar dan tidak seratus persen salah juga.
"I-iya, Om. Maafkan saya kalau sudah lancang bertamu tanpa izin terlebih dahulu," kali ini Raka juga buka suara untuk meminta maaf saking sadar dirinya dia.
"Sudah, tidak apa-apa. Om hanya kaget saja kok tiba-tiba bisa ada cowok di rumah Om. Oh iya, ngomong-ngomong apa kalian sudah makan?"
Rania dan Raka saling berpandangan. Tiba-tiba Raka nyengir malu-malu sambil berkata, "Belum, Om."
Padahal dalam hati Raka dia bicara, "Kami sudah makan bibir satu sama lain, Om!"
Benar-benar ya si Raka suara hatimu itu keterlaluan sekali! Sungguh anak yang sangat kurang ajar!
"Baiklah kalau begitu, Rania kamu pesan go-food ya, apa saja terserah, pesankan tiga untuk kita makan bersama, nanti Papa yang bayar. Papa ganti baju dulu ya," ucap Papa lalu pergi meninggalkan mereka berdua yang saling sikut-sikutan saling menyalahkan.
"Untung aja kita belum ngapa-ngapain! Kalau Papamu datang pas kita melakukan itu, pasti bakal habislah aku!" bisik Raka kesal tepat di telinga Rania.
Rania menoleh memelototi Raka. "Kamu lagi nyalahin aku? Kamu gak ingat gimana sebelumnya kamu minta maaf sama aku sampai bersujud karena melakukan hal itu?"
Raka tertunduk malu. Dia tau posisinya saat ini adalah yang paling salah karena dia yang mengompori Rania untuk sama-sama mencari kenikmatan yang sebenarnya tidak boleh mereka lakukan.
"Ma-maafkan aku, Ran! Aku tadi tersulut emosi, padahal aku yang salah," sekali lagi Raka meminta maaf.
Rania cuma bisa menghela nafas dan terus mencoba untuk selalu berpikir jernih supaya dia tidak terpancing emosi dan keceplosan mengungkapkan perbuatan mereka tadi.
"Baiklah, tidak perlu kita ungkit lagi. Sekarang kita pesan makanan saja. Kamu mau apa?"
"Entahlah. Apapun aku tak masalah, yang penting ayam," jawab Raka.
"Katanya apapun tak masalah, tapi yang penting ayam? Lucu banget sih kamu, Yang!" senyum Rania mengembang begitu saja dalam beberapa detik setelah pertikaian mereka. Hal itu membuat keduanya jadi akrab kembali seperti sebelumnya seolah apa yang terjadi barusan seperti tidak pernah terjadi.
Sambil menunggu pesanan makanan datang, baik Raka maupun Rania bekerja menyicil membungkus kado spesial untuk Bu Susi. Konsep yang mereka kerjakan kali ini tidaklah mudah. Karena mereka serius ingin membuat surprise yang benar-benar surprise bagi wali kelas mereka. Sesuatu yang bisa mereka pastikan pasti tak akan pernah Bu Susi lupakan seumur hidupnya!
Tiba-tiba sebuah motor berhenti di depan rumah Rania, dan tidak mengejutkannya lagi seperti sebelumnya melainkan kali ini malah sangat Rania tunggu kedatangannya
Benar! Ayam goreng pesanan Rania sudah tiba! Tepat sekali katika perut mereka mulai berisik tabuh menabuh seperti gendang mengumandangkan kelaparan.
Buru-buru Rania memberitahu Papanya supaya mereka secepatnya makan bersama.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments