CEO And The Twins
"Apa ... Sayang, ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba kau memutuskan aku begitu saja? Apa salahku?" Ian terkejut dengan ucapan Vika barusan.
"Kau mendengar dengan jelas apa yang aku katakan 'kan?" Vika melipat tangannya di dada dan mencondong tubuhnya ke depan. Wajahnya terlihat sangat serius menatap kekasihnya itu.
Diam sebentar, Ian pun mengulum senyum. "Kau cuma bercanda 'kan, Sayang?" Pria itu mencoba meraih lengan pacarnya itu pelan.
Vika menepisnya dengan kasar. "Apa aku terlihat bercanda untukmu?" Ia mengangkat kedua alisnya. "Bodoh!"
"Sayang, kenapa kamu bicara sekasar itu? Kau tak pernah berkata-kata kasar sebelumnya padaku." Pria itu begitu terkejut dengan cara bicara wanita itu yang berubah kasar seakan ia baru bertemu dengan Vika yang lain.
"Karena itu kubilang padamu, kau bodoh! Aku sudah tak tahan padamu lagi!"
"Tak tahan apa, Sayang?" Ian makin tak mengerti.
"Ya, tak tahan pacaran dengan bule miskin sepertimu lah! Ya ... pekerjaanmu sih lumayan ... Marketing Manager, tapi kalau aku bisa dapat yang lebih, kenapa aku harus bertahan denganmu, bodoh!" ejek wanita itu kembali dengan penuh penekanan. Ia mengatakan itu agar Ian mengerti dengan jelas apa maksud perkataannya kali ini dan tidak lagi datang mencarinya. Segera ia meraih tas yang berada di atas meja dan pergi meninggalkan tempat itu.
Ian meraih serbet makan dan mengusap mulutnya cepat. Ia lalu melemparnya ke atas meja dengan kesal.
Ia pikir ia telah menemukan tambatan hati. Seorang wanita cantik berhati emas yang mau menunggunya hingga ia mencapai posisi yang lebih baik. Atau paling tidak menerima apa adanya dirinya sekarang ini.
Namun ternyata wanita itu hanya seorang penipu. Mulut manisnya selama ini hanyalah kedok, untuk menanti pria yang lebih baik darinya lalu memutuskannya dengan dalih, ia tak sehebat pria yang dipilihnya kini.
Sungguh, Ian merasa telah ditipu habis-habisan oleh Vika sementara hatinya sudah terlanjur terpaut. Luka yang ditorehkan terlampau dalam hingga ia tak sanggup untuk berhenti di tengah jalan. Hatinya hancur berkeping-keping menyisakan genangan air di sudut mata.
Ya, ia sudah terlanjur menyukai wanita itu hingga sulit percaya, wanita itu sanggup berkata kasar untuk menyudahi semua kenangan indah yang sudah mereka lewati bersama. Terlalu sakit untuk ditelan sendiri.
Ian kini harus berhenti berharap, wanita itu kembali karena cinta.
----------+++---------
Di salah satu sudut restoran mewah, dua orang pria usia matang di awal 30an tertawa lepas. Mereka sedang mengenang kisah lama mereka berdua yang kembali muncul ketika mereka kembali bertemu.
"Ho, ho, ho, kau masih ingat masa-masa itu ya?" ucap pria di depannya. Ia bersantai dengan melipat kakinya ke samping.
"Tentu saja. Karena saat itu aku bebas berekspresi. Sekarang wow, untuk melakukan itu saja aku harus perpikir dua kali. Bagaimana nanti kalau anak-anak dan istriku melihatnya? Apa pendapat mereka nanti kalau mereka tahu aku sekonyol itu dulu ...." Ia tergelak.
"Mmh, begitu ya?" Pria tampan yang sudah menduduki kursi CEO ini, walaupun mempunyai garis wajah tegas tapi masih memperlihatkan sisi lembutnya. Terbukti dari cara bicaranya yang ramah.
"Makanya Ian, menikahlah! Agar kau tahu bagaimana teduhnya rumah saat kau pulang. Lagi pula kau kan bule keturunan Amerika-Rusia. Indonesia adalah surgamu untuk menemukan wanita muslim yang kau inginkan. Bukankah itu tujuanmu dulu datang ke Indonesia."
Ian tersenyum seraya menundukkan kepalanya. "Ya, ya, ya, ya, ya, ya ...," ucapnya pelan seraya memiringkan kepala.
"Kenapa sejak putus dengan yang dulu itu, kamu belum lagi menemukan yang baru?" Vincent, bule Amerika yang kini kembali menetap di Jakarta setelah sempat pindah ke Bali itu, mempertanyakan kesendirian temannya itu. Ia melipat tangannya di dada dan dengan serius menatap Ian seraya mencondongkan tubuhnya ke depan. "Hei, serius lah! Masa satu saja tidak bisa kau temukan."
Ian menggeleng-gelengkan kepalanya. "Entahlah. Aku serius mengejar uang hingga tak sadar, sudah 5 tahun berlalu dari sejak kejadian itu. Aku sendiri tidak sadar sudah selama itu."
"Well, now(nah, sekarang) ... bukalah matamu lebar-lebar. Barangkali kau telah melewati wanita itu sedangkan dia sendiri mungkin sedang berada di dekatmu."
"Mmh." Pria itu mengangkat bahu seraya kembali memiringkan kepala.
Vincent menyudahi makannya dengan mengusap mulutnya sedikit dengan serbet dan meletakkannya di samping. "Bagaimana kalau kita teruskan pembicaraan kita di kantorku, mmh?"
"Tapi aku sedang banyak kerjaan."
"Ah, lupakan itu sejenak. Pekerjaanmu akan tetap ada walaupun kau menundanya hingga esok. Aku tahu itu karena aku juga CEO. Sekali-sekali beristirahatlah atau ambil cuti karena pekerja seperti kita ini lumayan sibuk. Kita harus menyegarkan otak dan tubuh kita agar bisa maksimal dalam bekerja. Bagaimana menurutmu?"
Mau tak mau Ian menyerah. Ia memang ingin sekedar bersantai dan mengenal dunia yang kini mengelilinginya.
----------+++---------
Kedua bule yang bersahabat itu kembali duduk di kursi sofa ruang kerja Vincent.
Ian kembali mengedarkan pandangan untuk kedua kalinya pada ruang besar itu. Cukup nyaman dan tertata apik. "Jadi kamu pindah kerja hanya karena ingin pindah ke Jakarta, begitu?"
"Well, walaupun Bali cukup indah tapi istriku tidak mau jauh dari orang tuanya jadi terpaksa aku ganti pekerjaan agar bisa kembali kemari."
"Mmh, cukup nyaman juga ruang kerjamu." Ian menyandarkan punggung dan merentangkan tangannya pada sandaran sofa.
Terdengar pintu diketuk. Seorang pegawai masuk menghadap Vincent. Seorang wanita berjilbab dan berkacamata dan dia .... "Maaf Pak, ini laporannya untuk bulan ini." Ia mengangkat sedikit kacamatanya di atas hidung dan menyerahkan berkas-berkas itu pada pria bule itu.
"Oya, terima kasih." Vincent menerimanya di kursi sofa.
Wanita itu ... pandangan mata Ian tak bisa berkedip melihatnya. Kacamata, jilbab ... ah! Tanpa itu ia sangat mirip. Eh, tapi tunggu dulu. Dia tidak secantik Vika. Ah, kenapa nama sialan itu kini kusebut lagi, ck! Mmh ... matanya beda. Matanya lebih lembut di banding mantanku. Ya, dia lebih cocok disebut mantan karena seharusnya sejak dulu ingatanku tentangnya sudah kumasukkan ke dalam tempat sampah!
Ya, itu tempat yang cocok untuk seorang mantan.
Sudah, jangan mengingat-ngingat dia lagi. Ian mengalihkan pandangan.
Wanita itu kemudian keluar dan menutup pintu. Ian kembali mengobrol dengan temannya, tapi sepanjang percakapan pikirannya terus berputar-putar membayangkan wanita tadi.
Wanita itu mungkin melihat keberadaannya hanya dalam waktu beberapa detik saja tapi bagi dirinya pertemuan itu membuat ia tak bisa melupakan wanita itu. Pertemuan yang sangat berkesan.
Ian, apa kau sudah gila? Kau mencari orang yang sama, atau sebenarnya kau masih mencintai mantanmu itu, mmh? Kau masih ....
"Ian ... oi! Kau melamun?" Vincent menjentikkan tangannya di depan mata sahabatnya itu.
"Mmh, boleh aku tahu siapa namanya?"
___________________________________________
Selamat datang di novel terbaru author ingflora. Ini visual Ian Xander pria bule yang sedang mencari cinta sejatinya. Tekan favorit agar terus bisa mengikuti novel ini dan jangan lupa like, vote, komen atau hadiah sebagai penghargaan jeri payah author. Salam, ingflora💋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Ian
Hadir..
Namaku juga Ian, Thor.. 🤭 tapi aku cewek
Sekalinya ada nama Ian di novel, ehh..malah peran cowok 😂😂
2022-12-01
2
Essih Junaesih
melipir thor gasssd
2022-10-02
2
Febi Chan😍
aku hadir thorr. semangat ya
2022-10-01
1