Kunjungan Setelah Menikah

Noura menunggu kepulangan Ian sambil mencicipi apple pie buatannya sendiri. Ia baru saja makan siang dengan nasi goreng dan sepotong sandwich telur yang dibuatnya tadi pagi. Lama menanti, ia menyerah. Setelah menghabiskan sepotong apple pie, ia menutupnya dengan secangkir teh tanpa gula.

Usai makan siang, wanita itu pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian, lalu berangkat ke rumah orang tuanya menggunakan taksi. Vika dan suaminya ternyata juga berada di sana.

"Aduh, pengantin baru kok sendirian? Suaminya mana? Bukan karena bertengkar 'kan, datang sendirian ke sini," sindir Vika. Wanita itu juga penasaran dengan kehidupan pribadi kembarannya itu sejak tahu bahwa Ian adalah anak seorang milyuner. Menyesal putus dengannya pun tak berguna.

"Mmh, tidak. Dia pergi main golf dan aku tidak suka menunggunya di sana. Lebih baik aku masak di rumah, agar saat ia pulang, ia bisa langsung beristirahat dan tidak lupa makan. Ian, karena sibuk, sering lupa makan," kilah Noura, padahal ia sendiri tidak tahu kebiasaan suaminya. Ia hanya mengada-ngada menghindari pertanyaan Vika.

"Heran, jadi nyonya kaya kok masak? Kan bisa tinggal minta pembantu saja kerjakan. Apa gunanya punya banyak pembantu di rumah?" Vika membayangkan kembarannya punya banyak pembantu dan tidak punya banyak yang bisa dikerjakan karena punya majikan seperti Noura. Vika sendiri, di lain pihak, tidak suka masak. Ia lebih suka bersolek dan berbelanja pakaian untuk menambah koleksi pakaian seksinya dengan koleksi tren terbaru.

"Ya, tiap rumah berbeda-beda Vika. Rumah tangga orang, tidak bisa disamakan. Ada suami yang cukup punya istri yang sederhana penampilannya tapi ada pula suami yang ingin punya istri yang cantiknya luar biasa, bahkan ia memodali istrinya untuk tampil glamor. Kedua-duanya tidak ada yang salah. Yang penting bagi Ibu, kalian berdua berbahagia dengan suami kalian masing-masing. Itu saja," ucap Ibu bijak.

"Terima kasih Bu," sahut Noura tersenyum pada ibunya.

Vika merengut, Noura mendapatkan pembelaan dari ibu mereka.

"Den, kamu tidak ke mana-mana?" tanya Ibu pada Deni, suami Vika.

"Kalau Sabtu-Minggu waktunya bersama Vika Bu, karena kami masih berdua, belum punya si kecil untuk diganggu."

Ya, Vika selama 4 tahun perkawinannya belum juga dikaruniai anak. Mereka sudah coba berbagai cara tapi belum berhasil.

"Tahun ini kami mau coba bayi tabung sih Bu. Doakan ya Bu, semoga berhasil," pinta Deni pada mertuanya.

"Iya, ibu doakan. Ini cuma masalah waktu. Allah belum kasih. Kalian kan kedua-duanya sehat."

"Iya Bu," jawab Deni sopan. Deni yang berasal dari keluarga keraton, sangat santun dalam berbicara.

Ayah kemudian masuk dari pintu depan dengan pakaian olahraga.

"Ayah kok baru pulang?" tanya Noura melihat kedatangannya dari luar. Ia pikir sejak tadi ayahnya berada di kamar.

"Oh, ayah baru pulang rapat RT. Ibu langsung pulang setelah menemani ayah olahraga tadi."

"Oh."

"Bagaimana Noura, kenapa hari ini kamu ke sini?" Ayah duduk dan bergabung dengan mereka di sofa ruang tamu.

"Oh, aku ingin mengambil barang-barangku yang masih tertinggal."

"Ian mana?"

"Eh, mungkin menyusul, tapi kalau tidak nanti aku bisa pulang sendiri." Gelisah rasa hati kalau harus berbohong dengan orang tua, saudara atau bahkan dunia. Entah kapan akan ketahuan.

"Memang Ian ke mana?"

"Golf katanya, Yah," sela ibu.

"Oh."

Noura segera naik ke lantai atas. Ia memeriksa kamarnya tapi pada dasarnya ia ingin berteduh. Hanya kamarnyalah tempat ia bisa melepas lelah dan tempat ternyaman yang pernah ia tinggali. Kini ia harus meninggalkan kamar itu dan tinggal di rumah baru dengan perjuangan yang entah sampai kapan.

Pintu dibuka. Kedatangan Vika membuat Noura buru-buru mengambil kopernya yang berada di atas lemari. Ia menurunkannya pelan-pelan.

"Bagaimana kamu bisa bertemu dengan Ian?" Pertanyaan Vika yang langsung ke tujuan, terdengar seperti menyelidik. Sudah lama ia ingin menanyakan hal ini pada kembarannya itu tapi ia tak pernah punya kesempatan untuk bertemu karena sibuk.

"Dia yang menemukanku." Noura meletakkan kopernya di lantai dan membukanya. Ia kemudian membuka lemari.

"Masa? Wanita sepertimu? Sudah buta apa? Bukannya kamu yang mengejar Ian?" tanya Vika sinis. Ia duduk di atas tempat tidur Noura dan bersandar pada kepala tempat tidur dengan menggeser bantal. "Apa usahamu untuk mendapatkannya?"

Noura menoleh. "Tidak ada. Dia datang padaku. Dia tamu bosku dan aku tidak menyapanya. Malah ia yang minta kenalan lebih dulu."

Vika semakin mengerucutkan mulutnya. Kembali memorinya mundur ke beberapa tahun silam saat ia melihat bule itu untuk pertama kalinya dan jatuh cinta. Pria itu pria tertampan yang pernah dikenalkan temannya.

Pikirannya waktu itu, pria bule pastilah kaya dan setelah ia coba pacaran dengan pria itu, ia baru menyadari pria itu baru memulai karier kerjanya di Jakarta. Jabatannya hanya seorang Manager.

Padahal dulu ia mati-matian merayu pria itu untuk jadi pacarnya tapi tak seindah bayangan, pria itu tidak selalu bisa memenuhi semua keinginannya.

"Bohong, pria seperti dia mana mau dekat dengan orang sepertimu? Aku lebih cantik darimu tapi aku pun berusaha untuk mendapatkan pacar, mana mungkin Ian mendekatimu kalau bukan karena kau telah menjebaknya?"

"Apa?" Noura menghentikan kegiatannya. "Kalau tidak percaya tidak apa-apa." Saat itu ia tidak sedang ingin meyakinkan siapa-siapa.

Vika segera berdiri dari duduknya dan mendekati kembarannya. "Kamu itu tidak ada apa-apanya di banding aku. Hanya sekolah saja yang lebih pintar, tapi selebihnya kamu itu NOL BESAR!

Karena kita kembar, wajahmu mirip denganku tapi sebenarnya kamu adalah versi terburukku. Kerjanya hanya baca buku terus, tiap hari dengan berpakaian kuno seperti ini. Heh! Kamu pikir aku percaya Ian tergila-gila padamu? Pasti kamu sudah menjebaknya sehingga bule itu terpaksa menikahi kamu!"

Tudingan Vika benar-benar membuat telinga Noura panas, tapi Noura tidak membalasnya. Tidak pernah. Karena Vika adalah saudara kembarnya, saudara satu-satunya yang ia miliki di dunia ini. "Vika, aku ini saudaramu. Aku tidak pernah berbohong padamu," ucap Noura pelan.

"Ayo, nangis! Begitu 'kan caramu menghindar, setiap kali disalahkan? Selalu minta dibela Ibu atau Ayah, dasar cengeng!" Vika mulai mengejeknya.

---------+++---------

Ian pulang ke rumah. Ia menatap meja makan saat masuk ke dalam rumah. Dibiarkannya satpam rumah masuk dan meletakkan tongkat golf-nya di tempat biasa, dan ia mendatangi meja makan.

Masih tersisa makanan yang dibuat istrinya tadi pagi dan apple pie besar yang telah dipotong-potong di atas meja makan dan seharusnya makanan itu telah dingin.

Ia mengambil sendok dan mencicipi nasi goreng yang dibuat Noura. " Mmh." Seketika ia lapar. Ia mengambil piring dan menarik kursi.

Belajar di mana dia membuat nasi goreng seenak ini? Ini benar-benar enak, tidak berbumbu dan tidak spicy(pedas), cocok di lidahku. Kenapa dia begitu tahu akan seleraku atau dia memang pintar masak? Wah, gawat, tapi biarlah dulu. Dia tidak ada di sini 'kan? Ian melihat ke sekelilingnya. Dia tidak ada. Bagus! Aku makan dulu.

Ian mengambil nasi goreng itu di piring dan memakannya. Bahkan ia juga mencoba sandwich telur dan apple pie. Sandwich, ia tidak bisa menghabiskannya karena sedikit pedas.

Kenapa ia menaruh terlalu banyak lada di telurnya sih? Kan aku jadi tidak bisa memakannya, sesal Ian.

Eh, dia ke mana ya? Kok sepi? Ah! Ian menepuk dahinya karena baru teringat. Dia 'kan di rumah orang tuanya, aku 'kan harus menjemputnya, kenapa aku lupa!

Terpopuler

Comments

Heny Dian

Heny Dian

thor maaf bngt spicy itu pedas bukan berbumbu... jadi menurut ku kalimat tidak spicy ( berbumbu) dan tidak pedas kurang pas...

2023-03-07

1

Ratna Dadank

Ratna Dadank

thor maaf..
kurang greget thor😊😊😁😁

ayooo semangat thor💪💪

2022-10-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!