Kemanisan Sesaat
‘’Lelaki yang sungguh mencintaimu karena Allah pasti tak kan berniat untuk mengajakmu berbuat maksiat dan jika dia menginginkanmu pasti dia akan mendatangi ayahmu, lalu mengajak mengabadikan cinta bersama’’
‘’Monik! Tunggu!’’ Aku menoleh kepada pemilik suara yang memanggilku. Dia, kok tumben ya?
‘’Ada apa, Ndre?’’ Aku menghentikan langkahku seketika.
Dia berlari dengan napas terengah-engah pun sampai di depanku.’’Kamu mau pulang?’’
‘’Aneh nih lelaki. Ya, jelaslah setelah pulang sekolah aku langsung pulang ke rumahku. Ke mana lagi aku? Ke rumahmu?’’ Rutukku dalam hati sambil menyunggingkan sedikit bibir.
Aku masih bergeming, tak sadar aku memandanginya. Duhh! Dia begitu tampan ternyata. Ya, aku baru menyadari hal itu.
‘’Monik, kok bengong?’’ Dia mampu membuyarkan lamunanku.
‘’E—eh iya, Ndre. Aku mau pulang langsung,’’ sahutku terbata sembari memperbaiki kerudungku. Padahal itu kerudung tak amburadul. Mungkin karena salah tingkah di depan lelaki setampan Andre.
‘’Jangan dulu. Temani aku makan siang yuk!’’ Dia memainkan sebelah matanya, melirikku.
Aku jadi salah tingkah lagi,’’Hemmm….Gimana ya?’’ Seketika jantungku berdegup lebih kencang, tetapi aku mencoba untuk menenangkannya dan menarik napasku dengan perlahan.
‘’Kamu mau traktir aku?’’ tanyaku. Malah tak menjawab pertanyaannya. Dasar aku! Kalau yang gratis pasti nomor satu.
Dia tampak berpikir sejenak,’’Ya maulah. Yuk!’’ ajaknya.
‘’Mumpung cuma dekat. Kita jalan kaki aja, nggak apa-apa kan?’’
‘’Ya udah deh. Nggak apa-apa.’’ Sejujurnya aku ingin naik motor saja, apalagi Andre punya motor sport yang begitu keren. Tapi karena tempatnya dekat dengan sekolahku. Ya, sudahlah jalan aja kali ya.
Aku dan Andre bergegas melangkah. Tak berselang lama kami sampai di sana.
Kulihat masih ada beberapa siswa-siswi yang mengobrol sembari makan siang. Tetapi tak seramai ketika jam istirahat. Mungkin karena sudah jam pulang, mereka memilih untuk makan siang di rumah masing-masing.
Aku dan Andre bergegas duduk di kursi yang disediakan, Andre memandangku membuat aku salah tingkah.
‘’Duh! Apaan sih natap begitu ke aku, Ndre? Kan aku jadi deg-degkan,’’ batinku.
‘’Tapi….Aku senang ditatapnya. Walaupun jantungku mau copot rasanya. Duhh!’’
‘’Hei! Kenapa malah melamun?’’ Dia melambaikan tangannya.
‘’E—enggak kok, Ndre,’’ kilahku cepat.
‘’Ya udah deh. Kamu mau pesan apa?’’
‘’Aku terserah kamu aja.’’
‘’Terserah gimana sih? Ntar kamunya nggak suka lagi.’’ Dia mengernyitkan keningnya.
Walau sedang seperti itu, ketampanannya tak hilang sedikitpun. Ahh! Dasar aku! Ya, bohong rasanya jika aku tak tergoda dengan ketampanannya. Bahkan di kelas, dialah lelaki yang jadi rebutan para wanita. Tetapi kini pada mundur begitu saja, karena Andre sendiri yang menolak dan membuat mereka jenuh mengejar.
‘’Aku suka apa aja kok,’’ jawabku sembari memandangi dua orang siswa-siswi yang tengah romantisan. Mereka makan berdua? Hah. Jadi kepengen deh. Ternyata Andre tahu kalau aku tengah memperhatikan pasangan muda yang tengah romantis.
‘’Woi, Monik! Kenapa? Kamu mau seperti itu juga, hah?’’ Dia terkekeh memandangiku. Ah, dia tahu saja.
‘’Apaan sih, Ndre.’’
‘’ Buruan pesan sekarang! Aku mau pulang nih,’’ sungutku. Berusaha untuk bersikap biasa saja. Padahal jantungku terus saja berdetak tak karuan.
‘’Iya, iyaa.’’ Dia bergegas beranjak dari duduknya dan memesan makanan untuk kami.
Tak Berselang lama dia kembali duduk di depanku,’’Kamu cantik, Monik.’’
Jleb! Jantungku berdegup kali ini makin kencang dan pipiku mungkin seperti kepiting rebus. Dan aku tersipu malu,’’Ka—kamu ada-ada aja deh, Ndre.’’
‘’Aku serius, Monik.’’ Dia makin memandangku. Napasku semakin sulit diatur. Untung pelayannya datang membawa pesanan itu. Membuat aku bisa bernapas lega.
‘’Makasih udah menyelamatkan hidupku, membuat aku bisa bernapas lega,’’ gumamku.
‘’Permisi, Mas, Mbak!’’ Pelayan cantik itu menyuguhkan makanan yang dipesan oleh Andre.
Apa? Mi ayam bakso? Bukannya harga Mi ayam bakso ini lebih mahal. Karena setahuku makanan ini begitu favorit dan enak sekali di sekolahku. Dan aku juga pernah mendengar sahabatku bercerita. Katanya ada mi ayam bakso di cafe sekolah, yang rasanya sungguh enak membuat ketagihan membelinya dan pengunjungnya pun ramai setiap hari. Itu yang kudengar dari sahabatku. Karena memang aku tak pernah membeli mi ayam bakso ini sekalipun.
Ahh, lebih tepatnya aku tak suka banyak jajan, padahal orang tuaku memberi begitu banyak uang. Aku lebih suka menyimpannya untuk keperluan mendesak, aku tak suka sering meminta uang ke papa dan mama walau mereka bisa dibilang punya banyak uang.
Andre yang menuangkan cabe dan saus seketika memandangiku,’’Monik, kok malah melamun sih? Tuh baksonya keburu dingin loh,’’ tunjuknya.
‘’Berapaan harga bakso ini, Ndre?’’ tanyaku yang tak menjawab tanya Andre.
‘’Kok kamu malah nanya harga? Aku bukan penjual bakso.’’ Dia terkekeh.
‘’Ihh..Orang malah serius dia bercanda,’’ketusku.
‘’Jangan ngambek dong.’’
‘’Tuh baksonya keburu dingin. Makan dulu.’’
‘’Iya iya,’’ jawabku.
Bergegas kuambil kecap, saus dan cabe kutuangkan ke mangkok yang berisi mi ayam bakso sambil menatap wajah lelaki yang kini berdekatan duduknya denganku. Seketika langsung kusantap dengan masih mencuri pandangan. Mumpung Andre sibuk menyuap bakso dan dia tak memperhatikanku. Kapan lagi kesempatan ini akan aku dapatkan coba?
‘’Ahh. Pedaaasss!’’ Aku mengibaskan tanganku. Mungkin kebanyakan cabe yang kutaburkan. Jujur saja, aku tak suka banyak cabe dan tak tahan dengan yang namanya pedas.
Seketika Andre terkekeh.
‘’Dasar Andre! Bukannya ngebantu ambilin air putih kek.’’
Tak lama jus pesanan Andre pun tiba.
‘’Silakan Mbak, Mas!’’
Aku langsung bergegas mengambil jus dan menyeruputnya.
‘’Kamu itu lucu deh.’’ Dia terkekeh sembari menyuap mi ayam bakso yang tersisa di mangkok itu.
‘’Lucu? Aku kepedesin dibilang lucu. Kamu aneh, ya?’’ ketusku.
‘’Jangan begitu dong, Monik. Aku ketawa aja melihat wajahmu itu loh. Ngegemesin’’ jawabnya perlahan.
‘’A—aku sebenarnya mencintaimu.’’ Dia menatapku dengan mata berkaca-kaca.
Jantungku seketika berdegup tak karuan. Untung aku selesai makan mi ayam bakso, jika belum pasti akan tersedak dibuatnya.
Aku masih bergeming, jantungku pun tak hentinya berdegup.’’Kamu mau kan jadi pacarku?’’ Kali ini dia menggeser posisi duduknya dan memegangi jemariku. Membuat aku menggeser tempat dudukku sedikit.
‘’Sebenarnya aku udah lama memendam perasan ini. Tapi, kamunya selalu cuek sama aku. Dan aku takut di tolak.’’
‘’Kalo sekarang aku ngga akan takut lagi ditolak. Aku ngga maksa kamu untuk nerima aku. Yang jelas aku udah ngungkapin semuanya ke kamu,’’
imbuhnya yang membuat aku ternganga, jika ada nyamuk yang lewat pasti akan masuk ke mulutku. Untung saja tidak ada. By the way, sejak dulu dia punya rasa untukku? Ternyata aku yang tak peka. Dasar aku!
‘’Aku harus jawab, sebelum aku menyesal,’’ gumamku.
‘’Se—sebenarnya aku juga mencintaimu,’’ jawabku dengan terbata dan mukaku pun mungkin bak kepiting rebus.
‘’Jadi kamu mau menerimaku?’’ tanya Andre kembali sembari menatapku lekat. Makin jelas olehku, wajah tampannya itu. Membuat aku kembali menggeser posisiku sedikit.
‘’Aku begitu mencintainya, bahkan sejak kelas 1 SMA. Kapan lagi aku akan merasakan manisnya pacaran coba,’’ gumamku.
‘’Monik,’’ panggilnya begitu lembut. Dan masih memegang jemariku yang dingin seperti es di kulkas.
‘’I—iya, Ndre. Aku mau.’’ Aku mengangguk walau begitu gugup.
‘’Terima kasih, Sayang.’’ Dia mengecup jemariku.
Aku pun hanya tersipu malu dan mengangguk.
‘’Kamu cantik banget dan beda dengan wanita yang lain. Makanya aku sangat menyukaimu.’’
Seketika pengunjung café matanya tertuju kepada kami, membuat Andre tersenyum dan merasa bangga.
‘’Kamu bisa aja membuat hatiku berbunga,’’ jawabku dan menyeruput jus lemon yang masih tersisa.
‘’Aku serius loh, Sayang.’’ Bibirnya manyun. Membuat aku tak tega.
‘’Iya. Aku percaya.’’
‘’Nah, gitu dong.’’ Dia tersenyum dan menyeruput jus yang masih tersisa.
‘’Aku ke kasir dulu ya. Kamu tunggu di sini aja,’’ titahnya bergegas melangkah menuju kasir. Aku mengangguk lantas tersenyum.
Hari ini hatiku sungguh berbunga-bunga. Bagaimana tidak? Seseorang yang selama ini kucintai dengan diam, ternyata punya perasaan yang sama terhadapku dan kini dia menyatakan perasaannya kepadaku. Bagaimana aku bisa menolak coba? Ahh! Andre begitu tampan dan dia pun tak pelit sepertinya. Sungguh idaman para wanita. Tapi dia hanya boleh mencintaiku saja. Duh! Sungguh mabuk kepayang aku hari ini.
‘’Kok senyam-senyum sendiri?’’ Tiba-tiba dia datang dan kembali duduk.
‘’Aku bahagia,’’ jelasku apa adanya.
‘’Aku pun bahagia, Sayang,’’ sahutnya
Ya ampun. Aku lupa. Kan dari tadi belum pulang ke rumah. Kulirik benda yang melingkar di tanganku ini.
‘’Pukul 13.25?’’ Itu artinya sudah lama aku nongkrong di sini dan azan zuhur pun sudah lama berkumandang. Mama dan papa pasti marah jika mereka tahu kalau aku tak solat hari ini.
‘’Kenapa, Sayang? Kamu baik-baik aja?’’
‘’Atau kamu mau pulang?’’
Aku mengangguk,’’Mama dan Papa pasti khawatir. Kita pulang dulu, Sayang,’’ lirihku.
‘’Nanti aku anterin kamu, ya?’’ Dia menenangkanku.
Kami pun bergegas keluar dari café. Menuju tempat dimana motor Andre diparkirkan.
Dia menghidupkan mesin motornya,’’Yuk naik, Sayang. Hati-hati ya.’’ Duhh! Andre memang pacar terbaikku.
***
Di perjalanan aku merasa sungguh bahagia diriku. Angin berhembus menerbangkan kerudungku dan entah kenapa aku begitu bahagia bergoncengan dengannya. Membuat lupa akan segalanya. Tak lama kemudian hampir tiba di dekat rumahku.
‘’Ndre. Aku disini aja, ya?’’
‘’Kenapa? Kan belum sampai di rumahmu, Sayang.’’
‘’Aku takut kena marah. Di sini aja. Aku nggak apa-apa kok, Sayang.’’
‘’Tapi aku takut kamu capek nanti.’’ Andre mematikan mesin motornya. Perlahan aku turun dari motor itu. Sungguh perhatian dan sayang sekali pacarku kepadaku. Berjalan kaki yang jaraknya dekat saja dia tak memperbolehkan.
‘’Duhh! Beruntungnya aku.’’
‘’Dekat kok, Sayang. Tuh di persimpangan itu masuk ke dalam sudah sampai di rumahku,’’ tunjukku.
‘’Nanti kamu kecapek-an, Sayang. Aku nggak mau kamu kenapa-napa,’’ lirihnya yang masih duduk di motor kesayangannya. Dia memandangiku.
‘’Nggak kok. Percayalah. Kan cuman dekat, Sayang.’’
‘’Kamu yakin, Sayang?’’
Aku mengangguk,’’Ya udah. Kamu hati-hati ya. Jangan lupa makan dan istirahat. Aku nggak ingin kamu kenapa-napa.’’ Huh! Membuat hatiku luluh dan tubuh ini lemas seketika, apalagi persendianku pun terasa sangat lemas dibuatnya. Andre memang bisa meluluhkan hatiku. Memang lelaki idamanku.
‘’Terima kasih ya. Kamu juga, jangan lupa makan dan istirahat. ‘’
‘’Iya, Sayang. Pasti dong.’’ Dia mengacungkan tangannya.
‘’I love you.’’
‘’I love you too.’’
‘’Aku pamit dulu ya.’’ Dia melambaikan tangan lantas menghidupkan mesin motornya.
Lalu mengendarai motor sport itu,’’Hati-Hati, Sayang.’’
Dia menoleh dan tersenyum, lalu kembali fokus mengendarai motornya. Dan seketika hilang dari pandanganku.
‘’Akhirnya aku memilikinya.’’
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
maulana ya_manna
mampir thor
2022-11-05
1
teti kurniawati
saya mampir..
kakak yang baik hati mampir juga yuk di karya aku
"Cinta berakhir di lampu merah."
kita saling suport yukk☺
2022-10-23
1
manda_
mampir
2022-10-22
1