‘’Aku takut, Sayang. Aku takut pulang ke rumah. Ini sudah jam 11.00 loh,’’ bibirku bergetar dan ketakutan sembari menatap benda kecil yang melingkar di pergelangan tanganku. Takut kalau papa dan mama marah. Padahal aku minta izin tadi sore hanya untuk ketemu dengan teman-temanku, dengan alasan menyelesaikan tugas kelompok saja. Tapi ternyata setelah itu aku menghabiskan waktu dengan kekasihku. Tanpa kenal waktu dan tak sadar ternyata sudah larut malam.
‘’Sayang! Kalau kamu takut pulang, kita di hotel aja gimana? Cuman malam ini kok,’’ Dia memandangiku yang tengah duduk di tepi jalan. Suara deru motor dan mobil yang berlalu lalang membuatku tak begitu jelas apa yang dikatakan oleh Andre barusan.
‘’Apa, Sayang?’’ tanyaku kembali.
‘’Iya. Kalau kamu takut pulang ke rumah, kita nginap di hotel aja,’’dia mengulangi pembicaraannya dengan menambah nada suaranya.
Degh! Hotel? Aku masih berstatus pacaran dengan Andre. Tak mungkin aku dan dia menginap di hotel.
Aku terdiam sejanak. Pikiranku begitu kalut. Terbayang olehku Mama dan Papa mengkhawatirkanku. Jika aku kembali pulang jam segini, kedua orang tuaku pasti sudah terlelap tidur dan mereka bakalan memarahiku. Dan jika aku menginap di hotel. Aku takut syetan menghasutku. Ahh! Bagaimana ini? Aku mengacak kerudungku frustasi.
‘’Bagaimana, Sayang? Kamu tampaknya kelelahan loh. Aku nggak mau kamu kenapa-napa. Jika nginap di hotel, kamu bisa beristirahat. Kamu jangan khawatir akan kupesan dua kamar. Satu untukmu, dan satu lagi untukku,’’ jelasnya sembari memandangiku yang kelihatan frutasi. Aku rasa dia tahu apa yang tengah aku cemaskan. Aku masih terdiam membisu dengan pikiran yang melayang ke mana-mana.
‘’Nah, lihat tuh hujan pun mulai turun. Aku nggak mau kamu entar sakit,’’ Dia memandang ke atas langit yang tampak gelap. Aku pun ikut memandang ke atas. Ternyata benar. Hujan mulai menetes.
Tanpa berpikir lagi aku mengangguk,’’Nah gitu dong, Sayang. Ayuk naik!’’ dia bergegas menaiki motor kesayangannya.
Aku gegas naik. Dan sesaat kemudian motornya melaju dengan cepat. Tiba-tiba hujan makin lebat membasahi kami.
‘’Sayang, apa tadi kubilang. Kamu lihat hujan sangat lebat. Pasti kamu kedinginan kan?’’ ucapnya di sela-sela bunyi hujan lebat.
‘’I—iya, ka—kamu benar, Sa—yang,’’ saking kedinginannya tubuhku ini menggigil dibuatnya dan bicara pun terbata-bata.
‘’Ka—kamu kenapa, Sayang? Kamu kedinginan? Apa kamu baik-baik aja?’’ dia menoleh ke belakang. Tampak raut mukanya begitu mencemaskanku.
Tubuhku semakin menggigil, tetapi masih belum sampai di hotel. Hari pun semakin larut malam. Yang tadinya masih ada pejalan kaki , namun sekarang tak lagi. Hanya kendaraan yang berlalu lalang, itu pun bisa dihitung pakai jari. Karena hujan yang begitu lebat membuat orang-orang terhalang untuk ke luar dari rumah.
‘’A—aku baik-baik saja,’’ singkatku. Padahal kepalaku begitu pusing, perut sakit mungkin masuk angin, dan tubuhku tak berhentinya menggigil.
‘’Kamu bertahanlah. Sebentar lagi kita akan sampai,’’ lirihnya di sela suara hujan lebat. Aku hanya mampu mengangguk walau tak begitu terlihat olehnya.
Beberapa menit kemudian, kami sudah tiba di depan hotel yang begitu terlihat mewah. Andre gegas memarkirkan motor kesayangannya. Aku perlahan turun dari motor. Pakaianku terlihat basah kuyup dan tubuhku tampak menggigil kedinginan. Kepalaku begitu pusing dan perutku kian sakit.
‘’Sayang, bertahanlah. Kita akan beristirahat di sini,’’ Dia bergegas menghampiriku.
‘’Ayo kita masuk!’’ dia mengulurkan tangannya. Aku bergeming.
‘’Kenapa? Kamu butuh istirahat loh, Sayang,’’ ucapnya.
‘’Ji—jika pihak hotel bertanya tentang kita. Apa yang akan kamu jawab, Sayang?’’ tanyaku dengan cemas. Karena kuyakin hotel seperti ini adalah untuk para pasutri, bukan untuk sepasang kekasih seperti kami. Yang belum ada label halalnya.
‘’Kamu jangan khawatir. Aku tahu apa yang harus kulakukan,’’ Dia tersenyum sembari melap air hujan yang membasahi wajahnya.
‘’Ayuk!’’ dia mengulurkan tengannya kembali kepadaku dan tanpa berpikir lagi aku segera mengenggam tangannya dengan erat. Dia membantuku untuk melangkah memasuki hotel. Aku yang lemas tak berdaya, namun ketika memasuki hotel membuat aku terpenganga dengan keindahan hotelnya.
‘’Selamat, Malam!’’
‘’Malam, Mas! Ada yang bisa kami bantu?’’ sahutnya ramah.
‘’Ada, Mbak. Masih adakah kamar kosong yang tersedia?’’ tangannya masih sibuk menyeka mukanya yang dibasahi air hujan tadi.
‘’Saya cek dahulu ya, Mas,’’ Mbak itu tampak begitu ramah.
Tubuhku begitu lemas dan menggigil yang kutahan sedari tadi.
‘’Ma’af, Mas. Hanya tinggal satu kamar yang tersedia. Selebihnya penuh,’’ jelasnya setelah mengecek di computer, pelayan itu memakai kerudung. Tampaknya dia sholehah. Jarang sekali pelayan hotel yang mengenakan kerudung. Baru kali ini kutemukan pelayan atau petugas hotel yang mengenakan pakaian yang sangat sopan.
Apa? Satu kamar? Tak mungkin aku sekamar dengan Andre. Itu tak mungkin.
Andre melirikku, pertanda menanyakan pendapatku.
‘’Bagaimana, Mas? Nanti keburu dipesan orang lain,’’
‘’Oh ya, kalau boleh tahu kalian ini—’’ Belum selesai pelayan hotel itu bicara Andre langsung bicara.
‘’Kami suami istri, Mbak,’’ lirihnya satu napas. Andre sungguh gila! Apa-apaan dia mengaku kalau aku dan dia adalah suami istri. Dasar Andre! Kepalaku kian pusing dibuatnya, begitupun dengan perutku.
‘’Arrgghhh!’’ aku mengerang kesakitan memegang perutku. Mungkin masuk angin karena berhujan-hujan.
‘’Lihat itu istrinya, Mas. Kasihan loh, bawa istirahat dulu. Lagian juga nggak apa-apa jika satu kamar. Kan kalian suami istri,’’ Dia tersenyum ramah memandangiku.
‘’Ini kuncinya, Mas,’’ Pelayan itu menyodorkan ke Andre dan tanpa berpikir lagi Andre meraihnya.
‘’Ma—makasih, Mbak,’’ si mbak itu langsung mengangguk dan tersenyum.
‘’Ayuk, Sayang. Kamu harus istirahat!’’ tangannya memegangi kedua pundakku, lantas menuntunku melangkah.
‘’Ya Allah. Sungguh suami idaman ya. Beruntung Mbak itu mendapatkan suaminya yang begitu sangat sayang dan perhatian kepadanya,’’ lirih pelayan yang mengenakan kerudung. Samar-samar terdengar olehku.
Aku hanya menggeleng seketika dan langsung Andre memapahku menuju lantai dua. Tak berselang lama, kami sampai di lantai dua. Napasku terengah-engah, kepala terasa makin pusing, perut pun sakit dan ditambah lagi tubuhku yang menggigil.
Andre bergegas membuka kunci kamar itu, seketika langsung terbuka. Kamarnya begitu sangat besar dan mewah.
Badanku seketika luruh ke lantai,’’Sayang. Aku bawa kamu ke dalam ya,’’ Andre kelihatan panik sekali. Dia memopong tubuhku masuk ke kamar dan membaringkanku di kasur empuk.
‘’Pakaianmu basah, Sayang. Diganti ya,’’ lirihnya yang menatapku dengan tatapan tak biasanya.
‘’A—aku nggak bawa baju ganti,’’ jawabku seadanya.
‘’Nggak apa-apa. Kamu di sini dulu sebentar,’’ dia bergegas keluar dari kamar. Mau kemana dia? Apa yang mau dilakukannya. Aku memijit kepalaku yang terasa makin nyeri.
‘’Mama dan Papa pasti mencemaskanku,’’ Perlahan aku mencoba untuk duduk dan mencari ponselku yang masih terletak di tas kecil.
‘’Syukurlah, ponselku nggak basah,’’ Aku segera mencari kontak mama dan mengetik pesan di aplikasi hijau itu.
(‘’Assalamua’laikum, Ma. Ma’af Monik baru ngasih kabar ke Mama. Kalau malam ini Monik nginap di rumah teman dulu, Ma. Soalnya kami selesai belajar tadi jam 11 dan hari pun hujan lebat. Jadi nggak mungkin Monik bisa pulang ke rumah. Bilang juga ke Papa ya, Ma,’’) tulisku. Segera kukirimkan. Ternyata mama sedang online. Langsung centang dua berwarna biru? Jantungku berdegup kencang. Ada rasa takut dan rasa bersalah. Kutakut Mama memarahiku, apalagi jika papa tahu. Allah..Pantaskah aku mengadu kepadamu?
(‘’Kamu benar-benar ya, Monik. Membuat Mama dan Papa cemas. Apa salahnya kamu bilang lebih awal jika kamu akan nginap di rumah temanmu!’’) ketus mama. Aku tahu sekarang bagaimana raut wajah mama dan bagaimana orang tuaku itu mencemaskan putri satu-satunya.
(‘’Iya, Ma. Ma’af. Monik kira nggak akan nginap di rumah teman. Ini karena hujan lebat dan larut malam juga. Monik benar-benar minta ma’af, Ma,’’) tulisku dengan emot sedih dan tak lupa emot love.
(‘’Ya Sudah. Mama mema’afkanmu. Jaga dirimu baik-baik. Jangan keluyuran. Beristirahatlah! Sudah larut malam. Mama akan sampaikan ke Papamu. Mama juga mau istrihat,’’)
Degh! Kata-kata mama mampu membuat tubuh ini berguncang dan jantung berdegup kali ini lebih cepat. Buliran bening pun membasahi pipiku. Sesaat kemudian terdengar olehku langkah kaki menuju kamar ini. Pasti itu Andre. Aku segera menyeka buliran yang menetes sedari tadi. Bergegas kuletakkan kembali ponsel.
‘’Kamu habis nangis?’’ tanya Andre sembari menenteng beberapa pakaian. Entah dari mana didapatkannya.
Aku menggeleng,’’Nggak kok, Sayang. Mataku hanya kelilipan,’’ Aku berbohong.
‘’Biar aku tiupin, Sayang,’’ lirihnya sembari meletakkan beberapa pakaian itu ke atas kasur.
Dia mendekat dan pandangan kami beradu, dia begitu lembut meniup mataku. Padahal aku bukan kelilipan, melainkan habis menangis. Dia memperlakukanku layaknya sebagai seorang ratu. Ya, ratu di hatinya.
‘’Sayang. Aku ganti pakaian dulu. Mataku sudah tak terasa pedih lagi kok,’’ ujarku. Membuat dia berhenti memandangiku dan kembali berdiri.
‘’I—iya, Sayang,’’
‘’Ini untukmu!’’ dia mengambilkanku baju tidur? Tanpa kerudung? Setelah aku baligh, aku tak pernah diberikan pakaian tanpa kerudung dan aku pun tak pernah menyukainya.
‘’Ada apa? Kenapa kamu menatap baju itu, Sayang?’’
‘’A—apa nggak ada kerudungnya?’’ tanyaku melirik ke beberapa pakaian yang masih terletak.
‘’Nggak, Sayang. Ayuk cepat ganti pakaianmu. Aku nggak ingin kamu kenapa-napa,’’
‘’Ta—tapi..’’
‘’Udah, ayuk sana ganti pakaianmu! Ntar sakit loh, Sayang,’’ dia mendorongku pelan.
Tanpa berpikir lagi, aku bergegas ke kamar mandi untuk mengganti pakaian yang basah kuyup.
Tak lama kemudian, aku melangkah keluar dengan memakai baju tidur dan kerudung basah yang masih kukenakan. Tampak Andre yang sudah mengganti pakaiannya duduk di atas kasur sembari tangannya begitu lincah memainkan ponselnya. Aku duduk menghenyak di sofa. Dia menatapku dan berhenti bermain ponsel.
‘’Buka kerudungmu! Kerudungmu itu basah loh!’’ titahnya.
‘’Ta—tapi…’’ tenggorokanku begitu tercekat.
‘’Apa alasannya kamu nggak mau buka kerudungmu? Nggak ada kan?’’
Aku menggeleng. Karena memang aku sangat minim sekali pengetahuanku tentang ilmu agama.
Perutku begitu terasa sakit dan tubuhku masih menggigil.
‘’Tuh kan. Tunggu di sini biar aku carikan obat untukmu!’’titah Andre, bergegas meletakkan ponselnya. Lalu melangkah keluar dari kamar.
Beberapa menit kemudian. Tampak di tangan Andre sudah membawa beberapa obat dan teh hangat untukku. Seketika dia menganga memandangku yang tak mengenakan kerudung.
‘’Ka—kamu kenapa, Sayang?’’ tanyaku dengan sedikit takut, karena tatapannya tak seperti biasanya.
‘’Ka—kamu cantik sekali malam ini, Sayang,’’ lirihnya. Aku hanya tersenyum tipis.
‘’Ini diminum dulu obatnya. Habis itu kamu istirahat!’’ Andre begitu baik dan perhatian kepadaku. Dia membukakan obat dan memberikannya, lalu meminumkanku teh panas. Tubuhku pun mulai terasa hangat.
‘’Makasih ya, Sayang,’’ lirihku.
‘’Sama-sama. Itu sudah kewajibanku untuk menjagamu,’’ Dia meletakkan obat dan secangkir teh panas itu di atas nakas. Jawaban Andre membuatku semakin mencintai dan menyayanginya. Andre memang pria idaman.
‘’Untukmu mana tehnya?’’ tanyaku seketika.
‘’Husshhh! Jangan pikirkan aku. Yang penting olehku adalah kamu, Sayang,’’ Dia meletakkan jari telunjuknya di bibirnya.
‘’Kamu harus istirahat dulu. Aku pegangin,’’ Dia menarik tanganku perlahan untuk berdiri dan membawaku menuju kasur. Seketika tubuhnya jatuh mengenai tubuhku. Jantungku berdegup lebih kencang, begitupun dengan dia.
‘’Aku mencintaimu, Sayang. Tolong temani aku malam ini,’’ lirihnya dengan napas terengah-engah. Dia merangkulku erat. Dan aku mulai terhanyut dalam rayuannya. Sehingga kami melakukan suatu hal yang tak senonoh, yang belum pernah kulakukan sebelumnya. Entah apa yang merasukiku, sehingga aku tak menolak permintaan gila kekasihku itu. Malam ini juga kesucianku telah diranggut oleh kekasihku sendiri. Tubuhku berkeringat dan tertidur pulas dalam keadaan tanpa sehelai benang pun.
Aku terbangun. Tubuhku begitu terasa lelah dan sakit-sakit semuanya. Seperti aku selesai bekerja di sawah seharian. Tapi, tunggu! Bukannya aku melakukan sesuatu dengan Andre? CCTV? Kupandangi setiap sudut, namun nihil tak kutemukan satu buah CCTV pun.
‘’Arrgghh! Sungguh bodohnya aku. Bahkan aku tak sadar sedikit pun. Bajuku? Jadi aku tidur dalam keadaan seperti ini?’’ aku mengerang frustasi dan memandangi tubuhku yang hanya diselimuti kain saja.
‘’Andre mana?’’ kulihat ternyata dia tidur di sebelahku.
‘’Andreeee! Huhuhu!’’ aku berteriak dan tangisanku pecah seketika.
Dia menggeliat dan terbangun. Selimutnya terbuka tanpa menggunakan sehelai benang pun membuat aku mengalihkan pandangan,’’Ada apa, Sayang? Kamu sudah ba—’’
‘’Ada apa katamu? Kamu nggak sadar apa yang kita lakukan semalam? Hah!?’’ kali ini emosiku sudah berada di ubun-ubun. Buliran bening itu luruh tak henti-hentinya. Dadaku sangat terasa sesak.
Dia duduk dan menutup kain selimut ke seluruh tubuhnya,’’Itu bukti cintaku ke kamu, Sayang,’’
‘’Apa? Cinta? Kamu salah! Nggak seharusnya kita kayak gini—’’ ucapku di sela isakan tangisku.
‘’Ka—kamu harus tanggung jawab!’’ ketusku menunjuknya dengan telunjuk kiri yang bergetar saking marahnya diriku.
‘’Hei, Sayang. Tenang dulu dong. Aku akan selalu bersamamu. Semalam bukankah kamu menikmatinya?’’ dia mencoba memegang jemariku, tapi aku berusaha menepisnya dengan kasar.
‘’Itu di luar kesadaranku! Semua itu karena kamu!’’ ketusku dengan buliran bening yang membasahi pipiku tak henti-hentinya.
‘’Hussh! Malu kalau semua orang mendengar. Nanti kita bicarakan baik-baik,’’ Dia bergegas memasang pakaiannya. Aku membelakangkan tubuh.
‘’Arrrghh! Apa yang kulakukan semalam? Kenapa aku bisa melakukan ini?’’ aku mengacak rambutku frustasi. Sedangkan Andre sudah selesai memakai pakaiannya.
‘’Aku mau keluar sebentar. Mandi dan ganti pakaianmu!’’
‘’NDREE!’’ panggilku dengan nada keras. Tetapi dia sudah bergegas keluar dari kamar.
‘’Si*l!’’ aku mengepalkan tanganku.
‘’Allah! Pantaskah aku menyebut-Mu? Aku sudah mencicipi kemanisan yang belum pantas untuk kurasakan! Aku sudah berbuka belum pada saatnya!’’ aku mengacak rambutku dengan frustasi. Pikiranku begitu kalut. Terbayang olehku kejadian yang tak senonoh semalam. Terbayang olehku cara Andre melakukannya kepadaku. Terbayang olehku pesan mama semalam ketika aku mengiriminya pesan. Dan terbayang olehku pesan papa. Aku sudah berbohong kepada kedua orang tuaku, kepada Tuhanku, dan diriku sendiri.
‘’Aaarrgghhh!!’’
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
nah kan.... baru menyesal...... 😏....
pasti di kasih obat ... biar gak sadar kalau gituan....🤔
2022-11-05
1
manda_
lanjut thor semangat buat up lagi ya ditunggu pacaran emang manis tp kl udah kayak gitu masalah alan datang
2022-10-23
1
teti kurniawati
dosa berbalut.. 😭
2022-10-23
1