‘’Assalamua’laikum!’’ di luar terdengar ketukan pintu dilengkapi dengan bacaan salam. Ya, itu adalah suara Ayu, sahabatku. Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Pikiranku begitu kalud dan dadaku terasa sesak. Aku mencoba mengatur napasku.
‘’Monik! Itu ada tamu loh. Kayaknya temanmu, ayuk bukain pintu sana!’’ suara mama terdengar olehku dari arah ruang makan.
‘’I—iya, Ma,’’ sahutku pelan. Tak ada pilihan lain. Aku harus membukakan pintu untuk sahabatku. Perlahan aku berdiri dan melangkah dengan perut yang masih terasa mual.
‘’Wa—alaikumussalam, Yu—’’ aku membukakan pintu, pembicaraanku terhenti kala memandangi lelaki yang tengah bersama Ayu. Hatiku begitu teriris dan benci sekali melihat mukanya itu.
‘’Kamu kenapa, Monik?’’ tanya Ayu seketika yang memandangi wajahku berubah kala memandangi lelaki yang dibawanya itu.
Andaikan saja Ayu mengetahui apa yang telah dilakukan oleh lelaki itu kepadaku, pasti Ayu akan sangat membencinya. Atau mungkin bahkan menyalahkan dan membenciku juga? Karena dulu aku tak mendengarkan nasihat dan ucapan Ayu, yang dulu menurutku berlebihan sekali. Kini aku baru mengerti kenapa Ayu seperti itu melarangku untuk berpacaran dengan Andre dan pun kini aku menyesali perbuatanku.
‘’Kamu kenapa bawa Andre?’’ ketusku, sembari memalingkan wajah.
Tampak Andre memandangiku,’’Kenapa kayak gitu, Monik? Kamu aneh aja deh,’’ Dia malah tersenyum.
‘’Andre kangen sama kamu. Iya kan, Ndre?’’ tambahnya memandangi Andre yang tengah bergeming sejak tadi entah apa yang ada dipikirannya.
‘’I—iya, Yu,’’ singkatnya terbata.
Aku tak memerdulikan Andre lagi kali ini,’’Ayuk masuk, Yu!’’ ajakku.
‘’Kok aku aja yang disuruh masuk? Kekasihmu ini bagaimana?’’ Ayu terkekeh.
Namun, tak membuatku ketawa sedikit pun. Pikiranku tak enak kala melihat lelaki bajingan itu.
‘’Jangan bercanda terus, Yu!’’ketusku, karena dalam keadaan seperti ini tak etis rasanya dan itu tak lucu bagiku.
Seketika Andre kaget karena sikapku yang berubah drastis, begitupun dengan Ayu,’’Lah, kok kamu jadi seperti ini?’’ Ayu mengernyitkan kening.
‘’Masih berani menampakkan wajahnya di sini. Setelah apa yang dilakukannya kepadaku. Dasar lelaki nggak tahu diri! Aku benci!’’ batinku menatapnya dengan tatapan tajam.
Seketika mama membuyarkan lamunanku,’’Monik! Bawa temanmu masuk. Ada Ayu juga kan? Mama kangen banget nih sama Ayu,’’ teriak mama dari belakang. Belum sempat aku menyahuti ucapan mama, seketika ponsel Andre berdering dan dia mengangkat teleponnya dengan menjarak dari kami dan hanya beberapa menit dia kembali lagi.
‘’Kamu baik-baik aja kan, Sa—Sayang?’’ dia bergegas mengenggam jemariku, namun gegas kumenepis tangan kotornya itu dengan kasar. Membuat Ayu makin heran dan menggeleng pelan.
‘’Apaan sih kamu, Monik. Kenapa kamu jadi kayak gini sama Andre? Andre ini su—’’ belum selesai Ayu bicara aku langsung memotong pembicaraannya.
‘’Kamu tahu kan bagaimana sikapku biasanya?’’ dia mengangguk perlahan.
‘’Kamu pilih dia atau aku?’’ ketusku, yang membuat Ayu semakin terheran dengan sikapku. Dulu aku begitu romantis dan perduli terhadap lelaki itu. Bahkan aku lebih memilih dia daripada sahabatku sendiri. Mungkin Ayu tak habis pikir dengan sifatku yang berubah drastis.
‘’Ya Allah! Ada apa sebenarnya antara kamu dan Andre? Jangan begitu dong, Sahabatku. Tentu aku memilih kamu,’’ jelas wanita yang berpakaian putih abu-abu yang dilengkapi dengan kerudung itu. Aku tersenyum sinis.
Andre hanya menatapku sendu, entah itu tatapan iba atau bagaimana. Aku tak mau tahu. Entah kenapa aku merasa benci dan jijik melihat mukanya itu.
‘’A—aku ada keperluan, Yu. Aku duluan,’’ lirihnya.
‘’Aku sama siapa pulang? Kamu jangan ngada-ngada deh, Ndre! Kamu tadi kan katanya mau membezuk Monik. Ini kenapa malah kayak gini? Heran deh,’’ Membezuk aku? Yang ada aku semakin tambah sakit dibuatnya dengan kehadiran lelaki tak tahu diri itu ke rumahku. Andaikan saja mamaku tahu pasti akan diusir dari rumah ini. Ah, lebih tepatnya aku akan ikut diusir juga dari rumah. Mengingat kejadian itu saja aku tak sanggup membayangkan bagaimana nasibku kelak. Apalagi jika di rahimku ada bayi hasil perbuatan Andre.
‘’Kamu naik angkot aja ya. Aku ada keperluan. Papaku menghubungiku tadi,’’ Entah alasannya benar ataupun tidak, atau hanya menghindar dariku. Aku tak mau tahu. Yang aku inginkan dia segera pergi dari hadapanku sekarang juga.
‘’A—aku pamit dulu, Sayang. Kamu cepat sembuh, ya?’’ lirihnya. Sayang? Mulutnya begitu manis memanggilku. Membuatku muak dengan sikapnya. Dia bergegas melangkah untuk pulang, Ayu hanya bergeming dan tak mengerti dengan apa yang telah terjadi antara aku dengan lelaki brengsek itu.
Seketika perutku kembali mual,’’Oek oek oek!’’ Andre menghentikan langkahnya dan menoleh seketika kepadaku. Sedangkan Ayu mendekat ke arahku,’’Ya Allah. Ayuk kita ke dalam, Monik!’’ dia memapah, membantuku untuk berjalan. Sedangkan Andre masih menatapku bergeming, aku membalas tatapannya dengan tatapan tajam.
‘’Pelan-pelan!’’ titah Ayu.
‘’Kita di kamar aja ya, Yu,’’ pintaku dan dia mengangguk.
‘’ Aku buatkan teh, ya? Atau aku ambilkan nasi?’’ tanya Ayu yang bertengger di tepi ranjangku.
Ya, Ayu seperti biasa sudah menganggap rumahku sebagai rumahnya sendiri. Walaupun sudah cukup lama dia tak bermain lagi ke sini, karena aku lebih sering sibuk bersama si lelaki brengsek itu. Ah, lebih tepatnya dulu aku lebih menghabiskan waktu bersama lelaki yang berani merenggut kesucianku.
Aku menggeleng,’’Perutku mual bangat, Yu,’’ ucapku lirih dengan buliran bening masih kutahan sejak tadi.
‘’Ya Allah! Kamu pucat banget, Monik. Kita ke rumah sakit, ya?’’ Monik yang mengurut kakiku seketika kaget dan cemas memandangi wajahku yang sekarang entah pucat pasi.
‘’Ta—tapi, Yu—’’ tenggorokanku tercekat rasanya. Tak mampu lagi kuberucap
‘’Kamu itu harus dibawa ke rumah sakit, Monik. Biar kita tahu kamu sakit apa,’’
Degh! Kalau memang benar aku hamil bagaimana?
‘’Aku mencemaskanmu, Sahabatku,’’ lirihnya dengan mata berkaca-kaca.
‘’Ayuk lah! Kamu pasti kangen sekolah kan? Kangen ke kantin bareng,’’ aku mengangguk perlahan. Kali ini buliran bening itu jatuh begitu saja di pipiku.
Dia bergegas menyeka buliran itu dengan tangan mulusnya,’’Jangan nangis gitu. Nih aku jadi sedih loh,’’ ucap Ayu dengan lirih.
Kucoba untuk menunjukkan seulas senyuman, walaupun itu hanyalah palsu,’’Nah gitu dong. Yuk aku antar ke rumah sakit!’’ Dia mencubit pipiku.
‘’Duuhh! Kamu ya!’’ lirihku menjerit.
‘’Yuk! Tunggu apalagi, biar kamu cepat sembuh!’’ dia bergegas berdiri.
‘’Ta—tapi pakai apa kita ke sana?’’
‘’Angkot, Monik,’’ sahutnya cepat.
Seketika mama sudah berada di ambang pintu, membuatku kaget seketika dan beliau malah tersenyum. Entah sejak kapan mama berada di sana.
‘’Eh, Tantee!’’ tanpa sengaja Ayu melirik ke pintu dan bergegas menyalami mama, mama memeluknya dengan pelukan erat. Ya, mama sangat menyayanginya dan sudah menganggap Ayu sebagai anaknya sendiri.
‘’Ayu? Kamu apa kabar, Yu? Lama nggak ke sini,’’ lirih mama.
Tampaknya beliau begitu merindukan Ayu. Pantas saja, sudah lama dia tak main ke sini. Apalagi Ayu sahabat yang begitu disukai oleh mama, karena dia yang sholehah dan berbeda dari sahabatku yang lain.
‘’Iya, Tan. Aku Alhamdulillah baik-baik saja. Aku sibuk mengajar anak TPA, Tan,’’ jawabannya membuat mama tampak tambah mengangguminya, terlihat dari sorot mata senja mama. Membuat hatiku mencelocos mendengarnya.
‘’Oh ya? Bagus banget itu, Yu. Iya—’’ belum selesai mama bicara, perutku terasa mual kembali.
‘’Oek oek oek!!’’
‘’Perutmu masih mual, Monik?’’ mama mendekat ke arahku.
‘’Dulu kamu nggak sakit magh kan? Kenapa sekarang malah kayak gini?’’ mama tampak menatapku lama, membuat aku hanya menunduk saja. Takut beradu pandang dengannya.
‘’Atau kamu telat makan akhir ini?’’
Begitu banyak pertanyaan mama, pandangannya begitu tajam. Tak bisa kuartikan.
’’Tadi aku mau ngajak Monik ke rumah sakit, tapi dianya nggak mau, Tan. Dan lama-kelamaan akhirnya mau juga deh,’’ jelas Ayu tersenyum.
‘’Biar bisa diperiksa apa sakitnya. Iya kan, Tan?’’ mama tampak mengangguk.
‘’Ya sudah, Yu. Kamu antar Monik ya. Ini kunci mobil! Kalian hati-hati!’’ titah mama menyodorkan kunci mobil kepada Ayu.
‘’Kami pakai angkot, Tan,’’ tolak Ayu seketika.
‘’Pakai mobil aja!’’ mama bergegas memegangkan kunci ke tangan Ayu, membuat dia tak dapat menolak.
‘’Tante ke dapur dulu. Jaga Monik baik-baik!’’ Mama tersenyum dan bergegas meninggalkan kami. Ayu pun menjawab dengan anggukan lantas tersenyum.
Kami saling tatapan,’’Tante benar. Kita baiknya pake mobil aja, Monik,’’ ucap Ayu yang tengah berdiri mematut kunci mobil yang tengah digenggamnya.
‘’Iya, Yu. Ayuk kita pergi!’’ Tanpa berpikir lagi, perlahan kuberanjak dari dudukku.
Ayu melongo menatapku, seolah-olah ada yang aneh dan berbeda denganku saat ini.
‘’Ka—kamu nggak pakai kerudung?’’ tanyanya dengan tenggorokan tercekat.
Aku mengusap kepalaku,’’I—iya. Aku lupa,’’ Bukan aku lupa.
Aku merasa tak pantas saja memakai kerudung setelah apa yang kulakukan beberapa bulan nan lalu. Allah! Pantaskah aku menyebut nama-Mu? Pantaskah aku mendapatkan ampunan dari-Mu?
‘’Kamu baik-baik saja kan, Monik?’’ Ayu memandangi sikapku yang mungkin agak aneh dan tampak berbeda.
‘’Aku baik-baik saja,’’ sahutku lirih sembari meraih kerudung, lantas memakainya.
‘’Kamu jangan bohongi aku. Dari mukamu yang kelihatan pucat udah jelas loh, Monik. Jadi kamu nggak bisa bohongi aku ataupun Tante, oke?’’
‘’Ya udah, yuk kita berangkat! Biar aku bantu untuk berjalan,’’ Ayu bergegas memapahku dan melangkah keluar dari rumah menuju garasi mobil milik papa.
***
Hembusan angin memasuki celah kaca lalu menerpa kerudung Ayu, membuat dia kelihatan tampak lebih cantik. Apalagi sedang menyetir. Pasti lelaki beruntung jika mendapatkannya. Ya, karena dia adalah perempuan yang sholehah, bukan sepertiku. Aku yang sedari tadi diam-diam memandanginya pun akhirnya diketahui oleh Ayu.
‘’Kamu kok gitu memandangiku?’’ tanya Ayu sembari mengernyitkan kening, sesekali melirikku dan kembali tangannya fokus menyetir.
‘’Nggak ada, Yu. Aku hanya kagum aja melihatmu,’’ jelasku apa adanya dengan mata berbinar.
‘’Apaan sih, Monik? Tiba-tiba begitu. Aku nggak suka ah!’’ ketusnya. Ya, dia paling nggak suka dipuji olehku ataupun teman lainnya. Walaupun sebenarnya dia memang wanita yang berparas cantik, baik hati dan sangat sholehah, yang selalu diincar lelaki. Tapi dia tak suka dipuji.
***
Beberapa menit kemudian, kami telah tiba di depan rumah sakit. Ayu segera menepikan dan memarkirkan mobil.
‘’Kamu jangan turun duluan. Kita sama aja,’’ ucapnya sembari mematikan mesin mobil.
‘’Biar kubukakan pintunya. Tunggu!’’ titah Ayu yang bergegas turun dari mobil dan membukakan pintu untukku, memapahku melangkah keluar dari mobil.
‘’Makasih banyak, Yu,’’ lirihku menatapnya.
‘’Sama-sama, Sahabatku. Sudah menjadi tugasku,’’ Dia mengangguk dan tersenyum dengan senyuman khas miliknya.
Tak lama kemudian kepalaku terasa pusing, kupandangi rumah sakit tampak berputar dan tubuhku pun luruh ke lantai.
***
Bau minyak kayu putih menyengat terasa di hidung membuatku tersadar kembali. Kulihat di sekelilingku. Ruangan ini? Apa aku sudah di kamar pemeriksaan? Degh! Aku memandangi ke sekitarku.
‘’Mbak, Adik dari Ibu ini?’’ tanya seorang wanita yang berpakaian nuansa putih dan sangat ramah itu. Adik? Ibu? Ada apa ini? Apa maksudnya mengatakan seperti itu? Aku memijit keningku yang masih terasa pusing. Atau karena Ayu berpakaian sekolah SMA? Sedangkan aku? Tapi mana mungkin. Ahh! Pikiranku berkecamuk.
‘’Saya temannya, Dok,’’ pintas Ayu menjawab.
Seketika wanita berseragam putih itu mengernyit dan memandangiku yang masih duduk di ranjang.
‘’Teman saya sakit apa ya, Dok?’’
‘’Alhamdulillah temanmu tidak sakit. Tetapi, setelah di USG ternyata dia hamil. Selamat ya!’’ Tubuhku terasa ditimpa batu besar. Dadaku terasa sesak, buliran air mata mengalir sederas-derasnya.
Begitupun dengan Ayu, tampak kaget dan membekap mulutnya dengan telapak tangan sembari menggelengkan kepala,’’Do—Dok, Dokter pasti salah!’’ ketus Ayu dengan nada bergetar. Buliran itu jatuh tak hentinya di pipi manis Ayu.
‘’Saya nggak mungkin salah, Mbak. Itu sesuai dengan pemeriksaan USG. Dan usia kandungannya baru jalan dua minggu,’’ jelas wanita berseragam putih itu, tampak tenang dan ramah menjelaskan, walaupun kami begitu panik dan kaget. Mungkin karena dia tak tahu kejadian yang sebenarnya. Dia tak tahu, aku hamil belum pada waktunya.
‘’Kalau begitu saya pamit dulu. Ada pasien yang harus saya tangani. Mari, Mbak, Bu Monik!’’ dia bergegas melangkah keluar. Sedangkan Ayu bergegas melangkah ke arahku.
‘’Moniikk! Katakan itu bohong kan?’’ dia mengguncang tubuhku, buliran itu terus mengalir di pipinya. Aku tak mampu berucap, hanya buliran bening itu yang seolah-olah bicara dengan apa yang tengah kurasakan.
‘’Kenapa kamu diam? Moniik! Ayo bicara!’’ emosinya makin meluap. Matanya tampak memerah.
‘’Pergi, Yu! Kamu nggak pantas berteman denganku!’’ usirku. Aku bergegas berdiri dan berlari keluar dari ruangan periksa. Walaupun dengan keadaan yang masih lemas. Dia mngejarku. Hingga orang-orang yang berlalu lalang memandangi aku dan Ayu, namun aku tak perduli. Aku terus berlari menuju taman rumah sakit.
‘’Tunggu!’’ Ayu berlari dengan napas terengah-engah. Aku menoleh.
‘’Aku mau kamu jelasin semua! Siapa Ayah dari bayimu itu!’’ ketusnya menunjuk perutku yang masih tampak datar dengan suara bergetar, dia masih berdiri di belakangku.
Dia mendekat kepadaku,’’Apa Andre?’’ seledik Ayu seketika.
Aku mengangguk perlahan,’’APAA?!!’’ kali ini wajah Ayu begitu memerah.
Emosinya makin bertambah, dia mengepalkan tangannya. Aku bergegas memegang jemarinya,’’Yu, aku mohon. Tolong jangan beritahu Mama dan Papa dulu, ya?’’ pintaku. Buliran ini mengalir begitu deras.
‘’Aku tahu. Kamu sangat perduli kepadaku. Aku tahu itu. Ta—tapi belum saatnya Mama dan Papaku tahu,’’ Aku terduduk di atas tanah, badanku terasa sangat lemas.
‘’Beliau pasti membenci dan mengusirku,’’
‘’A—aku saat ini hanya punya ka—kamu, Yu,’’ lirihku di balik isakan tangisku.
‘’Berdirilah!’’ dia membantuku bardiri dan membawaku duduk di bangku santai itu.
‘’Aku nggak tahu apa yang harus kukatakan,’’ ucap Ayu lirih sembari memandangiku.
‘’Kenapa? Kenapa kamu bisa buta dengan cinta, Monik? Kamu bukan kayak Monik yang kukenal dulu!’’ ketusnya dengan muka kecewa. Dia memalingkan mukanya dariku.
Ya, Ayu tampak sangat kecewa denganku. Sekali ini aku melihat Ayu yang menangis dengan wajah kecewa berat seperti ini.
‘’Aku memang sudah buta, Yu. A—aku—’’ tangisanku pecah seketika.
‘’Coba semuanya kamu ceritakan kepadaku kenapa semuanya bisa terjadi?’’
‘’Wa—waktu itu. Ketika pulang belajar kelompok, Andre mengajakku jalan-jalan. Saking asyiknya, nggak terasa hari sudah jam 10 malam. Dan aku takut untuk pulang ke rumah, karena takut kena marah. Andre mengusulkan untuk nginap di hotel. Di perjalanan hujan begitu lebat, kami basah kuyup. Membuatku masuk angin dan demam. Dan tiba di hotel pun ternyata hanya satu kamar yang kosong, karena nggak tega melihatku, Andre memutuskan mengambil satu kamar itu. Di dalam kamar setelah mengganti pakaianku di kamar mandi. Dia menyuruhku untuk membuka kerudungku yang basah kuyup. Ketika dia memapahku ke kasur, aku dan dia terjatuh ke kasur dan pada saat itu syetan merasukiku dan—’’ tangisanku kali ini pecah dan tubuhku berguncang.
Tak bisa lagi aku melanjutkan cerita itu.
‘’Astaghfirullah ‘al adziim. Ya Allah!’’ Ayu menggeleng dan menutup mulutnya, buliran itu jatuh berderaian di pipinya.
‘’Kamu harus meminta Andre untuk bertanggung jawab, Monik. Nggak mungkin anakmu lahir tanpa seorang Ayah. Bagaimana nasip anakmu nanti,’’ lirihnya disela isakan. Menghadap kepadaku dan memegang jemariku.
‘’Nggak! Bayi ini akan kugugurkan!’’ ketusku dengan emosi yang memuncak.
‘’Istighfar, Monik. Bayi itu nggak salah! Dia nggak tahu apa-apa. Kalian yang salah semua ini!’’
‘’Aku mohon. Biarkan bayimu hidup. Kamu akan tambah berdosa besar! Jika kamu mengugurkannya!’’ dia menghadap kepadaku dan memegang pundakku.
‘’Ta—tapi aku harus bagaimana? Mama dan Papa? Andre?’’ lirihku dengan isakan tangis yang belum reda.
‘’Ini tuh sudah terjadi. Nasi sudah jadi bubur. Soal Andre biar aku yang urus. Kedua orang tuamu cepat atau lambat mereka bakalan tahu. Kamu harus menghadapi ini semua, karena itu adalah salahmu dan juga Andre!’’
‘’Aaarrrrggghhhh!!’’ aku mengerang frustasi.
BERSAMBUNG
Jika suka dengan novelku mohon supportnya dengan cara meninggalkan jejak vote, komen dan share ya Readers biar aku lebih semangat melanjutkan ceritanya. Terima kasih. Sehat selalu dan dimudahkan segala urusannya. See you next time!
Instagram: n_nikhe
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
di waktu ini andre gak mau tanggung jawab..... di suatu saat nanti pasti mencari di mana monic dan anakny berada.... 😏
2022-11-05
1
manda_
lanjut thor semangat buat up lagi ya pasti andre gak mau tanggung jawab
2022-10-23
1
🧭 Wong Deso
bab ini panjang bener kak, berapa ribu kata?
2022-10-22
1