‘’Oek oek oek!’’ perutku begitu mual rasanya. Aku gegas melangkah ke kamar mandi dan menghidupkan kran air. Kutatap muka ke kaca. Tampak begitu pucat.
‘’Beberapa hari ini perutku terasa mual. Apa aku—?’’ aku takut jika aku benaran hamil. Bagaimana jika memang benaran?
Aku bergegas kembali melangkah ke kamarku. Ya, seminggu ini aku hanya mengurung diri di rumah dan tak masuk sekolah. Karena perutku begitu mual rasanya. Alasanku ke mama dan papa hanya kurang sehat. Tak mungkin aku ke sekolah dengan keadaanku yang seperti ini, apalagi terus saja mual. Bisa-bisa nanti aku malah diusir dari sekolah.
‘’Oek oek oek!’’ Aku berlari ke belakang. Rasanya hanya air saja sejak tadi yang keluar dari mulutku. Ada apa ini? Atau…aku masuk angin? Tapi tak mungkin masa hari panas begini masuk angin. Atau sakit magh? Tak mungkin. Karena aku tak pernah sakit magh sebelumnya. Aku kembali ke Kamar dengan langkah gontai.
Kulirik arloji di dinding, menunjukkan pukul 10.00. Mama belum pulang, begitupun papa yang masih di kantor. Jika kedua orang tuaku berada di rumah, pasti mereka curiga dengan keadaanku. Aku menghembuskan napas kasar. Perutku masih terasa mual. Kucoba berdiri perlahan untuk mencari minyak kayu putih dan kuolesi seluruh tubuhku dengan minyak kayu putih itu. Mualku sudah berangsur hilang. Kubaringkan tubuh ke atas ranjang. Dan menatap langit-langit kamar dengan tatapan tak menentu.
‘’Duniaku terasa gelap. Apa yang harus aku lakukan?’’ aku mengacak rambutku frustasi. Masih terbayang olehku kejadian sebulan yang lalu. Andai saja aku memutuskan untuk pulang ke rumah walaupun dengan berhujan-hujan, andaikan aku nginap di rumah sahabatku dan andaikan aku mendengarkan nasihat kedua orang tua. Mungkin tak kan seperti ini. Kenapa aku dibutakan oleh cinta? Kenapa aku diperbudak oleh cinta?
‘’KENAPAA?!!’’ teriakku.
Ponselku seketika berdering. Pasti dia. Ya, dia kekasihku yang begitu teganya merenggut kesucianku. Aku bergegas duduk dan meraih ponsel. Benar saja.
‘’Sayang. Udah seminggu kamu nggak masuk. Kamu ke mana?’’ tulisnya di aplikasi hijau itu. Kubanting ponsel ke ranjang.
‘’Kemana tanya kamu? Setelah kamu melakukan semua itu padaku. Dasar lelaki!’’emosiku sudah berada di ubun-ubun. Kepala terasa pusing, dadaku berdegup dan napasku terenga-engah.
Aku yang tak mau membalas pesannya, dia pun menelponku lewat aplikasi hijau itu. Ponselku berdering seketika. Kubiarkan saja. Lalu kembali merebahkan tubuhku. Akhirnya mata pun terpejam karena mengantuk dan kelelahan.
***
Tok tok tok!
Mataku yang masih terpejam kuberusaha untuk membukanya. Pasti itu mama yang sudah pulang bekerja. Perlahan aku duduk dan melangkah menuju pintu depan.
‘’Se—sebentar, Ma,’’ lirihku dengan suara khas bangun tidur.
‘’Assalamua’laikum, Monik!’’
‘’Wa’alaikumussalam, Ma,’’ sahutku lirih dan membukakan pintu. Lalu aku takdzim dengan mama. Seketika wajah mama tampak begitu cemas.
‘’Bibirmu pucat, Monik,’’ Mama menatapku.
‘’Kita ke dokter aja ya?’’ pinta mama yang masih berdiri di ambang pintu, mengenakan seragam kerjanya dan menenteng plastik, serta menyandang tas yang biasa dipakainya di kantor. Dan netraku tertuju kepada plastik yang ditenteng oleh mama, entah apa isi plastik itu.
Aku menggeleng,’’Nggak usah, Ma. Monik hanya demam biasa kok. Minum paramex juga akan sembuh,’’ tolakku dan menampakkan seulas senyuman seolah aku sedang baik-baik saja.
‘’Ma—ma’afkan Monik. Monik takut kalau Monik benaran hamil, Ma,’’ batinku.
‘’Kamu benaran nggak apa-apa, Nak?’’ mama menelusuriku, membuat dadaku terasa sesak.
Aku menggeleng perlahan,’’Iya, Ma. Mama istirahatlah!’’ Aku mengajak mama masuk. Dan aku berniat ingin kembali melangkah ke kamar. Ya, kamar adalah tempatku mengurung diri sejak aku melakukan hal tak senonoh itu dengan kekasihku.
Seketika langkahku terhenti,’’Monik!’’ panggilan mama membuatku menoleh dan menghentikan langkahku.
‘’I—iya, Ma?’’
‘’Makan dulu. Ini Mama bawa makanan kesukaanmu. Setelah itu baru istirahat!’’ titah mama sembari memperlihatkan kantong plastik yang sedari tadi ditentengnya.
Degh!
‘’Mama begitu perhatian dan sayang kepadaku. Jika Mama tahu apa yang telah kulakukan, mungkin Mama akan sangat membenciku,’’ aku memandangi mama.
‘’Kok malah bengong sih?’’
‘’Monik!’’ panggil mama kembali.
‘’E—eh. Iya, Ma?’’
Mama bergegas ke ruang tamu, begitupun aku yang menuruti langkah mama.
Aku menghenyak di kursi. Sedangkan mama menyiapkan makanan yang dibawanya tadi. Tampak beliau memasukkan makanan itu ke piring. Dan tiba-tiba perutku rasa diaduk-aduk.
‘’Hoek hoek hoek!’’ Mama tampak kaget dan menoleh, sehingga tangannya terhenti untuk mempersiapkan makanan itu.
‘’Ka—kamu kenapa? Masuk angin? Atau magh?’’ tampak wajah mama begitu cemas.
Aku memasang muka seolah baik-baik saja,’’Iya. Monik sakit magh, Ma,’’ Tak mungkin aku katakana kalau aku masuk angin sedangkan udara begitu panas hari ini. Aku tahu, hari ini aku berbohong. Tapi tak menutup kemungkinan esoknya mama dan papa akan mengetahui kelakuanku ini.
‘’Tuh kan makanya kamu itu jangan telat makan. Walaupun demam harus dipaksakan,’’ Kali ini wajah mama sedikit tenang. Entahlah! Tadi entah apa yang ada di pikiran mama.
‘’Iya, Ma. Hanya saja nggak ada selera,’’
‘’Walaupun nggak ada selera, jika kamu makan dengan makanan kesukaanmu setidaknya ada masuk sedikit makanan ke perutmu itu. Katakan ke Mama apa yang ingin dibelikan untukmu,’’ Mama menuangkan air dari freezer.
Lalu meletakkannya di meja makan. Sudah tertata dua piring gado-gado dan tak lupa dilengkapi dengan cemilan.
Aku hanya mendengarkan pembicaraan mama,’’Ayuk makan! Nanti maghmu malah makin parah,’’ titah mama menyodorkan sepiring gado-gado dan segelas air putih. Sungguh banyak gado-gado ini. Dan entah kenapa melihatnya saja membuat perutku ini terasa mual kembali.
‘’Kok gado-gadonya diliatin aja?’’ mama yang tengah menyuap gado-gado kembali menatapku. Dan menghentikan tangannya menyuap.
‘’I—iya, Ma,’’ lirihku dan perlahan menyuap gado-gado ke mulut.
Benar saja. Baru tiga suap makanan masuk ke mulutku, perutku terasa diaduk-aduk dan kembali mual.
‘’Oek oek oek!’’ Aku menutup mulut.
‘’Ya Allah. Apa Mama bilang, kamu harus dibawa ke dokter,’’
‘’Nggak, Ma. Nanti juga sembuh kok,’’ Aku mencoba untuk meyakinkan mama.
‘’Ya udah. Semoga cepat sembuh ya. Sudah seminggu kamu nggak masuk sekolah,’’ Mama kembali menyuap gado-gado.
Degh! Mama menyebut kata ‘’Sekolah’’ aja jantungku berdetak kencang dan keringatku mulai mengalir membasahi wajahku. Bukannya memakan gado-gado, malah kuaduk-aduk. Membuat mama kembali memandangiku yang tengah meminum segelas air.
‘’Jika nggak habis jangan dipaksakan, Monik,’’
‘’Iya, Ma. Nggak ada selera. Kalau begitu Monik istirahat dulu, Ma,’’ Aku menyeruput air putih. Lalu perlahan melangkah.
Mama hanya mengangguk dan memandangiku dengan pandangan yang sulit untuk kuartikan. Apakah yang tengah dipikirkan oleh mama?
Perlahan aku melangkah ke kamar dan membaringkan tubuhku ke ranjang. Akhir-akhir ini tubuhku begitu lemas, solah-olah tenagaku ini habis terkuras. Perutku pun seminggu ini terasa sangat mual, apalagi sekarang. Bagaimana jika aku benaran hamil? Aku tak tahu harus bagaimana lagi. Tentu kedua orang tuaku akan marah dan membenciku, bagaimana pula dengan sekolahku? Aku yang sebentar lagi akan ujian UN dan sebentar lagi akan tamat SMA. Impianku yang selama ini akan melanjutkan pendidikan apakah akan kandas begitu saja?
‘’Aaarrghh!!’’ aku mengerang frustasi dan mengacak rambutku.
Untung saja kamarku jauh jaraknya dari ruang makan. Kalau tidak, mungkin mama akan mendengar suaraku.
Ponselku berdering kembali. Kali ini aku bergegas meraihnya. Kulihat nama yang tertera,’’Sahabatku Ayu?’’ Ya dia sahabatku yang mengirimiku pesan. Dia bernama Ayu Lestari. Dia dulu yang tak merestui hubunganku dengan Andre. Dan Ayu sangat berbeda dengan yang lain, entah kenapa.
(‘’Assalamua’laikum, Monik! Kamu kok nggak pernah balas pesanku dan nggak pernah angkat telpon dariku? Apa kamu baik-baik saja? Bagaimana kabarmu? Sudah seminggu kamu nggak masuk sekolah, Monik. Guru-guru pada bertanya,’’) tulisnya panjang lebar. Apa yang harus kujawab?
(‘’Wa’alaikumussalam. Ma’af ya. Aku minta ma’af sudah bikin kamu cemas. Aku sedang kurang sehat aja, Yu,’’) balasku singkat.
(‘’Jangan bikin aku cemas lagi ya. Gimana kalau aku hari ini ke rumahmu?’’) balasnya dengan cepat. Ya, mungkin karena jam istirahat. Makanya secepat itu balasan pesan darinya untukku.
(‘’Iya. Jangan, Yu. Kamu kan sekolah. Aku hanya demam biasa aja,’’) tolakku. Bagaimana ini? Jika Ayu benaran ke rumah dan mama bertanya ke Ayu, di mana aku nginap sebulan yang lalu, bagaimana? Pikiranku begitu kalut dan dadaku terasa sesak.
(‘’Nggak apa-apa kok, Monik. Aku bisa minta izin kok,’’)
(‘’Masa sahabatku demam sudah seminggu nggak aku jenguk. Keterlaluan banget aku. Ya udah, aku mau otewe dulu ya. See you!’’)
Degh!
BERSAMBUNG.
Hei, Readers! Buat kalian yang suka sama novelku ini mohon supportnya ya biar aku lebih semangat mengetik. Silakan tinggalkan jejaknya. Okey, see you next time!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Maulana ya_Rohman
masih nyimak thor
2022-11-05
1
manda_
lanjut thor semangat buat up lagi ya ditunggu monik hamil tuh
2022-10-23
1