Aku tengah merebahkan tubuh di tempat tidur, ponselku berdering seketika. Dengan cepat kuraih benda itu. Siapa lagi kalau bukan kekasihku yang tampan dan perhatian padaku.
‘’Sayang, udah makan apa belum?’’ tulis Andre melalui aplikasi hijau itu, dan tak lupa menyelipkan emoticon love di sana. Biasanya aku selalu tersenyum setiap kali membaca pesan singkat darinya. Tidak untuk kali ini
Aku hanya memandangi isi pesannya.’’Masa dia nggak tahu kalau hari ini adalah hari ulang tahunku? Padahal kemaren sempat kubilang. Dan kami udah 8 bulan menjalin hubungan.’’
Dring!
‘’Sayang. Kamu baik-baik aja kan?’’ tulisnya kembali, karena pesannya hanya kuread saja.
Habisnya aku kesal! Masa hari ulang tahunku saja dia tak ingat. Ya, sekarang sudah genap usiaku 17 tahun. Atau jangan-jangan dia emang tak mau merayakan ulang tahunku. Ah, kalau tak mau merayakan, setidaknya ada ucapanlah yang keluar dari mulutnya.
‘’Aku baik-baik saja,’’ balasku dengan singkat.
Langsung centang dua berwarna biru.
‘’Eh, kenapa ini? Kok ngambek? Jangan-jangan kamu kangen sama aku ya?’’ tulisnya dengan pede.
‘’Nggak ngambek kok. Apaan sih, Kamu,’’ balasku dengan emot sedih.
‘’Tuh kan. Ada apa sih sebenarnya, Sayang? Kok tiba-tiba berubah begini? Jangan begini dong, aku nggak mau kamu berubah dan aku mencintaimu, Sayang.’’ Dia menulis emoticon menangis dan beberapa emoticon love terletak di akhir. Membuat aku luluh dan tentunya aku tak tega mengacuhkannya.
‘’Iyaa, Sayang. Ma’afin aku deh. Aku nggak berubah kok. Cuman kurang sehat aja. Aku juga mencintaimu, Sayang.’’
"Andre begitu sangat mencintaiku. Sampai nggak mau aku berubah. Andre memang bisa meluluhkan hatiku.’’ Aku senyam-senyum memandangi isi pesannya.
Suara yang memanggilku, mampu membuyarkan lamunanku.
‘’Monik! Bantu Mama!’’
‘’Iya. Sebentar, Ma,’’ sahutku yang masih memandangi ponselku. Tampak Andre sedang mengetik pesan balasan
‘’Apa? Kamu sakit, Sayang? Tuh kan. Aku sering bilang, kamu istirahat dan jangan telat makan,’’ balasnya dengan tak lupa menyelipkan emot sedih dan love.
‘’Kuharap kamu nggak akan pernah berubah, Sayang. Aku ingin selalu bersamamu sampai akhir hayatku,’’ tulisnya lagi membuatku terharu dan merasa melayang di udara.
‘’Ahh! Andre. Bisa aja sih kamu. Membuat hari-hariku berwarna dan membuat diri ini seperti melayang di udara.’’
‘’Monik! Kamu nggak denger? Bantu Mama masak!’’ terdengar suara mama begitu kesal di luar sana. Mungkin karena aku tak terlalu mempedulikan panggilannya.
‘’E—eh, Iya. Sebentar lagi, Ma.’’
‘’Nggak kok. Cuman kurang fix aja. Begitupun denganku, Sayang. Ya udah. Aku bantu Mamaku dulu ya. I love you.’’
‘’Benaran kan, Sayang? Semoga kamu baik-baik aja."
‘’Wahh! Pacarku memang idaman banget. Suka bantu-bantu camer. Iya, Sayang. I love you too.’’
Aku tersenyum memandangi balasan pesan darinya. Hidupku terasa bewarna sejak Andre hadir di dalam hidupku. Ah, tapi aku penasaran, kenapa dia tak mengucapkan selamat ulang tahun padaku. Biasanya lelaki lain jika kekasihnya ulang tahun, pasti dia memberikan kejutan. Bahkan bela-belain tak istirahat hingga tengah malam demi mempersiapkan surprise untuk sang kekasihnya. Tapi, kenapa aku tak diperlakukan seperti itu sama Andre? Apa dia sebenarnya tak mencintaiku? Kata-kata yang diucapkannya ke aku sewaktu di warung sekolah hanya palsu semata?
‘’Kalo emang beneran. Tega banget kamu, Ndre!’’ aku mencoba menenangkan pikiranku, kutarik napas pelan-pelan dan menghembuskannya.
‘’Monik!’’
‘’Ah, iya, Ma.’’
Kucoba untuk menepis pikiran buruk yang menghantuiku.
Gegasku matikan data. Dan kuletakkan ponsel di tempat tidur. Lalu melangkah keluar menuju ruang dapur. Kudapati Mama sedang memotong sayur bayam.
‘’Ma,’’ panggilku dengan hati-hati.
‘’Kamu ngapain sih? Lama banget!’’ ketus Mama.
Ya, Mama marah karena aku tak kunjung mendengarkan panggilannya. Aku lebih sibuk dengan pacarku itu.
Kudekati Mama,’’I—iya, Ma. Ma’afkan aku,’’ lirihku.
‘’Lain kali kalo orang tua manggil disamperin, bukannya malah asyik di kamar!’’
Aku terdiam dan menunduk, karena memang akulah yang salah.
‘’Ya sudah. Bersihkan ayam itu!’’ tunjuk Mama.
‘’Iya, Ma.’’
Tanpa berpikir lagi aku bergegas membersihkan ayam yang telah dibeli Mama dan beberapa menit kemudian kuolesi bumbu-bumbu yang telah disiapkan oleh Mama.
Kubiarkan agar bumbunya meresap dan tercampur, biar ayamnya enak. Mama ternyata sudah berada di belakangku.
‘’Biar Mama yang melanjutkan. Makasih sudah bantu ya.’’
‘’Iya. Aku ke depan dulu, Ma.’’ Mama membalas dengan anggukan.
Aku melangkah kembali ke kamar.
Aku yang berniat akan membaca novel, tiba-tiba ponselku berdering.
Langsung aku memasuki kamar dan kupandangi ponsel itu. Di sana tertulis ’Sayang Call’
‘’Gimana kalo aku kerjain dia aja."
‘’Ada apa?’’ ketusku. Padahal aku tengah menahan tawaku.
‘’Lah, kok begitu tanyamu?’’
‘’Aku menelponmu karena rindu, Sayang,’’
’’Kenapa ya? Jadi enggak tega begini sama dia."
‘’Masa sih? Beneran kamu rindu sama aku?’’
‘’Iya, kamu yang nggak rindu sama aku, Sayang.’’ Seketika membuat senyumanku mengembang.
‘’Kamu bisa aja, Sayang. Ya, iyalah aku rindu.’’ Aku terkekeh. Jadi tak tega memprank dia lama-lama. Ya, walaupun sebenarnya aku masih kesal sama dia karena sudah jam segini tak ada sepatah kata ucapan yang keluar dari mulutnya itu. Apa dia lupa hari kelahiranku?
‘’Kamu sibuk nggak hari ini?’’
‘’Pasti Andre ngajak jalan nih."
‘’Ummm….Nggak sih. Emangnya kenapa, Sayang?’’
‘’Kamu mau nemani aku nggak? Aku pengen makan di luar, tapi malas sendiri,’’ sungutnya dengan manja, biasalah kalau denganku manjanya berlebihan.
‘’Mau banget malahan. Tumben kamu makan di luar ketika libur sekolah.’'
‘’Makasih, Sayang. Kamu memang pacar terbaikku."
‘’Aku sedang nggak ada selera, Sayang.’’
‘’Kamu sakit?’’
‘’Enggak. Aku cuman nggak ada selera aja. Jangan khawatir, aku baik-baik aja kok.’’
‘’Ta—tapi kenapa dia ingin makan di luar? Ada apakah gerangan?’’
‘’Syukurlah.’’
‘’Yuk, kita makan di luar!’’ ajaknya kembali.
‘’Aku siap-siap dulu ya, Sayang.’’
‘’Dandan yang cantik ya, Sayang.’’
‘’Oke, nanti. aku jemput dan aku hubungi kembali.’’
Aku memutuskan telepon dan meletakkan kembali ponselku.
Beberapa menit kemudian, aku telah selesai berdandan. Dan bergegas menyambar tas kecilku. Lalu menemui Mama ke dapur. Kulihat beliau sudah selesai memasak dan sibuk beberes.
‘’Mau ke mana, Kamu?’’ Tangan beliau sibuk beberes dapur. Tanpa menoleh padaku. Atau Mama masih kesal? Sejujurnya saja, aku paling takut jika Mama kesal apalagi marah, walaupun ketika Mama marah hanya satu atau dua patah kata yang dikeluarkan dari mulutnya. Itu yang membuat aku semakin takut. Mama memang jika sedang marah maka lebih banyak diam.
‘’Mau keluar, Ma. Sama temanku,’’ kataku hati-hati.
‘’Kamu pakai mobil?’’ Mama menoleh seketika. Kupandangi raut wajahnya dengan sedikit rasa takut. Alhamdulillah, beliau sepertinya tak kesal lagi.
‘’Nggak usah, Ma. Ntar dijemput kok.’’
‘’Ya udah, Monik. Hati-hati ya, Nak.’’ Aku takdzim dengan Mama. Akhirnya aku kembali melihat senyuman beliau.
‘’Assalamua’laikum, Ma.’’
Aku pun bergegas melangkah keluar dan beberapa menit kemudian aku menanti Andre di tepi jalan yang tak jauh dari rumahku.
Ponselku seketika berdering.
‘’Nih sebentar lagi aku nyampe,’’ tulisnya.
‘’Iya. Aku tunggu. Nih aku sudah di tepi jalan.’’
Tak berselang lama kumenunggu. Andre pun datang dengan motor sportnya.
‘’Duh! Ma’af kamu jadi lama menungguku, Sayang.’’
‘’Kamu sebenarnya sayang nggak sih sama aku?’’
Dia terperanjat dengan pertanyaanku,’’Ya ampun, kok kamu malah nanya begitu? Ada apa sih, Sayang?’’ Dia bergegas turun dari motor sport kesayangannya dan menatapku lekat.
‘’Kalo aku nggak sayang sama kamu. Mana mungkin aku mau pacaran sama kamu.’’ Mata elangnya menatapku. Tak ada kebohongan di sana. Aku menghela napas pelan. Dalam hati sedikit membenarkan ucapan Andre. Pun juga tak ada tampak kebohongan dikedua netranya itu. Walaupun ada sedikit kecemasan di hatiku ini.
‘’Mana tahu kan. Mana tahu kamu cuman pura-pura—‘’ Belum selesai aku mengatakan sesuatu yang mengganjal di pikiranku, dia bergegas meletakkan jari telunjuknya di bibirku membuat aku bungkam.
‘’Ssstt, itu cuman perasaanmu saja. Aku paham kok.’’
‘’Tapi, percayalah! Aku sungguh sangat menyayangimu.’’
‘’Coba kamu tatap mataku! Apakah ada kebohongan di sana?’’ lirihnya dengan suara bergetar. Dia masih menatapku lama. Kutatap baik-baik netra elangnya. Dia benar, tak ada kebohongan di sana sedikit pun tak kudapati.
Aku menggeleng pelan,’’Ma’afkan aku yang mencemaskanmu.’’
‘’Nggak apa-apa aku paham kok.’’
‘’Kamu percaya kan sama aku?’’
‘’Aku percaya.’’ Aku mengangguk lantas menyeka air mata yang diam-diam berjatuhan. Dia tersenyum lantas mengenggam erat tanganku.
‘’Makasih ya, Sayang. Jangan pernah berniat untuk mengakhiri hubungan kita.’’
‘’Sama-sama. Aku bahkan ingin hidup bersama kamu selamanya,’’ ungkapku dengan nada manja.
‘’Syukurlah. Begitupun dengan aku.’’ Dia tersenyum dan mengusap kepalaku yang dibalut kerudung.
‘’Ya udah, katanya aku mau nemanin kamu makan di luar. Gimana sih?’’ Aku melirik ke arahnya yang tengah senyam-senyum.
‘’Ah, iya. Tuh kan jadi hilang nafsuku untuk makan.’’
Alisku terangkat sembari menatapnya dan seolah berkata ‘Kenapa?’
‘’Karena kamulah. Yang berpikiran yang enggak-enggak sama aku,’’ sungutnya.
‘’Iya deh. Ma’af.’’
‘’Ya udah, yuk aku temani makan di luar. Kamu pasti laper kan, Sayang? Aku nggak mau kamu entar sakit.’’ Akhirnya dia mengangguk dan menaiki motor sportnya itu lantas menghidupkan mesin.
‘’Ya udah. Naiklah, Sayang. Hati-hati ya.’’
Aku mengangguk dan segera naik dengan hati-hati. Kami langsung menuju ke suatu tempat. Entahlah, aku pun tak tahu tempatnya.
‘’Kalau kamu takut jatuh, pegangan aja ke pinggangku,’’ titahnya yang membuat senyumanku melebar. Benar-benar romantis pacarku ini dan perhatian lagi. Aku salah telah berprasangka buruk terhadapnya.
Aku hanya tersenyum tersipu malu sembari menikmati hembusan angin dan pemandangan di sekitarnya.
Sudah beberapa warung nasi yang terlewati, tapi Andre tak berhenti. Aneh! Ke mana sebenarnya ini?
‘’Sayang. Masih lama sampainya ya?’’ tanyaku menepuk pundaknya pelan.
‘’Nggak kok, Sayang. Sebentar lagi.’’
Tak lama kemudian, kami sampai di sebuah cafe yang begitu indah. Selera pemuda-pemudi banget. Katanya mau makan. Kok di cafe sih? Apa dia mau minum kopi?
‘’Yuk turun!’’
Aku langsung bergegas turun.
‘’Tunggu sebentar. Kamu harus pakai ini dulu.’’ Dia mengeluarkan kain kecil.
‘’Bukannya kamu mau makan? Kok di cafe?’’ Aku bergegas menahan tangan kekarnya yang akan memasangkan kain kecil itu.
‘’Sebenarnya aku nggak laper sih.’’ Dia malah cengengesan dan menggarut kepalanya yang menurutku tak gatal.
‘’Lah, trus ini untuk apa?’’ Aku makin bingung dibuatnya dengan perilaku lelakiku ini.
‘’Sudah. Ikuti saja kemauanku, Sayang.’’ Tanpa menungguku dia menutup kedua mataku dengan kain itu. Dan memegang tanganku perlahan. Lalu menuntunku untuk melangkah.
‘’Yuk, jalan! Biar kupegangi!’’ titahnya.
‘’Ini ada apa sih? Jangan buat aku takut deh,’’ kesalku sembari meraba.
‘’Kamu tenang aja, Sayang. Aku nggak ngapain kamu kok. Jalan aja perlahan.’’ Dia terkekeh.
‘’Apa sih sebenarnya. Pakai menutup mata segala!’’
‘’Atau dia ngasihku surprise? Ah, enggak mungkinlah.’’
Tak lama kemudian. Terdengar olehku bisikkin suara beberapa orang. Yang tak asing lagi suaranya olehku.
‘’Tadaaa! Happy birthday to you!’’ Dia membuka penutup mataku dan seketika kuterharu memandangi surprise yang telah diberikannya. Ya, teman sekelasku juga ikut meramaikan. Café ini dihiasi seperti perayaan hari ulang tahun dan di atas meja ada kue ulang tahun yang harganya perkiraanku harganya sangat mahal. Aku melongo.
‘’Happy birthday, Monik!’’ Sahabatku, Mila. Dia memelukku erat.
Aku bergeming dan rasanya tak percaya dengan semua ini.’’ Makasih, sahabatku.’’
Semuanya mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku. Kupandangi Andre wajahnya sumringah,’’Sayang, makasih banyak ya,’’ ucapku lirih.
Dia mengangguk,’’Sama-sama, Sayang,’’
‘’Ihhh! So sweet….’’ Teriak mereka dan tertawa keras.
‘’Apaan sih kalian.’’ Aku tersipu malu.
‘’Andre yang udah lama kita incar malah Monik yang ngedapetinnya. Iya nggak guys?’’ kata Melinda dengan tampang kesal.
‘’Ah, udahlah, Mel. Kita ikhlasin aja,’’ sahut yang lain, membuat Melinda wajahnya kesal dan menyilang kedua tangannya di dada.
‘’Hem.’’ Andre seperti sengaja berdehem keras.
Andre seketika kembali menatapku dan tersenyum.’’Kamu nggak berterima kasih juga ke mereka? Mereka yang merencanakan ini denganku,’’ jelasnya memandangiku.
‘’Wahh! Makasih banget untuk teman-temanku yang super duper baik.’’
‘’Sama-sama, Sayang,’’ ledeknya terkekeh.
‘’Ihh! Apaan sih. Nggak lucu,’’ sungutku.
‘’Ma’af deh. Becanda boleh dong di hari ulang tahunmu.’’
‘’Jangan begitu, Sayang.’’ Dia mencubit pipiku.
‘’Ihhh…Sakiit tahu!’’ sungutku sembari tersipu malu.
‘’Kalian ini mau memamerkan keromantisannya atau gimana sih?’’ Salah seorang dari mereka tampak sebal.
Aku tertawal lepas,’’Jombloo!’’ ledekku.
‘’Sudah sudah!’’
‘’Kita mulai aja.’’
Mereka menyanyikan lagu happy birth day untukku dan disertai tepukan tangan yang meriah.
‘’Saatnya memotong kue,’’ ujar Andre yang berdiri di sampingku.
Aku sungguh begitu bahagia hari ini. Acara ulang tahunku begitu mewah. Apalagi di cafe yang begitu indah tempatnya. Duhh! Sungguh pacar terbaik dan idaman wanita di luar sana.
‘’Lah, senyam-senyum sendiri loh, Monik,’’ goda si Enjel, si gadis punya lesung pipi. Yang terlihat manis jika tersenyum.
Banyak yang naksir sama dia, dia malah naksir sama Andre. Tapi Andre sendiri tak mau, malah jadian denganku. Dan sekarang dia sudah mulai menerima kenyataan itu. Ah iya, ada banyak cewek kelas yang tak datang hari ini. Ke mana mereka?
‘’E—eh iya. Sabar dulu kenapa sih!’’ sungutku yang tak menoleh, aku masih fokus memotong kue.
‘’Kue pertama pasti untuk Andre tuh,’’ cibir Dion.
‘’Nah benar. Namanya juga kekasihnya. Kita ini cuman karet yang terbuang aja,’’ imbuh Tarno.
‘’Lah, apaan sih loh, Tar? Walaupun begitu karet juga berguna kali untuk mengikat. Iya nggak?’’ Dion malah kesal dengan ucapan Tarno dan yang lain pun ikut mengangguk.
Aku hanya menunjukkan seulas senyuman,’’Nih, untukmu, Sayang.’’ Aku menyodorkan kue yang potongan pertama itu ke Andre.
Semuanya bertepuk disertai sorakan. Untung cuman kami di cafe ini. Tapi, Tunggu! By the way tempat ini sepertinya sudah disewa oleh Andre. Secara kan Andre orang kaya, Papa dan Mamanya bekerja di kantor terbesar di kota ini. Dia tinggal minta aja tuh sama orang tuanya.
Sudah sejam waktu kami menghabiskan untuk menyantap makanan yang tersedia di meja. Ada kue ulang tahun, fizza, aneka minuman jus, dan makanan lainnya yang tak kalah lebih lezat lagi. Perutku terasa sangat kenyang sekali hari ini.
‘’Sayang, kamu udah kenyang? Yuk kita keluar!’’ ajaknya. Kok aku sendiri yang diajak keluar olehnya?
‘’Ngapain? Teman-teman gimana?’’ tanyaku lirih sembari mengernyitkan kening, aku menatapnya dengan tatapan malas.
‘’Ada deh. Mereka akan keluar juga kok, Sayang.’’ Dia memandangi teman-teman yang sedang asyik mengobrol diiringi canda tawa.
Tatapanku masih tertuju ke mereka,’’Ayuk!’’ ajaknya dan langsung menggandeng tanganku.
‘’Upps! Tunggu sebentar, Sayang!’’ titah Andre ketika aku mau melangkah keluar dari pintu café.
‘’Ihh....Ada apa sih, Sayang?’’ Aku merasa kesal dan menghentakkan kaki.
‘’Jangan gitu dong. Kamu tuh tambah cantik kalau seperti itu. Tuh lihat!’’ Dia terkekeh. Dan menoel hidungku. Membuat aku tersenyum tersipu malu.
Membuat bibirku manyun,’’Pakai ini dulu!’’ pinta Andre lalu menutup kedua mataku dengan kain kecil.
Hingga hanya tampak gelap. Kejutan apalagi ini sih? Tapi walaupun aku sering kesal dibuatnya, dia sungguh perhatian dan sayang sekali kepadaku.
‘’Ayuk jalan, Sayang!’’ Dia memegang tanganku perlahan. Mengiringiku bak anak kecil yang belum bisa berjalan.
Tak berselang lama kemudian,’’Nah stop! udah sampai, Sayang.’’
‘’Buka penutup mata ini!’’ Aku kesal yang jenuh memakai penutup mata.
‘’Iya, Sayang. Sabar dulu ya.’’ Suaranya terdengar agak jauh dariku. Ke mana Andre? Sungguh aneh! Tangan aku meraba-raba.
‘’Eh, sabar dong.’’ Dia bergegas menghampiriku.
‘’Kamu udah siap?"
‘’Udah.’’
‘’Satu dua tiga. Tadaaa!’’ Ya ampun. Kucoba mengucek bola mataku kembali. Apa aku salah lihat? Di depanku tergeletak motor yang harganya menurutku lumayan mahal. Ya, motor sport. Dan beberapa kado dengan sampul yang cantik di pandang oleh mata tergeletak di atas meja kecil yang dirias seindah mungkin. Aku menatap Andre dengan tatapan bahagia dan terharu.
‘’I—ini untuk aku?’’ tanyaku yang diselimuti rasa ragu dan tak percaya.
Dia mengangguk dan tersenyum,’’Iya, Sayang. Kenapa? Kamu nggak suka?’’ tanya Andre. Bukan tak suka sih. Kurasa ini berlebihan sekali.
‘’Ini mahal dan berlebihan bangat loh, Sayang,’’ lirihku. Dia pun memandangiku.
‘’Hei, Sayang. Jangan ngomong gitu dong. Ini nggak seberapa harganya dari rasa cintaku padamu, Sayang.’’
Duuh! Membuatku melayang di udara saja. Andre memang bisa membuat hatiku dag-dig-dug ser!
‘’Iya. Aku tahu. Ta—tapi—’’ Aku yang belum selesai bicara, Andre langsung mendekat dan meletakkan jari telunjuknya di bibir tampannya itu, pertanda menyuruhku diam.
‘’Husshh. Aku senang jika bisa membahagiakanmu dengan caraku.’’
‘’Hem!’’ Semuanya berdehem, mereka keluar dari cafe dan melangkah ke tempat kami.
‘’Ma’af menganggu sebentar.’’ Salah satu dari mereka berucap.
‘’Apaan sih, kalian. Ayuk cepat ke sini!’’
‘’Makasih banyak untuk kalian. Yang udah menyiapkan surprise dan memberikan kado juga.’’ Mataku berbinar memandangi teman-temanku. Ya, mereka sudah susah payah menyiapkan semuanya dan memberikan kado yang banyak juga. Mereka mengangguk dan tersenyum.
‘’Dan makasih banyak juga buat kamu, Sayang. I love you.’’ Aku memandangi Andre yang berdiri di sampingku. Tak peduli dan tak malu lagi aku melontarkan kata-kata romantis di bibirku ini.
Bersambung.
Instagram: n_nikhe
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
manda_
lanjut thor semangat buat up lagi ya ditunggu
2022-10-23
1
teti kurniawati
Semangat ya author ☺
2022-10-23
1