Benih Titipan Om Bara
RACHEL berlari masuk melewati gerbang emas yang tinggi dan sangat megah. Masuk ke dalam rumah melalui pintu samping.
"Bi Minah, Rachel pulang," kata gadis tersebut bersemangat. Hal itu membuat Minah terkejut dan spontan menoleh.
"Pelan-pelan ngomongnya Hel. Di luar lagi banyak orang." Minah dengan cepat menegur keponakannya itu. Rachel pun menutup mulutnya sebentar lalu tersenyum sumringah.
"Memangnya ada tamu Bi?" tanya Rachel sembari membantu menuangkan teh ke dalam cangkir.
Minah langsung menggeleng. "Bukan Hel. Tapi itu suaminya Tante Agne yang baru pulang dari luar negeri," jelas Minah membuat mata Rachel seketika membelalak.
"Hah! Maksud Bibi, pria tampan yang ada dalam foto besar di ruang utama itu?" Rachel sangat antusias. Terlebih gadis tersebut memang belum pernah bertatap muka secara langsung.
Minah mengangguk pelan lalu mengangkat nampan yang berisi teh yang sudah Rachel tuang ke dalam beberapa cangkir. "Sekarang kamu pergi ganti baju dulu, terus kembali ke dapur bantu bibi." pinta Minah. Rachel menurut, dia segera berlari ke kamar yang terletak di bagian belakang. Sedangkan Minah lanjut mengantar teh ke ruang utama.
Rachel memperbaiki pakaian sederhana yang baru saja dikenakannya, lalu mengikat rambut hitam panjangnya menyerupai ekor kuda. Dia memang seorang gadis yatim piatu, namun beruntung ada Minah, adik kedua ibunya, yang ingin merawat Rachel dan Agne, adik pertama ibunya, yang memberi mereka berdua tempat tinggal serta membiayai sekolah Rachel sampai lulus. Meski begitu, Agne melakukan semua itu bukan dengan sukarela, Minah dan Rachel harus menjadi pembantu di rumahnya.
Rachel berjalan ke dapur kemudian segera mencuci piring kotor yang menumpuk.
"Siapa dia? Mengapa ada wanita muda menjadi pembantu di rumah ini?"
Tubuh Rachel terkesiap ketika mendengar suara bentakan keras dari arah belakang.
"HEI? Apa kau tidak punya telinga?"
Rachel menelan salivaki. Kemudian menarik napas dan menghembuskannya perlahan. Keberanian dikumpulkan sebanyak-banyaknya untuk membalikkan tubuh menghadap pemilik suara itu.
"Sa-saya minta maaf, Om."
"Om? Tatap saya saat berbicara!"
Rachel menggigit kuku agar rasa gugupnya berkurang. Dia baru tahu kalau omnya tersebut terkesan kejam.
"Kenapa kau diam?"
"Ya Tuhan, tolong aku...."
Rachel berusaha untuk menyembunyikan rasa takut, namun wajah serta bahasa tubuhnya tak bisa berbohong. Dia memberanikan diri menatap mata pria tersebut. Namun tidak lama. Sebab sangat sulit dilakukan dalam kondisi seperti sekarang.
"Nama saya Rachel, Om. Saya anaknya Bu Yuli dan Pak Burhan. Bi Minah itu tante saya, istri Om juga. Di sini saya cuman membantu pekerjaan rumah kok Om."
Tak ada jawaban. Pria itu hanya memerhatikan Rachel dari atas ke bawah seperti menimbang-nimbang sesuatu.
"Ada apa? Kenapa Om menatapku seperti itu?"
Setelah beberapa menit hening, pria itu akhirnya bertanya, "Umur kamu berapa?"
"Hah? A-apa ... U-umur saya?" Rachel terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba pria itu.
"Iya, umur kamu berapa?"
"Mmmm ... Sembilan belas tahun, Om," jawab Rachel perlahan.
Pria itu mengangguk. "Berarti kamu sudah lulus SMA dan ingin lanjut kuliah kan?"
Rachel mengangguk, membenarkan pertanyaan omnya. "Kenapa Om bertanya seperti itu? Apa Om belum pernah tau kalau saya tinggal di sini? Maaf yah Om...."
"Tidak-tidak. Jangan meminta maaf. Saya tidak sedang memarahimu Nona Manis."
Rachel mundur saking terkejutnya. Nona Manis? Mengapa sebutan itu membuatnya seketika merinding? Sepertinya memang benar, Agne belum pernah menceritakan tentang Rachel dan Minah yang tinggal di rumah mereka.
Rachel hanya semakin menekuk wajahnya.
"Ya sudah, segera buatkan saya Cappucino dan antar ke kamar saya. Ingat, kamu yang mengantarnya!"
"Baik Om."
Setelah pria itu pergi, barulah Rachel bisa bernapas lega. Namun dia tahu belum berakhir, dengan cepat gelas diambil dan membuatkan pria tersebut Cappucino yang diresepkan oleh Minah.
Tidak lama, Rachel menyelesaikan Cappucino nya dan buru-buru membawanya ke luar dapur. Kepalanya celingukan, berusaha menerka kamar milik omnya yang belum diketahui.
Hingga sorot matanya sampai ke tangga melingkar yang super mewah. "Apa mungkin berada di lantai dua? Oh iya, kamar putih besar. Pasti yang itu." gumam Rachel, teringat dengan kamar putih besar yang berbeda dengan kamar yang lain.
Rachel pun menaiki tangga dan berjalan mendekati pintu kamar putih besar tersebut. Tanpa berpikir panjang, dia mengetuknya perlahan.
TOK! TOK! TOK!
"Om—"
Hanya sekali Rachel menyapa, suara langkah kaki mendekat ke balik pintu dan dibuka.
"Silahkan masuk!"
Rachel tidak memikirkan apapun selain ingin cepat-cepat memberikan Cappucino itu dan meninggalkan omnya. Jadi, dia langsung saja masuk.
"Letakkan Cappucino itu di atas nakas!"
Rachel pun menurut. "Sudah yah Om, saya pamit keluar," katanya lembut kemudian berniat keluar kamar tetapi langkahnya terhenti ketika pundaknya dipegang.
Rachel berbalik memandang omnya dengan wajah bingung.
Sementara pria tersebut berjalan mengunci pintu tanpa ada sepatah kata pun. Hal itu membuat Rachel terkejut.
"Om? Ke-kenapa—"
"Panggil saya Bara saja. Tidak usah pake om!"
Rachel menggeleng cepat. Perasaannya benar-benar tidak enak sekarang. "Om, saya mohon buka pintunya." katanya masih mencoba untuk tenang.
Bara tersenyum genit sembari mengelus wajah Rachel yang buru-buru ditepis.
"Orangtua saya terus saja mempertanyakan soal keturunan. Sampai-sampai mereka mengancam saya, akan mengambil semua warisan yang telah diberikan ini jika sampai satu bulan belum ada kabar baik." Bara mundur, berbalik menatap jendela besar sambil bersidekap. "Tapi apa kah kau tau, saya tidak akan bisa mendapatkan anak dari pernikahanku ini." Bara tertawa kecil.
Kemudian pria tersebut kembali lagi menghadap Rachel dan mendekatinya.
"Karena Tante Agne mu itu tidak bisa hamil ... alias mandul."
"A-apa?" Rachel melotot mendengar pernyataan itu sambil mundur selangkah dari jangkauan Bara.
Bara malah tertawa kecil melihat reaksi Rachel. "Saat melihatmu, saya langsung terpikirkan sebuah cara agar bisa memenuhi permintaan orangtua saya."
Rachel menelan salivaki nya. Nampaknya gadis itu akan masuk ke dalam masalah yang sangat besar.
Bara kembali tersenyum genit kemudian berkata, "saya ingin tau bagaimana reaksi mereka, saat saya mempunyai anak meski istri saya telah mandul."
DEG!
Rachel membelalak dan segera berlari membuka pintu. Namun saat sudah hampir sampai, Bara langsung mengambil kunci yang tergantung di pintu dan melemparnya ke atas lemari tinggi.
Rachel tetap berusaha memutar gagang pintu meski tahu pintu itu tidak akan bisa terbuka.
"Kuncinya!"
Saat Rachel berlari ingin mengambil kunci, tubuhnya langsung ditangkap Bara dari belakang.
"Om! Saya mohon lepaskan!" Rachel meronta-ronta sambil berteriak.
Bara tidak peduli dan menambah kuat tangannya memeluk tubuh gadis itu. Kemudian langsung menggendongnya.
"AAKKKHHH! OMMM!" Rachel memukul punggung Bara, mencoba untuk lepas dari pria itu. Namun Bara tidak merasakan apa-apa.
"AAAAKKKHHH!"
...BERSAMBUNG...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Dwi Sulistyowati
mampir kak
2022-11-25
0
NURMA 🌽𝐙⃝🦜🍒⃞⃟🦅𒈒⃟ʟʙᴄ
mampir kak
2022-11-08
1
Zurinii Faridha
oom Bara kejiwaan ya
2022-10-27
1