Nuri

Nuri

Bab 1

Nuri masih betah duduk didepan laptop. Tangannya menari indah diatas keyboard. Rangkaian kata indah tercipta dan teroampang jelas pada layar.

Tak ada orang lain lagi di sana. Detik terus bergulir bahkan cakrawala pun sudah menampakan wujud. Akan tetapi tak ada tanda-tanda Nuri akan beranjak dari sana.

Beberapa saat kemudian suara gebrakan pada pintu menglihkan fokus Nuri. Terlihat Nena-mamanya Nuri berkacak pinggang saat pintu sudah terbuka.

"Mama," desis Nuri.

"Kerja, kerja, kerja lagi dikira kaya nyatanya malah kena tipes,"

Hati yang sempat ketar-ketir kini berubah. Senyum simpul nampak di bibir Nuri.

"Kamu tuh kerja mulu Nuri, ini jam berapa? tuh lihat jam!" Nuri mengikuti arah telunjuk mama. "Makan sana!"

"Ya Allah Nuri kira mama akan marah, taunya cuma nyuruh makan," kekeh Nuri.

"Iya makan dulu biar ada tenaga nanti buat dengar ocehan mama," sahut mama sembari meninggalkan ruang yang tadi ditinggali oleh Nuri.

Perempuan itu segera beranjak mengikuti sang mama. Menurut jauh lebih baik dari pada singa betina itu lebih dulu mengeluarkan taringnya. Bisa tujuh hari tujuh malam Nuri mendapat ceramah gratis dari mama.

"Disuruh makan lagi?" Hamka adik paling bungsu Nuri berbisik. Nuri hanya menjawab sembari menaikan alis.

***

Papa melambaikan tangan saat melihat Nuri keluar dari ruang makan. "Tadi papa sudah pesan kain 15 rol pada pemasok tapi papa melupakan sesuatu." Papa menggaruk pelipisnya.

"Sesuatu? pembayaran?" Tebakan Nuri tepat sasaran, papa tersenyum malu-malu seperti seorang gadis yang baru saja bertemu dengan gadis gebetannya.

"Kebiasaan ah papa mah." Nuri memasang ekspresi kesal meski hanya sekedar pura-pura. Dia segera membuka bank online dan mengirimkan uang sebagai pembayaran. Dia sudah hafal lagi no rek perusahaan pemasok.

"Oh ya besok kamu kemana?"

"Gak kemana-mana, papa mau nyuruh aku ke luar?"

"Deadline novel kamu gimana?"

"Ya harus secepatnya kelar." Nuri melirik pada adik bungsunya.

"Apa, mau nyuruh aku?" tebak Hamka, "gak bisa aku mau bikin konten di atas."

"Ayolah, Ham! nanti teteh tambah uang jajan," rayu Nuri.

Ahmad melirik sebentar kemudian kembali fokus pada laptop yang dia pegang. "Sory gak tertarik." Ahmad mencebikan bibir.

Terjadilah tawar menawar antara kakak beradik itu. Danterjadilah kesepakatan tabah uang jajan dua kali lipat. "Gitu dong, kan teteh mah paling baik sedunia." Ahmad menyeringai penuh kemenangan.

"Au ah."

Papa yang memeriksa pesanan barang dari ponsel haya menggelengkan kepala melihat polah kedua anaknya. Untung anaknya yang tinggal bersama hanya dua orang. Andai semua anak papa kumpul sudah pasti rumah ini seperti pasar. Mereka saling melepas rindu dengan canda meski berupa ejekan. Beruntungnya papa tidak sampai kena tekanan darah tinggi.

***

Pagi-pagi pintu kamar Nuri sudah terdengar diketuk. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Ahmad si bungsu mata duitan.

Nuri yang paham langsung bangun dan mengambil sejumlah uang perjanjian kemarin malam. "nih..." Nuri menyodorkan uang. "Dasar mata duitan."

"Eh aku mah takut nanti teteh ingkar."

"Tapi ini masih subuh Hamka."

"Lupa ni si teteh. Kan rezeki itu harus dijemput dari subuh biar cepat kaya."

Nuri memutar bola mata karena merasa jengah. Adiknya yang satu ini kadang bikin dia pusing tujuh keliling tapi yang satu ini juga dia paling bisa diandalkan saat darurat.

Papa dan yang lain sudah ada di ruang makan saat Nuri turun dan bergabung. Dia menyapa lebih dulu sebelum duduk.

Selesai sarapan Nuri kembali ke ruang kerja sedangkan papa katanya mau mengawasi pengiriman barang. Memang Nuri membeli rumah di sebelahnya untuk ia jadikan tempat kerja. Dari mulai pemotongan bahan, pengepakan sampai bagian pemasaran melalui media. Sementara bagian jahit dibawa ke rumah masing-masing pekerja.

Entah sudah berapa lama Nuri bekerja. Dia baru beralih dari laptop saat Nia orang yang bekerja dengan dia memberi tau kedatangan seorang tamu.

"Memangnya aku punya janji tamu, Ni?"

"Kalau lihat di jadwal memang gak ada, Teh. Tapi tamu itu memaksa ingin bertemu sama Teteh."

Nuri mengerutkan kening. Setelah beberapa kejadian menimpa dia di masala lalu, Nuri sangat tertutup pada orang baru.

"Orangnya sedikit memaksa Teh, tadi pak Amran juga sudah dikasih tau tapi kata beliau suruh ngasih tau Teteh." Pak Amran adalah papanya Nuri.

"Baiklah, tunggu sebenar."

Sebenar Nuri merapikan diri dan dia pun segera menemui tamu yang dimaksud. Seorang laki-laki tengah duduk di ruang tunggu. Penampilannya sungguh rapi, rambut tetap dan tubuhnya terlihat proposional apalagi dibalut dengan jas yang sepertinya mahal. Terlihat dari jenis bahan.

Nuri berdehem sebelum akhirnya duduk dan memperkanlakan diri. "Sebenarnya saya tidak menerima tamu yang sebelumnya tidak membuat janji. Katakan ada keperluan apa Anda kemari!"

Lelaki itu menyunggingkan senyum kemudian menperkenalkan diri. 'Benar-bebar menantang' batin lelaki yang diketahui namanya adalah Irsya.

"Tentu saja saya datang kemari dengan tujuan bisnis. Kalau bukan untuk itu Memangnya untuk apa lagi, mendekati anda? itu tidak mungkin," Irsya membalas dengan nada tenang." Lelaki itu pun menjelaskan tujuannya yang bersangkutan dengan pekerjaan Nuri. Dia meminta Nuri memperoduksi model pakaian yang dia bawa.

"Saya hanya meminta agar Anda tidak menjual model kepada suplier lain. Berapa pun yang anda produksi berikan saja pada perusahaan saya. Kami sanggup membayarnya."

Tawar menawar harga pun akhirnya deal. Nuri menyanggupi permintaan klien dadakannya itu.

"Terima kasih sudah percaya pada kami." Kalimat yang dikumpulkan Nuri sebagai bentuk penutup pertemuan itu.

Nuri segera meminta Nia mempersiapkan apa yang di minta Irsya tadi. Dia punya deadline satu minggu untuk memenuhi permintaan Irsya.

Sedangkan Isya yang baru saja masuk mobil tersenyum menngingat satu langkah niatnya berjalan tanpa hambatan. Dia tidak sabar untuk melanjutkan rencana kedua. "Kita lihat sejauh mana kekuatan tembok yang dia bangun."

***

Pukul tiga sore barang yang dipesan papa pun datang. Beberapa pegawai lelaki menurunkan kain bahan itu. Nuri memperhatikan serta menghitung bahan yang dia terima.

"Sudah sesuaikan, Bu?" seorang laki-laki daribpihak pengirim menyodorkan nota belanja pada Nuri.

"Sesuai," Nuri memberikan senyum tipis setipis jembatan sirrotolmustaqiim. Julukam perempuan judes pen menjadi gelar dadakan di belakang nama Nuri.

Setiap orang yang membicarakan Nuri pasti akan mengatakan Nuri si perempuan judes itu kan. Lucu memang jika hanya mengurus mulut mereka tapi kita tidak punya Kewajiban untuk itu. Berkarya dan bekerja jauh lebih bermanfaat.

"Yang ini tolong langsung dipotong aja pak Nif." Nuri menunjuk tiga rol bahan yang berbeda motif. "Polanya sudah dibuat 'kan?"

"Buat berapa ratus potong, Neng?" tanya Pak Hanif memang jauh lebih tua dibandingkan atasannya itu.

"Permintaan pertama hanya enam kodi. Nanti potong yang motif itu untuk model yang ini ya." Nuri menunjukan satu model lagi.

"Kerja, kerja, kerja Jon. Setoran numpuk," canda pak Hanif pada Jono si kernet berbadan subur. Yang di ajak bercanda hanya nyengir sambil mengacungkan tangan.

Pak Hanif dan Jono mulai mengerjakan tugasnya. Nia masih sibuk membalas pesan dari customer. Yang lain pun sama sibuknya. Nuri memperhatikan bagian pengepakan dan ikut berbaur bersama mereka. Dia hanya sesekali menarik sudut bibirnya saat candaan para karyawan menyenggol dirinya.

"Nanti pas teteh nikah kita seragamnya gak usah pesan di yang lain ya teh."

Terpopuler

Comments

bundanya Fa

bundanya Fa

masih nyimak.

2022-10-20

1

FILM INDONESIA

FILM INDONESIA

Haiiiii

2022-10-16

1

U²n

U²n

Langsung vote👍🏻👍🏻👍🏻
Syuuukak gaya bahasanya

2022-10-14

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!