Bab 4

Di bawah pohon besar nan rindang sekelompok anak muda tengah menikmati hangatnya sinar matahari.

Sebuah mobil berhenti beberapa emnit kemudian. Si pemiliknya turun dengan wajah berseri-seri.

"Sepertinya gak jadi dicoret dari daftar penerima warisan nih gelagatnya."

"Jelas, gue anak bungsunya." Akmal menepuk dada membanggakan diri.

Orang yang mendapat julukan sebagai IT jalanan menghampiri dan menyodorkan ponselnya. "Permintaan paduka sudah hamba kerjakan dengan baik." Ucaannya terdengar serius akan tetapi itu adalah cara mereka bercanda. Akmal duduk di motor dan Hamad si IT jalanan berdiri dengan wajah menunduk. Kadang garang kadang jenaka. Tapi bagi Nuri yang pernah bertemu mereka itu sangat menyebalkan.

"Geli anjir," teriak yang lain.

Akmal membaca data yang didapatkan oleh Hamad. Dia mengerutkan kening saat membaca tulisan terakhir. Seseorang tengah berusaha mendekati, begitu tulisan di paling bawah.

Hamad tertawa melihat ekspresi Akmal. "Lo mesti bersaing sama dr. Duda," ujar Akmal diikuti tawa.

"Kalau gitu gue juga mesti gerak cepat ini," balas Akmal sambil terus memandangi data tentang Nuri. "Oh Bunga takan kubiarkan kumbang duda itu menyesap sari-mu lebih dulu."

***

Sejak subuh Nuri masih terpekur depan laptop. Tangannya menari diatas keyboard merangkai kalimat indah. Sesekali dia menyeruput kopi hitamnya.

Novel tersebut harus bisa menandatangani kontrak sebelum bulan ini berakhir. Beberapa buku menjadi referensi bacaan Nuri untuk menambah bumbu pda novel yang dia tulis. Ibarat memasak ide bisa saja sama tapi dengan racikan tangan yang berbeda tentu akan menghasilkan rasa yang berbeda pula. Dia ingin menghasilkan karya yang terbaik.

Ponsel yang sejak tadi hening kini ramai oleh notifikasi pesan masuk. Group yang berisikan teman-teman masa sekolahnya terlihat ramai. Mereka kebanyakan membahas keseruan yang terjadi di acara Hani beberapa hari yang lalu. Selanjutnya mereka membahas keluhan masing-masing.

"Aku mendadak rindu lingkungan sekolah," tulis salah seorang.

"Iya aku pun merindukan tertawa bersama di bawah pohon cemara." diikuti emot tertawa.

"Iya sekarang kita sibuk dengan kehidupan masing-masing. Bahkan untuk menikmati kenangan saja sepertinya sulit.

Mendadak teman-teman Nuri dalam grup tersebut landai menulis kalimat indah.

"Hanya Nuri yang masih bisa melakukannya."

"Eh, eh kok aku?" Nuri mengetik balasan setalah beberapa menit menjadi penikmat keluhan mereka.

"Ya tentu saja. Dia tidak akan pusing harus bangun di tengah malam untuk mengganti popok si kecil."

Masih banyak lagi keluhan yang mereka tulis. Nuri tertawa membaca keluhan mereka. Mereka pikir Nuri paling enak padahal dia sendiri menanggung beban dipundaknya. Hanya saja dia pandai untuk tak mengumbar apa yang dirasakan.

"Kalau begitu selamat berpusing ria," balas Nuri tak lupa dia membubuhkan emotikon yang memperhatikan kepalan tangan beserta otot sebagai bentuk dukungan.

Nuri masih saja tertawa melihat balasan teman-teman padanya.

Saat Nuri turun ke lantai bawah, rumahnya terlihat sepi. Dia pun bertanya kemana perginya orang-orang rumah. Bukankah harusnya rumah terlihat ramai karena cucu pertamanya berkunjung.

"Oh," kata Nuri sambil menuangkan Air ke dalam gelas.

***

Berhubung orang-orang rumah memilih pada keluar tanpa mengajak dirinya, dia pun memilih untuk berkunjung ke sebuah toko buku. Lumayan bisa menambah referensi untuk ide yang sedang dia butuhkan.

Satu persatu rak buku dia telusuri. Beberapa buku sudah berada di keranjangnya. Nuri hendak mengambil buku yang dia cari, tapi tangan lain ikut mengambul buku tersebut. Nuri menoleh pada pemilik tangan tersebut.

"Ternyata anda suka juga berkunjung ke toko buku ini Bu Nuri." Lelaki itu tersenyum kepada Nuri.

Nuri membalas singkat senyum tersebut serta melepaskan tangannya yang tadi sempat memegang buku yang sama.

"Sepertinya buku ini tinggal satu, apa anda begitu membutuhkannya?"

"Tentu saja maka dari itu saya mengambilnya."

"Setiap kali saya bertemu dengan Anda, anda selalu memasang sikap seperti itu. Apa tidak cape? kasihan loh organ dalam tubuhmu. Obat-obatan begitu mahal sekarang."

Nuri sungguh enggan meladeni pria itu dia kembalikan badan menuju kasir.

"Bu Nuri," panggil pria tadi. "Bisakah anda tersenyum sekali saja!"

Nuri berhenti sejenak tapi tak mengurungkan langkahnya untuk segera ke kasir. "Apa buku karya beliau tidak ada lagi untuk series yang terbaru?" tanya Nuri pada petugas kasir yang melayaninya. Tak lupa dia juga menyebut nama penulis dari buka yang tinggal satu tadi.

"Oh buku yang itu? Untuk saat ini, katanya buku tersebut hanya dicetak tak sampai seratus. Entahlah saya pun tidak mengetahui alasannya." Kasir tersebut membalas dengan begitu ramah.

Nuri pun segera membayar sejumlah yang disebutkan oleh kasir tak lupa mengucapkan terima kasih.

Pak Irsya yang berdiri ikut mengantre di depan meja kasir terlihat menimang-minang buku yang sedang dia pegang. Tadinya dia membeli buku tersebut untuk dijadikan kado pada keponakannya tapi melihat Nuri menginginkan buku tersebut dia jadi dilema. Peluang untuk mendekati ada di depan mata. Dengan buku tersebut dia bisa selangakah mengetuk hati yang dingin itu. Dia pun memutuskan untuk mengejar kesempatan tersebut. Ini kesempatan langka yang dia dapat tentu harus dimanfaatkan dengan baik. Dia segera membayar saat tiba gilirannya. Selesai membayar dia berlari ke luar berharap gadis judes itu masih berada di sekitar toko buku.

***

Nuri yang masih berada dalam mobil menerima pesan dari Nia yang berisi beberapa foto model pakaian terbaru yang baru saja selesai di jahit. Dia pun segera meneruskan foto tersebut pada group yang hanya dia adminnya.

Beberapa pesanan dari para pelangganya pun mulai masuk. Bahkan ada dari mereka yang akhirnya melakukan panggilan telepon karena pesannya belum mendapatkan balasan.

"Alhamdulillah."

Nuri menoleh saat mendengar ketukan pada kaca mobil. Segera dia turunkan kaca tersebut. "Kan bener yang aku lihat yadi itu kamu," heboh Via.

"Aku baru saja menemukan tempat ngopi yang bagus. Mau minum kopi bersamaku," tawar Via.

"tentu saja, kopi is my life." Nuri turun dan berjalan beriringan bersama Via menuju tempat yang dimaksud.

Mereka tertawa bersama saat membahas tentang group chat tadi. Via menggelengkan kepala sambil tertawa saat mengingat balasan Nuri tadi. "Bisa-bisanya kamu balas seperti itu Nuri. Aku tak bisa membayangkan ekspresi mereka."

"Kan aku bingung mesti balas apa." Nuri ikut terkekeh.

Mereka menikmati kopi yang baru saja disajikan. Membahas masa saat masih mengenakan pakaian putih abu-abu memang selalu menghadirkan tawa.

Tak terasa mereka sudah menghabiskan waktu hampir dua jam. "Biar aku yang bayar, Nuri."

"Baiklah pertemuan berikutnya aku yang traktir," balas Nuri.

Saat hendak keluar dari pintu tempat ngopi tersebut, mereka berpapasan dengan masalalu Nuri. "Eh Nuri, Via. Kalian di sini juga? Lama tidak bertemu, gimana kabar kalian?" Sapa si Lelaki.

"Seperti yang kamu lihat," balas Nuri.

"Sayang ponselku sepertinya tertinggal di mobil." Perempuan yang ada tak jauh dari mereka bersikap seolah ingin memanasi Nuri.

"Masuk dan pesanlah lebih dulu. Aku segera kemabli." Si pria menjawab sambil tersenyum kemudian mengarahkan senyumnya pada Via dan Nuri.

"Nuri, Nuri. Sepertinya kamu memang gagal move on ya. Lihat sekarang aku sudah hamil anak ke dua tapi kamu masih betah dengan kesendirian." Tatapan mengejek diarahakan pada Nuri.

"Gimana rasanya barang bekas enak?" Nuri membalas tatapan tersebut tak kalah mengejeknya. "Aku bisa mendapatkan barang segar. Tapi wanita berkelas tidak terburu-buru akan hal itu."

Perempuan yang bernama Alisa itu tertawa, "Via katakan saja tidak ada yang mau sama perawan tua itu."

Via yang masih memegang sisa kopi ditangannya langsung menghabiskan kopi tersebut. "Nih" Via menyodorkan cup bekas kopi tersebut pada Alisa.

"Apa nih? kalian kira aku tempat sampah?"

"Iya, kamu suka barang bekas 'kan?" Savage, bukankah itu balasan yang setimpal.

Nuri menahan tawa melihat ekspresi Alisa. Dia segera menarik Via menjauh dari sana. Andai diladeni debat mereka tak akan selesai tujuh hari tujuh malam. Orang egois tak akan pernah mau menerima kebenaran meski lobus hatinya membenarkan. Tentu akan ada alasan-alasan lain yang mereka gunakan sebagai bentuk pembenaran.

.

.

.

.

.

.

Pagiii sayang-sayangku, next ga nih?

Terpopuler

Comments

🎯 Tati

🎯 Tati

Dari kemarin mau komentar ga jadi-jadi, sinyalnya ampuun

2022-10-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!