Cempaka, masih berusaha mendekati Reza. Dia tidak mau kalau orang yang pernah dan sempat dia sayangi itu membencinya.
Dia tidak perduli, apa yang terjadi antara Dini dan Reza. Yang dia tau, dia tidak mau hidup dan di benci seumur hidup oleh Reza.
Setelah menyiapkan pakaian untuk Ibu dan Bapak, Cem segera bergegas ke meja makan memastikan sarapan sudah siap.
"Jadi nanti Ibu sama Bapak berangkatnya jam 11 kan? tapi semoga aja ibu cepat baikan!" ucap Cempaka yang khawatir karena Ibunya agak demam.
"Saya udah minta pak Didi, telepon dokter Hendra, katanya nanti jam setengah sembilan ke sini," ucap Cem lagi.
"Kamu ada kegiatan kuliah hari ini?" tanya nyonya besar.
"Gak ada Bu, memang kenapa? ibu ada perlu bantuan?" tanya Cem.
"nanti kalo ibu belum baikan, kamu temani Bapak ke acara, walaupun ada Silvi tapi dia cuma bisa urus ala kadarnya aja. karena biasanya Ibu atau kamu yang bantu Bapak." pinta ibu.
Cem mengiyakan pinta Ibunya. Kemudian Reza masuk ke ruang makan dan duduk di sebelah kanan ayahnya.
Karena Cem belum duduk, dia memilih pindah duduk ke dekat Reza.
Mungkin terlihat tidak tau malu dari pandangan Reza, tapi ia hanya pihak yang tidak bersalah di sini.
Cempaka hanya tersenyum, meskipun Reza tak membalas senyumnya.
"Berhenti senyum-senyum, walopun kamu imut, aku gak bakalan terjebak lagi dalam keluargamu" batin Reza.
"Apa??imutt...apanya yang imut. Dia jelek, menyebalkan sama seperti kakaknya" meyakinkan diri.
Dua hari mengerjai Cempaka dan melihat reaksinya sudah membawa efek besar terhadap perasaannya tanpa ia sadari.
Cem meletakkan lauk yang di sukai Reza di atas piringnya.
Karena tak mau merusak suasana, Reza hanya makan meskipun dia jadi kesal, karena tingkah Cempaka yang tak mau mengerti bagaimana perasan Reza tentang keluarganya.
"Kamu bakalan mulai kerja minggu depan kan?" Tanya Tuan Besar pada Reza.
"Iya Pah, " jawabnya singkat.
"Bantuin kakak kamu, mungkin posisi kamu cuma kepala Tim dulu. Nanti kalau ada kemajuan. Mungkin kakak kamu yang bakalan urus. Dan Papa tahu kamu mampu."
"Apapun posisinya, akau bakalan kerja sepenuh hati kok. Papa gak usah khawatir." Jawabnya santai.
Mereka semua melanjutkan sarapan.
Setelah selesei sarapan, Cem menyiapkan barang-barang yang perlu di bawa untuk ke acara nanti siang di luar kota.
"Non, dokter Hendra udah nyampe." panggil bibi dari depan kamar Cem.
"iya bi, aku ke sana," dia pun bergegas ke kamar Ibu, di sana sudah berdiri Reza yang menemani.
Setelah di periksa, nyonya besar butuh istirahat dan diberikan infus.
Jadi resmi, Cem yang akan menemani bapak dan tanpa Ibu.
Biasanya walaupun harus ikut, ibu selalu ada. Jadi dia tidak terlalu khawatir.
"Kak Ec..maksudnya Tuan Reza bisa kan jagain Ibu? Udah ngerti kan obat-obatannya?" Cem bertanya pada Reza.
"aku bisa baca, udah kamu pergi aja sana" jawab Reza judes.
Tapi Cem hanya membalas dengan senyuman. Kemudian pamit dengan Nyonya besar dan Reza.
Reza hanya memutar bola matanya.
"Tuan Reza, kebayang gak, pas mutar bola matanya gitu terus berhenti di bagian atas?hehehehehe," goda Cempaka.
Reza tak tertawa, tapi malah ibunya yang tertawa.
"hehehhe..uussh..udah pergi sana. Ntar kamu telat nyampe kantor bapak," kata Nyonya besar.
Akhirnya mereka tiba di hotel tempat istirahat. Acaranya di mulai 1 jam lagi pada pukul 3, Jadi Cem sudah menyiapkan segala keperluan Tuan Besar, di bantu Silvi salah satu asisten Pak Didi.
Mereka pun berangkat, seperti biasa Cem akan berjalan di belakang tuan Besar, di samping pak Didi, tapi karena biasanya ada Ibu, sekarang di depannya kosong.
Setelah pesta di mulai Tuan besar mulai di kerumuni banyak orang, katakanlah penjilat sudah ada di mana-mana.
Mau tak mau Pak Didi menemani Tuan besar. Sementara Cem di tinggal di pinggir ruangan tempat mereka berdiri.
Cem jadi haus, ada pelayan lewat didepannya membawa minuman berwarna.
Biasanya, kalau acara siang/sore seperti ini minuman warnanya tidak memiliki alkohol.
Tapi dia minum satu tegukan, tengorokannya rasanya terbakar.
"gggeeeekkkkk ini ada alkoholnya?" dia bertanya pada pelayan.
"Iya Nona," kemudian pelayan itu pergi.
Dia mulai bersandar pada tembok. Perutnya rasanya panas. Dan pandangannya berkunang-kunang.
"wwooooaaahhh" Cem berusaha berdiri tegak dan bersandar pada tembok di belakangnya.
Tak beberapa lama kemudian, Pak Didi mendekati Cem.
"Nona, Nona Cem?" dari gelagatnya seperti pak Didi tahu kalau Cem tengah mabuk. Dia lalu menelepon pak Ridwan dan meminta membawa Cem kembali ke mobil.
Tiba saatnya pulang, "loh, Cem mana pak Didi?" tanya tuan besar.
"Sudah lebih dulu di bawa ke mobil sama Pak Ridwan, sepertinya tidak sengaja minum minuman beralkohol Tuan." Jawab Pak Didi.
"Tapi dia gak apa-apa kan?" tanyanya khawatir.
"Ya tuan, saya juga sudah meminta pak Ridwan membelikan obat."
Setibanya di mobil Tuan besar itu melihat Cem dengan khawatir. Dia duduk di samping Cem, membiarkan kepala Cem bersandar pada bahunya.
Tibanya di depan hotel, pak Ridwan ingin menopang Cem, tapi tuan Besar nya melarang, agar mebiarkan Tuan Besarnya yang menopang Cempaka.
"Siapa orang kita yang wanita yang tidur sendiri dan pernah ketemu Cem? tunjukan jalan ke kamarnya," tanya tuan besar.
"Nona Silvi tuan, tapi saya sudah memesankan kamar buat Mbak Cem" sahut salah satu pelayan hotel yang biasa mengurus keperluan Tuan Wisnu menginap.
"Kalau dia tidur begini, terus bangun di kamar asing tanpa siapa-siapa, dia ketakutan. Jadi biarkan dia menginap bersama Silvi," kata tuan besar.
Cem pernah di temukan pingsan di kamar hotel karena tidak ada siapa-siapa ketika dia bangun.
Meskipun sekarang gejalanya sudah bukan pingsan, tapi Tuan Besarnya tidak tega melihat gadis yang di anggapnya anak ini ketakutan lagi.
Turun dari mobil, Tuan Besar ini terlihat seperti memeluk gadis muda, untuk orang yang mengetahui hubungan mereka ini bukan sesuatu yang baru atau tabu.
Tapi buat mata mereka yang tidak tahu apa-apa ini adalah skandal besar untuk seseorang yang akan memasuki dunia politik.
Tentu saja, kesempatan ini tak akan di lewatkan oleh lawan politik Tuan Wisnu.
Akhirnya Cempaka tidur sekamar dengan Silvi. Dia bangun dengan nyut-nyutan di kepalanya. Silvi memberikannya air madu untuk meredakan mual di perut dan kering di kerongkongannya.
Sepulangnya dari luar kota, Cempaka langsung bergegas siap-siap ke kampus. Sementara tuan Wisnu kembali pulang dan memeriksa keadaan istrinya.
Pada pukul 8 pagi, berita heboh sudah mulai tersebar ke mana-mana dengan judul.
WANITA SIMPANAN WISNU RAHADI.
Di kampus.
Sekitar pukul 9 pagi.
"Cem, kamu udah lihat berita?" tanya Angel heboh.
"Belum, aku baru dari perpus jadi gak pegang Hp dari tadi, kenapa emang?" sambil membuka hpnya penasaran.
"Katanya Tuan Wisnu punya simpanan. Karena kemarin Tuan Wisnu menghadiri acara sendirian jadi malamnya dia dengan simpanannya. Tapi Cem lihat deh, nih cwek mirip kamu," tunjuk angel ke HP nya.
"Iya, itu aku. Kemarin aku gak sengaja minum alkohol, sepertinya Bapak bantuin aku balik ke kamar," Cempaka mengucapkannya dengan nada datar dan bengong hampir tidak percaya.
Kemudian dia berdiri dan berlari pulang, minta tolong pada Angel supaya di absenkan.
"****, ****, Cempaka kenapa kamu bisa bikin kacau kayak gini?" sambil memukul kepala dan mengacak acak rambutnya di atas taksi.
Sementara itu di rumah, seseorang yang sangat geram membaca berita itu tidak lain adalah Reza. Dia menunggu wanita itu kembali di pintu depan.
Begitu Cempaka tiba di rumah. Reza dengan kasarnya menggenggam lengan Cem dan menariknya ke lantai atas.
*bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Kadek
semngt ya kk
2020-07-12
0
Wiwin Sutini
Makin penasaran 😁😁😁
2020-06-13
1