Part 2

Suara lembut yang terdengar oleh David membuatnya melirik ke arah cewek yang mengatakannya. Sebenarnya ia tidak peduli dengan suara Rara yang selalu memenuhi ruangan, tapi ia tidak suka dengan kalimat yang baru saja Rara lontarkan.

"Gue suka sama David." Ucap Rara tanpa berpikir panjang. Lalu disambut dengan teriakan histeris cewek di sampingnya, yang sedikit terganggu dengan ucapan Rara. Cewek itu tengah menyodorkan banyak kalimat di depan wajah Rara.

Empat kata yang Rara lontarkan memang membuat Mulan kaget, namun tak berlaku bagi David sendiri. Ia sudah sering mendengar Rara berkata seperti itu pada cowok, maka apa yang ia dengar tadi bukan hal aneh. Lagipula, bukan cuma Rara yang bisa berkata demikian, cewek yang lain pun sering menyatakan padanya, tapi tak ada satupun yang ia jawab. Dia tetap pada pendiriannya.

David kembali ke aktivitasnya yang sempat terganggu oleh keributan para cewek di seberang mejanya. Dia memasang earphone di kedua telinganya, mendengarkan musik band Maroon 5 kesukaannya. Mata hitamnya membaca sederet rangkaian kalimat dalam buku Bahasa Inggris miliknya.

Rara merutuki dirinya sendiri, setelah ia mendapat ceramah ekstra dari Mulan. Bisa-bisanya kata-kata itu lolos dari mulutnya. Dia menepuk bibirnya pelan, lalu menggigitnya cukup keras.

"Lan, mati gue.." Rara panik, ia menggoyangkan tubuh Mulan.

"Tenang Ra, dia nggak dengar kok. Lihat?" Mulan menunjuk telinga David yang terpasang earphone, membuat Rara menoleh pada objek yang dituju.

Rara menghembuskan napas lega. "Untung aja. Gue panik banget kalau dia tahu gue suka sama dia."

Mulan memutar bola mata, jengah. "Lagian lo kenapa sih bisa keceplosan bilang kalau lo suka sama dia? Lo masih aman di kelas nggak ada Jasmine. Kalau ada terus dia dengar, turun udah rating lo sebagai cewek populer di sekolah."

"Tapi lan, gue serius sama ucapan gue tadi." Rara berkata lirih.

"APA!? Ra lo udah gila ya? Lo nggak boleh tertarik apalagi suka sama dia. Ra, lo harus ingat sama reputasi lo." Mulan menceramahi kembali cewek di sampingnya.

Telinga Rara seakan tuli, ia tidak sama sekali mendengar apa yang Mulan katakan. Ia memilih mengikuti hati dan pikirannya. Ia tidak memikirkan akibatnya jika ia melakukan hal ini.

***

Bel istirahat yang berbunyi, selalu membuat siswa heboh dan berhamburan keluar kelas. Begitu juga dengan Rara dan Mulan. Namun kali ini, Rara menolak tawaran ajakan Mulan ke kantin, ia lebih memilih mengikuti langkah kaki David.

Rara berjalan mengendap-ngendap, berusaha agar tidak ketahuan kalau dia tengah mengikuti cowok itu. Rara sudah memutuskan kalau ia harus memulainya sekarang.

Rupanya, David menuju rooftop sekolah. Entah apa yang ada di pikirannya sampai ia datang ke tempat itu. Rara bersembunyi dibalik dinding, memperhatikan apa yang akan dilakukan oleh David. Dia berdiri di sana, merentangkan kedua tangannya.

"Woy! Siapapun lo yang suka datang di mimpi gue, gue nggak pernah takut! Gue pasti bisa terbebas dari kutukan yang lo tanam di diri gue!" David berteriak begitu kencang, reaksinya persis seperti orang kesetanan.

Rara sontak terkejut mendengar apa yang David katakan tadi. Ia berjalan mundur, mencoba pergi dari sana. Namun kakinya terlalu ceroboh hingga ia menendang sebuah kardus sampai membuat dirinya terjatuh. Dentuman suara tubuhnya yang terbentur dengan lantai terdengar oleh David. Ia bergegas berlari ke arah sumber suara.

David tak percaya dengan apa yang dilihatnya saat ini. Cewek itu terduduk di sana, wajahnya masih sama seperti yang dia lihat setiap hari. Cantik sekali. David hampir saja larut dalam kecantikannya kalau ia tidak buru-buru membuang wajahnya ke lain arah.

"David, apa benar lo dikutuk?" Pertanyaan pertama kali yang selama ini belum pernah terlontar dari mulut Rara.

Tak ada jawaban. David masih berdiri di sana, tanpa melihat lawan bicaranya. Rara ingin memastikan bahwa pendengarannya memang tidak salah.

"Vid, lo dengar gue kan? Kalau emang apa yang gue dengar tadi benar, berarti lo senasib sama gue."

David menoleh selepas Rara berkata. Tapi mulutnya tak sanggup mengucap sepatah kata pun. Ia terlalu takut kutukannya kambuh lagi. Ia tak mau Rara melihat kondisinya.

Dengan berat hati, ia berjalan begitu saja melewati Rara, menuruni anak tangga. Rara hendak mengejarnya, namun kakinya tak mampu untuk melangkah. Ini sangat aneh. Padahal ia hanya menendang sebuah kardus, tapi kenapa kakinya bisa lecet seperti tergores aspal? Rara kembali teringat mimpi semalam. Apa benar ia dikutuk?

Rara buru-buru menepis mimpi aneh yang berkumpul di pikirannya. Selama ia hidup, ia tak pernah percaya dengan mitos seperti itu. Apalagi berasal dari alam bawah sadarnya. Ia lekas mengambil ponsel di sakunya, lalu menelepon Ferdi, pacarnya saat ini.

"Halo Ra? Lo kemana aja sih. Gue teleponin dari kemarin nggak aktif terus. Lo nggak apa-apa kan?"

"Tadi gue baik-baik aja Fer. Tapi sekarang nggak."

"Loh kok bisa?"

"Cepat datang ke rooftop Fer, gue nggak bisa jalan."

Rara mematikan asal ponselnya. Ia tak mau mendengar suara khawatir lagi di seberang sana. Yang ia inginkan Ferdi cepat datang kesini, menggendongnya turun dari rooftop.

Tak lama, Ferdi datang dengan tampang khawatir. Kalau saja Rara tidak melengkungkan senyum saat itu, Ferdi sudah pasti bertanya terus menerus padanya. Rara tahu betul pacarnya yang ini cerewet melebihi seribu mulut yang dimiliki cewek.

Ferdi jongkok membelakangi Rara, kemudian menepuk punggungnya seolah memberi isyarat untuk Rara bahwa ia harus naik ke punggung kekar itu. Sambil berpegangan pada tiang, Rara mengalungkan lengannya di leher Ferdi, sementara kakinya melingkar di pinggang Ferdi.

Ferdi membawa Rara turun dari rooftop, lalu mengantarnya menuju kelas. Mulan, yang sejak tadi mencari Rara langsung kaget melihat Rara digendong oleh Ferdi.

"Lo kenapa Ra?" Tanya Mulan ketika Rara sudah duduk di bangkunya.

Rara hanya meringis kesakitan, jarinya menunjuk ke kaki kanannya yang terluka.

"Kaki lo lecet? Kok bisa?" Tanyanya lagi.

"Emang lecet ya? Coba sini gue lihat." Ucap Ferdi yang duduk di hadapan Rara. Ia berjongkok, memeriksa luka yang ada di kaki Rara. Namun, Ferdi tiba-tiba saja membanting kaki Rara hingga membuat pemiliknya kesakitan lagi.

"Lo gila ya Fer? Kaki gue lagi sakit malah dibanting kayak gitu." Rara mendengus kesal.

Ferdi bangkit, lalu berdiri di hadapan Rara. Ia memasang tampang aneh, yang sulit Rara baca. "Ra, sejak kapan lo punya penyakit kulit?"

"Maksud lo?" Rara bingung dengan pertanyaan Ferdi.

Ferdi melangkah mundur menjauhi Rara. "Gue nggak tahu lo punya penyakit apa, tapi yang jelas gue nggak mau punya pacar yang kulitnya bernanah." Ferdi memberi penjelasan pada Rara, namun Rara masih memusatkan pikirannya untuk memahami perkataan Ferdi.

Rara kembali bertanya. "Maksud lo? Gue nggak ngerti Fer. Penyakit? Nanah? Apa sih?"

Rara berjalan mendekati Ferdi, tapi Ferdi buru-buru melangkah pergi, sebelum ia berkata. "Mulai saat ini kita putus!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!