"Love Story" BELLE FILLE
Seorang Jurnalis dari media cetak harian "Karya Warta", bernama Rudi Budiman yang telah banyak menuliskan berita-berita yang cukup handal, dia bekerja di sebuah media harian "Karya Warta" terbitan Kota Medan di provinsi Sumatera Utara yang sudah hampir lima tahun.
Rudi Budiman yang kini berusia 47 tahun merantau dari kampung halamannya di Kota Salatiga Jawa Tengah bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil. Istri Rudi Budiman sendiri adalah seorang ibu rumah tangga biasa saja, dia adalah wanita yang sangat sederhana dan baik.
Ismiati adalah istri dari Rudi Budiman yang kini berusia 42 tahun itu dengan setia mendampingi sang suami kemanapun pergi suaminya itu, dan dia juga telah dikaruniai seorang anak perempuan bernama Salsabila yang kini sudah berusia Delapan tahun, dan seorang anak laki-laki yang berusia satu tahun delapan bulan.
Pagi itu, langit masih gelap sekitar pukul 05.23 Wib, setelah usai sholat subuh, tiba-tiba suara dering ponsel Rudi berbunyi, tertera dilayar nama pemanggil Ferry Hariadi Pempinan Redaksi di tempat dia bekerja.
Rudi segera mengangkat telponnya. "Halo...." Ucapku kepada si penelpon. "Selamat pagi bung Rudi." Jawab seorang laki-laki dari ujung telponnya. "Selamat pagi juga pak." Balasku. "Begini...., biskah anda datang ke Kantor saya hari ini pukul 07.30 Wib nanti?" Tanya Pemimpin Redaksi tersebut. "Oh , baiklah pak, saya akan datang nanti."Jawabku, "ok, kalau begitu saya tunggu kamu nanti di kantor ya?!" Balas pak Ferry, "baik pak!" Jawabku sambil mengakhiri pembicaraan dan menutup telpon itu.
Ismiati yang saat itu terlihat sedang sibuk didapur untuk menyiapkan sarapan dan juga perlengkapan sekolah anaknya sebagai tugas harian seorang istri sekaligus juga ibu pada setiap pagi. "Mas, sarapannya udah siap!" Teriak Ismiati kepada Rudi. "Ya sebentar," jawab Rudi. Dengan perlahan Rudi menuju meja makan untuk bersantap sarapan pagi bersama Istri dan anak-anaknya.
Selesai sarapan, seperti biasanya Rudi bersiap mengantarkan anaknya ke Sekolah dengan Sepeda Motornya. "Salsa, ayo cepat nak hari udah siang, ntar telat lo," ucap Rudi memanggil anaknya, Salsabila keluar menghampiri ayahnya dengan menggunakan pakaian seragam sekolah sambil diantar ibunya, gadis kecil itu terlihat cantik dengan kulitnya yang putih, kemudian dia naik diatas motor ayahnya untuk berangkat ke sekolah, tak lupa Salsabila menyalami dan mencium tangan ibunya, "Salsa pigi ya ma," ucap gadis itu pada ibunya, "ia sayang, hati-hati ya?" kata ibunya menasehati. Tak lama kemudian Rudi segera memacu motornya, sambil melambaikan tangan gadis itu kepada ibunya saat ayahnya telah membawanya pergi.
Sesampai disekolah Salsabila turun dari motor lantas menyalami ayahnya dan mencium tangan ayahnya itu. "Da papa...." kata gadis itu kepada Rudi, "da sayang, sekolah yang pintar ya?" kata Rudi. Setelah mengantarkan anaknya ia segera pulang.
Sesampainya dirumah, seusai mengantarkan anaknya sekolah Rudi segera mempersiapkan alat-alat Jurnalistik miliknya. Istrinya turut serta membantu untuk mempersiapkan barang-barang pekerjaan milik Suaminya tersebut yang akan dibawa. Sebelum berangkat dia memberikan ciuman hangat di dahi istrinya dengan mesra di depan pintu rumahnya, Rudi memang selalu mencium dahi istrinya setiap pagi, dia selalu berharap istrinya dapat mendoakannya agar lebih giat lagi mencari rezeki serta mendapatkan keberkahan dari rezekinya itu. "Mas pergi ya sayang." Ucap Rudi kepada istrinya, "hati-hati ya mas." Jawab Istrinya. Sambil berlalu pergi dengan menggunakan sepeda motornya, dari kejauan terlihat istrinya melambaikan tangan kepadanya.
Pagi itu suasana Kota sudah cukup ramai, hilir mudik kendaraan berlalu lalang memecah hitamnya aspal jalanan kota, padahal waktu masih menunjukkan pukul 07.00 Wib. Memang beginilah suasana kota terbesar ketiga di Indonesia itu, sebagai pusat Pemerintahan dan sekaligus sebagai ibu kota dari Provinsi Sumatera Utara, memang selalu sibuk di jam-jam tertentu, demikianlah kepantasan bagi julukan kota Metropolitan ini. Lebih kurang dari Setangah jam akupun tiba dikantorku, aku segera memarkirkan kendaraanku dan kemudian masuk lalu naik ke lantai tiga untuk menuju ruangan Pemimpin Redaksi. Tok...tok...tok...! Ketukan pintu dariku untuk dapat diijinkan masuk oleh sipemilik ruangan. Sesaat kemudian terdengar suara laki-laki dari dalam ruangan itu. "Masuk.....!!" Jawaban suara dari dalam. Setelah perintah itu, kemudian akupun segera membuka pintu untuk masuk kedalam ruangan, saat didepan pintu itu akupun langsung menyapa Pimpinanku, "selamat pagi pak." Kataku. "Eh, Rudi, mari silahkan duduk." Jawab pak Ferry kepadaku. Aku segera masuk dan menarik kursi yang ada didepan mejanya serta langsung duduk menghadap.
"Ada apa bapak menyuruh saya untuk datang?" Tanyaku, dengan sedikt rasa penasran. "Begini Rud." Pak Ferry memulai pembicaraannya.
Pak Ferry Hariadi adalah seorang tokoh Jurnalis ternama di kota ini, beliau adalah wartawan senior yang telah sangat banyak pengalamannya. Bukan hanya di dalam negri, tapi juga diluar negri diapun pernah melakukan peliputan berita bertaraf Internasional. Pak Ferry sudah sangat lama menjadi Pemimpin Redaksi disini, dan saat ini usianya sudah 56 Tahun.
"Kamu mendengar tidak tentang perang di Afganistan yang saat ini sedang terjadi?" Tuturnya kepada ku, "ia pak, saya mengetahuinnya!" Jawabku, "saat ini media kitakan sangat minim sekali rubrik berita-berita tentang Mancanegara." Kembali pak Ferry berbicara, "peristiwa ini membuat saya bersemangat untuk membuat topik berita Mancanegara di halaman media kita." Katanya lagi, "saya ingin kamu membantu saya dalam meng-update setiap berita yang ada di Afganistan." Pinta pak Ferry, "apa yang bisa saya bantu pak?" Jawabku. Kemudian lama terdiam, dia hanya tersenyum padaku. "Begini, aku menugaskanmu langsung untuk pergi ke Afganistan." Sambungnya. Mendengar perintah itu aku sangat kaget, tapi aku coba tenang, "carilah informasi ter-update disana." Ucap pak Ferry. Aku hanya terdiam mendengar perintahnya. "Saya percaya denganmu Bung!" Kata pak Ferry. "Mengapa bapak memberikan tugas ini kepada saya?" Tanyaku, "dan mengapa bapak bisa percaya jika saya mampu?" Ucapku kembali untuk meyakinkannya, "padahal saya belum pernah sekalipun meliput berita dari luar negri, apalagi berita perang?" Tanyaku. Terlihat pak Ferry terdiam dan menarik nafas kemudian pak Ferry kembali bicara. "Intuisi ku mengatakan bahwa kamu mampu!" Katanya, "dan naluri jurnalistikku juga mengatakan hal yang sama." Kata pak Ferry. "untuk itu aku menugaskanmu agar menjadi kontributor disana." Perintah pak Ferry, "sebuah kehormatan terbesar bagi saya pak." Jawabku kemudian, "baiklah, saya menerima tugas ini dengan senang hati." Kataku sambil tersenyum, "ok, berangkatlah kamu minggu depan," kata pak Ferry. "Aku akan segera mempersiapkan segala keperluanmu untuk ini." Sambungnya kembali. Lalu sambil berdiri dan tersenyum, pak Ferry mengulurkan tangannya untuk menyalamiku, akupun segera menyambut uluran tangannya itu dan kemudian kamipun bersalaman "Terimakasih, dan selamat bertugas."Katanya. Akupun tersenyum dan sambil tetap menjabat tangannya, seraya memohon ijin untuk pergi kembali melanjutkan pekerjaaan ku hari ini.
***********************************
Sore hari itu aku telah tiba dirumah, sekitar pukul 17.30 Wib. Melihat aku telah kembali istrikupun segera memasakkan air panas untuk mandi dan membuatkan segelas kopi. Ismiati memang istri yang baik, aku bangga memilihnya menjadi pendamping hidupku. "Mandilah dulu mas, air panasnya sudah siap!" kata istriku. Akupun segera bergegas masuk kamar mandi.
Usai mandi akupun duduk diruang keluarga, aku lihat telah tersedia segelas kopi dan beberapa gorengan pisang di meja. Lalu akupun duduk sambil melihat acara tv, tak lama kemudian istrikupun menyusul untuk duduk disampingku dan turut menonton acara tv bersamaku di ruang keluarga. Sambil menonton Ismiatipun bercerita tentang keadaan rumah dan anak-anaknya hari ini kepadaku. Lalu sejurus kemudian, aku juga menceritakan tentang pertemuanku tadi pagi dengan pak Ferry, "sayang, minggu depan mas akan berangkat ke Afganistan." Kataku, "serius kamu mas?, bukankah disana lagi perang?" Jawab Ismiati. "itu adalah tugas dari kantor, dan aku menerimanya." Kataku lagi. "ini adalah pengalaman pertamaku untuk meliput berita ke luar negri, dan ini adalah berita besar yang akan aku liput tentang perang disana, selama hidupku menjadi seorang Jurnalis aku belum pernah meliput berita hingga ke luar negri," Ungkapku kepada Ismiati. "Tapi disana berbahaya loh mas". Demikian kecemasan Ismiati.
Ya, aku tau, pasti istriku ini akan merasa cemas tentang tugasku, dan itu merupakan hal wajar yang dirasakan oleh seorang istri kepada suaminya, "benar, tapi mas harus Profesional sebagai seorang Jurnalis." Ungkapku lagi, "lalu akan berapa lama kamu disana?" Tanya istriku kembali, "aku belum tau, sebab tidak ada keterangan pasti dari pak Ferry." Jawabku. Mendengar perkataan ini, istriku tampak gusar. "Kenapa?". Tanyaku, "harus sampai kapan kami akan menunggumu mas? Apakah kamu akan kembali atau tidak?" Tanya istriku dalam kegusarannya, "percayalah, aku pasti akan segera kembali." Jawabku untuk meyakinkan istriku.
Allahu Akbar.... Allahu akbar....
Sekilas terdengar suara adzan maghrib, suasanapun menjadi hening sejenak, "mari kita sholat?" Ajakanku kepada istri dan anak gadis kecilku. Lalu kamipun menggelar sajadah untuk mendirikan sholat Maghrib bersama.
*********************************************
Rabu pagi, tepat dimana hari aku akan berangkat ke Afganistan. Hari ini aku dan istriku disibukkan mengurus segala perbekalanku, mulai dari peralatan kerja yang teridiri dari kamera hingga laptop serta pakaian sehari-hariku disana nanti. Tin...tin........ Suara kelakson mobil yang menjemputku untuk mengantarku ke bandara telah tiba, kemudian Rudi yang ditemani istri dan anaknya keluar dari rumah menuju mobil penjemput. Istri dan anaknya juga turut serta untuk mengantarkanku ke bandara Polonia Medan. Selama didalam perjalanan aku menggendong sibuah hatiku Ilham Jayadi. Dia adalah anak kedua ku yang mungkin akan selalu aku rindukan selain dari istri dan anak gadisku Salsabila. Karena Ilham masih berusia satu tahun delapan bulan, dimana aku belum merasa puas untuk bermain dan memanjakan anakku ini. Tanpa terasa kamipun telah tiba di depan gerbang bandara Polonia. Selanjutnya kamipun turun dari mobil dan langsung menuju lokasi pemeriksaan dokumen keimigrasian untuk dapat melakukan bordingpass. Sebelum menuju tangga pesawat aku mencium istri dan anakku, "muaachh..., aku akan merindukan kalian, jaga diri baik-baik ya." kataku, kulihat air mata istriku menetes, begitu juga dengan Salsabila anak gadis kecilku itu, aku segera memeluk mereka, "mas, jangan lupa kasih kabar," kata istriku, "aku akan selalu mengabari kalian, jangan khawatir, insha Allah aku akan kembali dengan selamat," ucapku. Perlahan aku menuju tangga pesawat Emirates Air yang akan membawaku ke negri timur tengah tersebut. Sesaat aku melihat anak dan istriku melambaikan tangannya, tanpa kuasa air mataku pun menetes, tak tega rasanya meninggalkan mereka, namun aku harus bertanggung jawab dengan pekerjaanku, kini pintu pesawat telah tertutup, dan kapten pilot telah berada di Runway untuk segera landing. Emirates Air kini telah berada diudara dengan meninggalkan tanah air serta anak dan istriku.
Kurang lebih dari delapan jam, akhirnya pesawatpun mendarat di Bandar Internasional Hamid Karzai di kota Kabul Afganistan. Setelah pintu pesawat terbuka aku segera turun dari pesawat lalu kemudian keluar dari bandara itu dengan dijemput oleh seseorang warga Indonesia yang bekerja di kantor Kedutaan Besar Indonesia di Afganistan. Namanya Deddy Sutrisno, dia sudah lama bekerja di Kedutaan tersebut, pak Ferry Pemimpin Redaksiku mengenal baik pemuda ini yang berusia Duapuluh Delapan tahun. Pak Ferry meminta bantuannya untuk membantuku dalam hal tempat tinggal serta pembuatan berita sebagai kabar jurnalistik yang akan aku liput. "anda pak Rudi Budiman?" tanya pemuda itu, "benar," jawabku, "saya Deddy Sutrisno, saya ditugaskan oleh pak Ferry Pemimpin Redaksi media Karya Warta," katanya kepadaku, "oh ya, baiklah kalau begitu," ucapku kepadanya, "saya akan menyiapkan segala keperluan bapak selama disini," jawabnya kembali. Kemudian akupun segera diantarkannya ke sebuah rumah milik seorang wanita paruh baya keturunan Afganistan, wanita itu bernama Raniah, rumahnya telah dikontrak oleh perusahaan ku sebagai tempat tinggalku selama di Afganistan, "silahkan tuan, ini rumahnya dan ini kamarnya." Kata wanita itu kepadaku dengan menggunakan bahasa arab. Aku memang menguasi sedikit bahasa arab. "Tuan, jika anda memerlukan sesuatu, panggil saja Fatimah." Kata bu Raniah kepadaku sambil memperkenalkan seorang wanita muda yang akan menjadi pelayan dirumah ini. "Saya Fatimah tuan, pelayan dirumah ini," kata gadis itu sambil tersenyum.
...----------------...
Malampun telah larut, dan akupun sangat letih, selesai mandi aku segera berbaring untuk beristirahat. Malam yang dingin mengantarkanku dihari-hari pertamaku di negri orang. Aku tetap berusaha menjadi seorang Jurnalis yang Profesional dan bertanggung jawab dengan pekerjaan. Disamping itu pula masih ada kewajiban besarku untuk bertanggung jawab kepada anak dan istriku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
Rinjani Putri
hallo kak Ranie mampir di karya mu ijin promo karyaku juga ya
2024-01-20
0
marrydiana
mampirrr, semangat berkarya thor🔥
2023-11-06
1
triana 13
mampir
2023-06-23
1