NovelToon NovelToon

"Love Story" BELLE FILLE

BAB - I. Ditugaskan ke Afganistan

Seorang Jurnalis dari media cetak harian "Karya Warta", bernama Rudi Budiman yang telah banyak menuliskan berita-berita yang cukup handal, dia bekerja di sebuah media harian "Karya Warta" terbitan Kota Medan di provinsi Sumatera Utara yang sudah hampir lima tahun.

Rudi Budiman yang kini berusia 47 tahun merantau dari kampung halamannya di Kota Salatiga Jawa Tengah bersama istri dan dua anaknya yang masih kecil. Istri Rudi Budiman sendiri adalah seorang ibu rumah tangga biasa saja, dia adalah wanita yang sangat sederhana dan baik.

Ismiati adalah istri dari Rudi Budiman yang kini berusia 42 tahun itu dengan setia mendampingi sang suami kemanapun pergi suaminya itu, dan dia juga telah dikaruniai seorang anak perempuan bernama Salsabila yang kini sudah berusia Delapan tahun, dan seorang anak laki-laki yang berusia satu tahun delapan bulan.

Pagi itu, langit masih gelap sekitar pukul 05.23 Wib, setelah usai sholat subuh, tiba-tiba suara dering ponsel Rudi berbunyi, tertera dilayar nama pemanggil Ferry Hariadi Pempinan Redaksi di tempat dia bekerja.

Rudi segera mengangkat telponnya. "Halo...." Ucapku kepada si penelpon. "Selamat pagi bung Rudi." Jawab seorang laki-laki dari ujung telponnya. "Selamat pagi juga pak." Balasku. "Begini...., biskah anda datang ke Kantor saya hari ini pukul 07.30 Wib nanti?" Tanya Pemimpin Redaksi tersebut. "Oh , baiklah pak, saya akan datang nanti."Jawabku, "ok, kalau begitu saya tunggu kamu nanti di kantor ya?!" Balas pak Ferry, "baik pak!" Jawabku sambil mengakhiri pembicaraan dan menutup telpon itu.

Ismiati yang saat itu terlihat sedang sibuk didapur untuk menyiapkan sarapan dan juga perlengkapan sekolah anaknya sebagai tugas harian seorang istri sekaligus juga ibu pada setiap pagi. "Mas, sarapannya udah siap!" Teriak Ismiati kepada Rudi. "Ya sebentar," jawab Rudi. Dengan perlahan Rudi menuju meja makan untuk bersantap sarapan pagi bersama Istri dan anak-anaknya.

Selesai sarapan, seperti biasanya Rudi bersiap mengantarkan anaknya ke Sekolah dengan Sepeda Motornya. "Salsa, ayo cepat nak hari udah siang, ntar telat lo," ucap Rudi memanggil anaknya, Salsabila keluar menghampiri ayahnya dengan menggunakan pakaian seragam sekolah sambil diantar ibunya, gadis kecil itu terlihat cantik dengan kulitnya yang putih, kemudian dia naik diatas motor ayahnya untuk berangkat ke sekolah, tak lupa Salsabila menyalami dan mencium tangan ibunya, "Salsa pigi ya ma," ucap gadis itu pada ibunya, "ia sayang, hati-hati ya?" kata ibunya menasehati. Tak lama kemudian Rudi segera memacu motornya, sambil melambaikan tangan gadis itu kepada ibunya saat ayahnya telah membawanya pergi.

Sesampai disekolah Salsabila turun dari motor lantas menyalami ayahnya dan mencium tangan ayahnya itu. "Da papa...." kata gadis itu kepada Rudi, "da sayang, sekolah yang pintar ya?" kata Rudi. Setelah mengantarkan anaknya ia segera pulang.

Sesampainya dirumah, seusai mengantarkan anaknya sekolah Rudi segera mempersiapkan alat-alat Jurnalistik miliknya. Istrinya turut serta membantu untuk mempersiapkan barang-barang pekerjaan milik Suaminya tersebut yang akan dibawa. Sebelum berangkat dia memberikan ciuman hangat di dahi istrinya dengan mesra di depan pintu rumahnya, Rudi memang selalu mencium dahi istrinya setiap pagi, dia selalu berharap istrinya dapat mendoakannya agar lebih giat lagi mencari rezeki serta mendapatkan keberkahan dari rezekinya itu. "Mas pergi ya sayang." Ucap Rudi kepada istrinya, "hati-hati ya mas." Jawab Istrinya. Sambil berlalu pergi dengan menggunakan sepeda motornya, dari kejauan terlihat istrinya melambaikan tangan kepadanya.

Pagi itu suasana Kota sudah cukup ramai, hilir mudik kendaraan berlalu lalang memecah hitamnya aspal jalanan kota, padahal waktu masih menunjukkan pukul 07.00 Wib. Memang beginilah suasana kota terbesar ketiga di Indonesia itu, sebagai pusat Pemerintahan dan sekaligus sebagai ibu kota dari Provinsi Sumatera Utara, memang selalu sibuk di jam-jam tertentu, demikianlah kepantasan bagi julukan kota Metropolitan ini. Lebih kurang dari Setangah jam akupun tiba dikantorku, aku segera memarkirkan kendaraanku dan kemudian masuk lalu naik ke lantai tiga untuk menuju ruangan Pemimpin Redaksi. Tok...tok...tok...! Ketukan pintu dariku untuk dapat diijinkan masuk oleh sipemilik ruangan. Sesaat kemudian terdengar suara laki-laki dari dalam ruangan itu. "Masuk.....!!" Jawaban suara dari dalam. Setelah perintah itu, kemudian akupun segera membuka pintu untuk masuk kedalam ruangan, saat didepan pintu itu akupun langsung menyapa Pimpinanku, "selamat pagi pak." Kataku. "Eh, Rudi, mari silahkan duduk." Jawab pak Ferry kepadaku. Aku segera masuk dan menarik kursi yang ada didepan mejanya serta langsung duduk menghadap.

"Ada apa bapak menyuruh saya untuk datang?" Tanyaku, dengan sedikt rasa penasran. "Begini Rud." Pak Ferry memulai pembicaraannya.

Pak Ferry Hariadi adalah seorang tokoh Jurnalis ternama di kota ini, beliau adalah wartawan senior yang telah sangat banyak pengalamannya. Bukan hanya di dalam negri, tapi juga diluar negri diapun pernah melakukan peliputan berita bertaraf Internasional. Pak Ferry sudah sangat lama menjadi Pemimpin Redaksi disini, dan saat ini usianya sudah 56 Tahun.

"Kamu mendengar tidak tentang perang di Afganistan yang saat ini sedang terjadi?" Tuturnya kepada ku, "ia pak, saya mengetahuinnya!" Jawabku, "saat ini media kitakan sangat minim sekali rubrik berita-berita tentang Mancanegara." Kembali pak Ferry berbicara, "peristiwa ini membuat saya bersemangat untuk membuat topik berita Mancanegara di halaman media kita." Katanya lagi, "saya ingin kamu membantu saya dalam meng-update setiap berita yang ada di Afganistan." Pinta pak Ferry, "apa yang bisa saya bantu pak?" Jawabku. Kemudian lama terdiam, dia hanya tersenyum padaku. "Begini, aku menugaskanmu langsung untuk pergi ke Afganistan." Sambungnya. Mendengar perintah itu aku sangat kaget, tapi aku coba tenang, "carilah informasi ter-update disana." Ucap pak Ferry. Aku hanya terdiam mendengar perintahnya. "Saya percaya denganmu Bung!" Kata pak Ferry. "Mengapa bapak memberikan tugas ini kepada saya?" Tanyaku, "dan mengapa bapak bisa percaya jika saya mampu?" Ucapku kembali untuk meyakinkannya, "padahal saya belum pernah sekalipun meliput berita dari luar negri, apalagi berita perang?" Tanyaku. Terlihat pak Ferry terdiam dan menarik nafas kemudian pak Ferry kembali bicara. "Intuisi ku mengatakan bahwa kamu mampu!" Katanya, "dan naluri jurnalistikku juga mengatakan hal yang sama." Kata pak Ferry. "untuk itu aku menugaskanmu agar menjadi kontributor disana." Perintah pak Ferry, "sebuah kehormatan terbesar bagi saya pak." Jawabku kemudian, "baiklah, saya menerima tugas ini dengan senang hati." Kataku sambil tersenyum, "ok, berangkatlah kamu minggu depan," kata pak Ferry. "Aku akan segera mempersiapkan segala keperluanmu untuk ini." Sambungnya kembali. Lalu sambil berdiri dan tersenyum, pak Ferry mengulurkan tangannya untuk menyalamiku, akupun segera menyambut uluran tangannya itu dan kemudian kamipun bersalaman "Terimakasih, dan selamat bertugas."Katanya. Akupun tersenyum dan sambil tetap menjabat tangannya, seraya memohon ijin untuk pergi kembali melanjutkan pekerjaaan ku hari ini.

***********************************

Sore hari itu aku telah tiba dirumah, sekitar pukul 17.30 Wib. Melihat aku telah kembali istrikupun segera memasakkan air panas untuk mandi dan membuatkan segelas kopi. Ismiati memang istri yang baik, aku bangga memilihnya menjadi pendamping hidupku. "Mandilah dulu mas, air panasnya sudah siap!" kata istriku. Akupun segera bergegas masuk kamar mandi.

Usai mandi akupun duduk diruang keluarga, aku lihat telah tersedia segelas kopi dan beberapa gorengan pisang di meja. Lalu akupun duduk sambil melihat acara tv, tak lama kemudian istrikupun menyusul untuk duduk disampingku dan turut menonton acara tv bersamaku di ruang keluarga. Sambil menonton Ismiatipun bercerita tentang keadaan rumah dan anak-anaknya hari ini kepadaku. Lalu sejurus kemudian, aku juga menceritakan tentang pertemuanku tadi pagi dengan pak Ferry, "sayang, minggu depan mas akan berangkat ke Afganistan." Kataku, "serius kamu mas?, bukankah disana lagi perang?" Jawab Ismiati. "itu adalah tugas dari kantor, dan aku menerimanya." Kataku lagi. "ini adalah pengalaman pertamaku untuk meliput berita ke luar negri, dan ini adalah berita besar yang akan aku liput tentang perang disana, selama hidupku menjadi seorang Jurnalis aku belum pernah meliput berita hingga ke luar negri," Ungkapku kepada Ismiati. "Tapi disana berbahaya loh mas". Demikian kecemasan Ismiati.

Ya, aku tau, pasti istriku ini akan merasa cemas tentang tugasku, dan itu merupakan hal wajar yang dirasakan oleh seorang istri kepada suaminya, "benar, tapi mas harus Profesional sebagai seorang Jurnalis." Ungkapku lagi, "lalu akan berapa lama kamu disana?" Tanya istriku kembali, "aku belum tau, sebab tidak ada keterangan pasti dari pak Ferry." Jawabku. Mendengar perkataan ini, istriku tampak gusar. "Kenapa?". Tanyaku, "harus sampai kapan kami akan menunggumu mas? Apakah kamu akan kembali atau tidak?" Tanya istriku dalam kegusarannya, "percayalah, aku pasti akan segera kembali." Jawabku untuk meyakinkan istriku.

Allahu Akbar.... Allahu akbar....

Sekilas terdengar suara adzan maghrib, suasanapun menjadi hening sejenak, "mari kita sholat?" Ajakanku kepada istri dan anak gadis kecilku. Lalu kamipun menggelar sajadah untuk mendirikan sholat Maghrib bersama.

*********************************************

Rabu pagi, tepat dimana hari aku akan berangkat ke Afganistan. Hari ini aku dan istriku disibukkan mengurus segala perbekalanku, mulai dari peralatan kerja yang teridiri dari kamera hingga laptop serta pakaian sehari-hariku disana nanti. Tin...tin........ Suara kelakson mobil yang menjemputku untuk mengantarku ke bandara telah tiba, kemudian Rudi yang ditemani istri dan anaknya keluar dari rumah menuju mobil penjemput. Istri dan anaknya juga turut serta untuk mengantarkanku ke bandara Polonia Medan. Selama didalam perjalanan aku menggendong sibuah hatiku Ilham Jayadi. Dia adalah anak kedua ku yang mungkin akan selalu aku rindukan selain dari istri dan anak gadisku Salsabila. Karena Ilham masih berusia satu tahun delapan bulan, dimana aku belum merasa puas untuk bermain dan memanjakan anakku ini. Tanpa terasa kamipun telah tiba di depan gerbang bandara Polonia. Selanjutnya kamipun turun dari mobil dan langsung menuju lokasi pemeriksaan dokumen keimigrasian untuk dapat melakukan bordingpass. Sebelum menuju tangga pesawat aku mencium istri dan anakku, "muaachh..., aku akan merindukan kalian, jaga diri baik-baik ya." kataku, kulihat air mata istriku menetes, begitu juga dengan Salsabila anak gadis kecilku itu, aku segera memeluk mereka, "mas, jangan lupa kasih kabar," kata istriku, "aku akan selalu mengabari kalian, jangan khawatir, insha Allah aku akan kembali dengan selamat," ucapku. Perlahan aku menuju tangga pesawat Emirates Air yang akan membawaku ke negri timur tengah tersebut. Sesaat aku melihat anak dan istriku melambaikan tangannya, tanpa kuasa air mataku pun menetes, tak tega rasanya meninggalkan mereka, namun aku harus bertanggung jawab dengan pekerjaanku, kini pintu pesawat telah tertutup, dan kapten pilot telah berada di Runway untuk segera landing. Emirates Air kini telah berada diudara dengan meninggalkan tanah air serta anak dan istriku.

Kurang lebih dari delapan jam, akhirnya pesawatpun mendarat di Bandar Internasional Hamid Karzai di kota Kabul Afganistan. Setelah pintu pesawat terbuka aku segera turun dari pesawat lalu kemudian keluar dari bandara itu dengan dijemput oleh seseorang warga Indonesia yang bekerja di kantor Kedutaan Besar Indonesia di Afganistan. Namanya Deddy Sutrisno, dia sudah lama bekerja di Kedutaan tersebut, pak Ferry Pemimpin Redaksiku mengenal baik pemuda ini yang berusia Duapuluh Delapan tahun. Pak Ferry meminta bantuannya untuk membantuku dalam hal tempat tinggal serta pembuatan berita sebagai kabar jurnalistik yang akan aku liput. "anda pak Rudi Budiman?" tanya pemuda itu, "benar," jawabku, "saya Deddy Sutrisno, saya ditugaskan oleh pak Ferry Pemimpin Redaksi media Karya Warta," katanya kepadaku, "oh ya, baiklah kalau begitu," ucapku kepadanya, "saya akan menyiapkan segala keperluan bapak selama disini," jawabnya kembali. Kemudian akupun segera diantarkannya ke sebuah rumah milik seorang wanita paruh baya keturunan Afganistan, wanita itu bernama Raniah, rumahnya telah dikontrak oleh perusahaan ku sebagai tempat tinggalku selama di Afganistan, "silahkan tuan, ini rumahnya dan ini kamarnya." Kata wanita itu kepadaku dengan menggunakan bahasa arab. Aku memang menguasi sedikit bahasa arab. "Tuan, jika anda memerlukan sesuatu, panggil saja Fatimah." Kata bu Raniah kepadaku sambil memperkenalkan seorang wanita muda yang akan menjadi pelayan dirumah ini. "Saya Fatimah tuan, pelayan dirumah ini," kata gadis itu sambil tersenyum.

...----------------...

Malampun telah larut, dan akupun sangat letih, selesai mandi aku segera berbaring untuk beristirahat. Malam yang dingin mengantarkanku dihari-hari pertamaku di negri orang. Aku tetap berusaha menjadi seorang Jurnalis yang Profesional dan bertanggung jawab dengan pekerjaan. Disamping itu pula masih ada kewajiban besarku untuk bertanggung jawab kepada anak dan istriku.

BAB - II. Tugas Jurnalistik

Pagi yang cerah aku baru saja bangun dari tidur, terasa sangat letih setelah berjam-jam melakukan penerbangan ke negara timur tengah ini. Dan Ini adalah sebuah pengalaman berharga bagiku sekaligus pertama kali pula aku jauh dari keluargaku. Kemudian akupun segera bangkit dari pembaringan lalu menuju kamar mandi untuk segera mandi dan membersihkan tubuhku. Waktu telah menunjukkan pukul 6.30, selesai mandi aku berganti pakaian lalu keluar dari kamar, "tuan Rudi, sarapan pagi telah siap!" Ucap Fatimah si pelayan yang berada dirumah ini. "Terima kasih!" Jawabku, sambil tersenyum kepadanya dan segera menuju ke ruang makan.

Selesai makan, akupun duduk diruang tamu sambil membuka laptop ku. Kemudian aku membuka e-mail untuk mengirimkan kabar ke pada redaksi dan isrtiku, taklupa pula akupun mengabarkan kepada mereka tentang keadaanku yang sudah tiba di kota Kabul dengan selamat. Saat pengiriman e-mail selesai aku duduk sejenak di sebuah sofa yang sangat empuk. Doaaaaaarrrr....Dor....dor....dor....Buaaaaaammm...!! Tiba-tiba saja terdengar suara ledakan yang dahsyat diiringi rentetan senjata. Seketika itu suasana terasa panik, dan aku kebingung tentang apa yang sedang terjadi saat ini! Kemudian Fatimah menghampiriku. "Tuan, diluar sana telah terjadi penembakan!" Katanya. "Tuan jangan keluar, situasi disana sangat berbahaya!" Kata gadis itu kembali, "oh tidak masalah, ini adalah tugas peliputanku sebagai seorang wartawan," kataku, "aku harap kamu tidak perlu khawatirkan aku," kataku kembali padanya. Oh baru aku tersadar bahwa gencatan senjata sedang berlangsung, aku segera mengambil kamera dan berlari keluar. Saat ini aku hanya ingin segera secepat mungkin mencari informasi berita untuk ku update ke kantorku, "inilah berita pertamaku," ucapku dalam hati. Huru hara warga yang panik membuat aku menjadi bingung. "Ah kemana aku harus pergi?" Fikirku. Kemudian akupun turut berlari bersama warga untuk mengungsi. Duaaaaaarrr..........!! Terlihat sebuah mortir menyambar ke area pertahanan musuh.

Tak khayal lagi ledakan dahsyatpun terjadi seketika. Duaaaaaarrr.......Duaaaaaarrrrrr..!Pecahan mortir itu berserakan menghantam apa saja yang ada, terlihat tubuh-tubuh manusia beterbangan ke udara, asap tebal membumbung tinggi. Treeeteeeetttt....treeeeteeettt....! Senjata-senjata api laras panjang berdenging mengeluarkan peluru-peluru yang berterbangan menghantam ruang-ruang yang ada, dan disaat itupula dinding-dinding pertahanan yang dianggap basis pengacau oleh Pemerintah terlihat penuh lubang-lubang peluru. Sebuah granat nenas terlontar dan seketika itu menghantam sebuah kendaraan lapis baja milik tentara Pemerintah. Duaaaaaaarrr...! Bummmm!! Dua ledakan terjadi dan terlihat pula sebuah mobil tank hancur berkeping-kepinh yang disertai api besar menyala dan merusak sebuah kendaraan lapais baja tersebut, serangan balasan dari kelompok pengacau itu tak kala hebatnya. ssssssiuuuuuupp......suara nuklir yang ditembakkan oleh Militer Afganistan terbang menyerang pertahanan musuh. Duaaaaaarrrrr.....!! Ledakan dahsyatpun seketika terjadi yang diiringi teriakan dari pasukan pengacau. Arena perang bak lautan api, asap hitam dimana-mana dan api-api besarpun membumbung ke angkasa. Sungguh suasana yang sangat menegangkan. Duaaaaaarrr.....! Sekali lagi hantaman mortir meluluh lantakkan pertahanan musuh. Dar...dar..dar...hmm..duaar..trerettt..treteett..! Suara-suara morter dan senjata terus terdengar dari kejauhan, perang ini berlangsung di tengah padang pasir sehingga aku kurang begitu jelas untuk menyaksikannya, namun suara-suara tembakan dan ledakan terdengar cukup jelas ditelingaku, bidikan kameraku sempat mengabadikan peristiwa itu. Hampir satu jam gencatan senjata itu berlangsung dan suasana mencekam terasa mengerihkan.

...----------------...

Usai keadaan tenang aku bersama warga keluar dari camp, saat itu terdengar raungan suara ambulan dan mobil-mobil brigade Polisi yang lalu lalang di tengah kota. Akupun mencoba mengambil gambar situasi terkini di kota ini seusai perang yang baru terjadi. Akupun mencari kesana kemari orang-orang yang dapat untuk aku wawancarai, akan tetapi tak seorangpun yang bersedia untuk aku tanyai. Kini situasi saat ini membuat aku penuh dengan kebingungan dan disinilah karya jurnalistikku diuji, seberapa mampu aku untuk mewawancarai orang-orang atau tokoh-tokoh penting yang ada.

Setelah keadaan tenang, aku mencoba terus berjalan sambil memantau situasi disekitar dengan sesekali aku mengambil gambar dan merekam peristiwa-peristiwa yang baru saja terjadi. Mataku mengarah kesuatu tempat, aku melihat ada seseorang yang berdiri diujung jalan membawa senjata laras panjang dipundaknya, dengan tenang dia mengatur warga yang ada disana. "Siapakah dia?" Tanyaku dalam hati. perlahan aku menghampri orang tersebut, "Hai, What you speak English?" Tanyaku kepadanya. "No!" jawabnya. Namun aku coba tetap bertanya kepadanya, sambil menunjukkan id card pers ku agar dia memahami kalau aku adalah seorang Wartawan. "oh, anda seorang Wartawan rupanya." Jawabnya dalam bahasa arab. Rupanya orang ini hanya faham bahasa arab saja. "benar." jawabku, "apakah aku bisa mendapatkan informasi dari mu?" Tanyaku kembali, dalam bahasa Arab.

Kemudian dia mengatakan bahwa dia adalah seorang polisi, "bolehkah aku tau darimana serangan ini terjadi?" Tanyaku, "dari wilayah utara Kabul." Jawabnya tegas. "Apa yang mereka serang?" Tanyaku kembali padanya sambil mendekatkan tape Recorderku kepadanya, "pusat kemiliteran." jawabnya kmbali, "lalu bagaimana keadaannya saat ini?" Tanyaku kembali, "sekarang gencatan senjata telah berahir dan kini Pemerintah masih menghitung berapa korban jiwa, korban luka-luka dan bangunan yang rubuh." jawabnya kembali, "nanti saja kamu tanya informasinya ke camp Pemerintahan, mungkin tidak lama lagi mereka akan melakukan Konfrensipers." Sambungnya. "Oh begitu, baiklah aku akan menunggu," "terima kasih". Ucapku kepadanya sambil berjalan meninggalkannya.

******************************************

Sekitar dua jam usai penyerangan akupun mendapat informasi bahwa Mentri Pertahanan akan segera melakukan Konfrensipers. Tanpa buang waktu akupun melaju menuju Kantor Mentri Pertahanan itu, dan Kantor itupun tidak jauh dari tempat tinggalku. Akhirnya Kementrian Pertahananpun mengumumkan segala peristiwa yang baru saja terjadi. Seluruh awak media kulihat berkumpul di Aula Kementrian, baik media luar maupun dalam negri.

"Penyerangan dilakukan oleh kelompok seberang, dengan meluncurkan nuklirnya ke camp tentara pertahanan, korban jiwa dari pihak tentara saat ini ada sembilan orang, lalu yang luka ada enam orang. Mereka menghancurkan dua kendaraan tempur milik tentara. Adapun korban dari pihak lawan ada enam belas orang dan korban luka tidak diketahui. Dari kalangan sipil tidak ada korban, namun ada empat orang dewasa yang luka dan saat ini sudah dirawat di rumah sakit". Demikian informasi dari Kementrian.

Akupun segera mencatat dan merekam segera isi pidato yang dibacakan oleh Mentri Pertahanan itu. Dengan cepat aku segera membuka laman untuk mengirim berita dan gambar melalui e-mail ke redaksi guna diterbitkan. Pak Ferry, selaku Pimimpin Redaksi membalas dengan segera surat elektronikku itu dan dia merasa senag sekali karena mendapatkan berita yang A1 dari lokasi kejadian. Ya, aku memang selalu mengirimkan segala peristiwa kepada Redaktur secara cepat.

Waktu kulihat sudah pukul 21.14, aku segera pulang ke tempat penginapanku dengan berjalan kaki. Begitu sampai di rumah aku segera mandi dan makan malam yang telah disediakan oleh Fatimah. Seusai makan malam, akupun menuju kamar tidur untuk beristirahat. Hari ini sungguh hari yang membuatku terasa cemas, ternyata perang yang selama ini kusaksikan di tv kini aku bisa melihatnya secara langsung. Seram!, haru!, darah berserakan dimana-mana, sungguh sebuah pemandangan yang ekstrim aku lihat. Namun segala letih terasa hilang saat aku berhasil mengirimkan berita ke media ku, semua terbayar sudah dengan tulisan tangan dan kamera mata ku yang langsung menerima memory dari segala peristiwa ini. Tak terasa, akhirnya matakupun terpejam.

...****************...

Keesokan harinya aku masih tetap duduk di sofa ruang tamu sambil membuka laptop aku terus memantu perkembangan di sekitarku. Hari ini rupanya mediaku di Indonesia telah menerbitkan berita yang kutulis tentang perang yang terjadi semalam, surat kabarku ini mengabari tentang peristiwa yang terjadi di Afganistan sebagai tajuk utama. Akupun sesaat merasa bangga karena hasil kerja dan tulisanku dapat dimuat, dilihat dan dibaca oleh banyak orang melalui kantor beritaku. Memang beginilah kebahagian seorang jurnalis media, kebanggaanya adalah pada saat tulisannya dibaca oleh seluruh Masyarakat meski mereka tidak pernah tau bagaimana sulitnya mendapatkan informasi berita yang dilakukan oleh Wartawan. Suatu kerja yang berharga dan pengalaman yang patut aku simpan serta aku abadikan dalam diriku yang kelak akan aku ceritakan kepada anak dan cucuku. Tidak terasa matakupun terpejam. Hampir dua jam aku tidur, tiba-taba aku dibangunkan oleh Fatimah. "Tuan, maaf, ada tamu diluar ingin bertemu dengan tuan." Ucapnya. "Baik, surulah dia masuk". Pungkasku. Sesaat kemudian masuklah seorang pria yang kemarin menjemputku di Bandara, ia benar, dia adalah Deddy, "hai mas Rudi." Sapanya. "hai, apa kabarmu?" Tanyaku kepadanya, "aku baik saja." Jawabnya. "Oh ya, semalam telah terjadi gencatan senjata, bagaimana denganmu saat peristiwa itu terjadi." Katanya kepadaku. "ya, aku baik-baik saja." Jawabku kembali. "Perang semalam rupanya membawa kesan kepadaku, bahwa aku baru saja menjadi seorang penulis yang tepat," Kataku lagi. "hari ini, bangsa Indonesia sedang membaca kabar terupdate dariku, segala tulisanku jadi terkenal." Kataku kembali. Pengalaman yang sungguh luar biasa, "oh baguslah." Aku turut senang jawab pria itu kepadaku. "oh, ya, aku kemari selain menanyakan kabarmu, aku juga membawa undangan makan malam esok hari di Kantor Kedutaan Besar Indonesia." Ucapnya, "seluruh warga Indonesia nanti ada disana," Sambungnya. "Baiklah, aku akan datang esok malam," jawabku, "kalau begitu aku permisi dulu," jawabnya. "terimakasih sudah datang dan mengundang saya." Kata ku. Diapun akhirnya pergi dan berlalu meninggalkanku.

BAB - III Perang masih berlanjut

Aku memenuhi undangan dari Deddy kemarin untuk datang ke Kantor Kedutaan Indonesia yang ada di Kota Kabul Afganistan. Suasana pesta tampak meriah sekali, memang hari ini Kedutaan Indonesia mengundang seluruh Warga Negara Indonesia yang bekerja di Afganistan untuk hadir, selain dari pada jamuan makan, juga ada pertunjukan live musik, "hai pak Rudi," sapa Deddy kepadaku, "hai, gimana kabar anda," tanyaku, "ya, aku baik dan sangat baik," jawab pemuda itu, hari itu aku diperkenalkannya dengan beberapa orang penting di Kedutaan Besar tersebut, "kenalkan mas Rud, ini pak Hendra, beliau adalah kepala staf disini," kata Deddy sambil memperkenalkan orang itu kepadaku, akupun menjabat tangan orang tersebut, "Aku Rudi," kataku, "oh senang berjumpa dengan anda," katanya, "oh ya, dimana anda tinggal?" tanyanya kepadaku, "aku mengontrak rumah warga didekat kedutaan ini," jawabku, tak berselang lama ada seorang Perwira tentara asing berpangkat Mayor mendekati kami. "Halo tuan Hendra," sapa Mayor itu dengan bahasa inggris, "hei Mayor Leonard, apa kabar," kata tuan Hendra kepada Mayor itu, Deddy mengambilkanku segelas air dingin, "ini mas Rudi, minumlah dulu," katanya padaku, "oh ya, perkenalkan, ini Mayor Leonard, kata tuan Hendra, "saya Rudi," kataku sambil menjabat tangan Mayor itu, "saya Leonard!, Mayor Leonard!," jawabnya, "apakah tuan bekerja di kedutaan ini?" tanya Mayor Leonard, "oh tidak," jawabku. "Terus, apakah tuan seorang tenaga kerja," tanya Mayor itu lagi, "bukan juga," jawabku, aku sedikit jengah dengan pertanyaan-prtanyaannya yang dia lontarkan kepadaku, karena dia seakan-akan sedang mengintrogasiku.

"Lalu sebagai apa?" tanya dia penasaran, "Turis," jawabku, "oh, tuan seorang turis rupanya," katanya lagi. Kemudian Deddy muncul dan berkata kepada Mayor itu, "Dia bukan Turis," jawab Deddy sambil tersenyum, "lalu apa?" tanya Mayor itu kembali, "Koresponden!, dia seorang Koresponden," kata Deddy kembali, aku hanya mendengarkan saja percakapan mereka, "oh rupanya saya sedang berbicara oleh orang yang sangat berbisa," ucap Mayor itu, aku sudah mulai sedikit jengkel dengan ucapan Mayor itu. "anda seorang Mayor dari negara mana?" tanyaku, "aku dari Amerika," katanya. "tetapi malam ini kita tidak berbicara tentang yang macam-macam bukan?" tanyaku kembali, Mayor itu hanya tersenyum, "oh pasti tidak! Tuan," katanya, "kalau begitu saya permisi dulu," kataku, "saya hendak mengambil makan," ucapku kembali sambil berlalu, "silahkan! Silahkan," dasar....kalau dia bukan seorang perwira akan aku sumbat mulutnya.

Selanjutnya kami mendengarkan pidato dari Bapak Kedubes yang memberikan informasi bahwa saat ini perang di Afganistan masih terus berlanjut. Kedubes tersebut menghimbau agar seluruh warga Indonesia yang ada di Afganistan untuk tetap selalu menghubungi Kedutaan apabila sesuatu terjadi pada saat perang, karena dalam hal ini Pemerintah Indonesia melalui kedutaan besar wajib melindungi seluruh Warganya dan menjaga keselamatan Bangsa Indonesia diamanapun dia berada, baik yang bekerja atau menempuh pendidikan dan dalam hal ini terkhusus yang ada di Afganistan. Akupun mengikuti acara tersebut hinggaa selesai.

......................

Setelah dari mengikuti acara tersebut, aku langsung pulang dan akan segera membuat berita tentang acara yang ada di Kedubes tadi sebagai informasi tentang Warga Negara Indonesia yang berada di Afganistan saat ini. Akupun pamit untuk pulang, Deddy kemudian menawarkan diri untuk mengantar, "mas Rudi saya antar pulang ya," kata Deddy, "oh, boleh," kataku, kemudian Deddy mengambil mobilnya lalu melaju menuju ke rumahku. Di dalam perjalanan mobil menyusuri sepinya jalan malam, memang waktu disini masih menunjukan pukul 20.30 akan tetapi seluruh warga sudah berada di rumah mereka masing-masing sejak perang berlangsung, Pemerintah Afganistan sendiri telah menerapkan jam malam bagi warganya, karena penduduk sipil harus tetap terjaga keselamatannya. Namun tiba-tiba terdengar suara tembakan, Dor...dor....dor....!! Terdengar kembali suara rentetan senja api, seketika itu pula suara sirine berbunyi tanda bahaya. Benar, perang kembali terjadi dimalam ini, aku dan Deddy segera memarkirkan mobil untuk mencari perlindungan. "Ayo kita cari tempat aman," kata Deddy.

Dor...dor...dor....duaaaaaaar....!!! Kali ini sepertinya pertempuran lebih dahsyat dari kemarin, terlihat langit menjadi berwarna-warni bak pesta kembang api di malam tahun baru.

"Mas Rudi, cari tempat aman!" teriakan Deddy, "ia, disini sudah terasa aman," kataku. Dor....dor...dor....go..go...Jedddarrr.......! Sejata api tersebut saling mengeluarkan peluru dari senapannya. Sssssttttt......duaaaaarrrrr....! Sebuah geranat lontar pun menghantam wilayah pertahanan tentara. Kemudian asap tebalnya mengudara kelangit. Sebauah tank lapis baja berjalan ketengah medan pertempuran, tank itupun menembaki pelurur-pelurunya kearah musuh. Suara tembakan dari mobil lapis baja tersebut bagaikan gemuruh langit tanpa awan mendung, dia berjalan tidak mengenal tempat, menghancurkan segala sesuatu yang dilaluinya.

Derrr...derrrr...dorrr.....jeddaaaaarrr...! beberapa pertahanan musuh hancur porak poranda ditembaki mobil tank tersebut, yang bergerak bagaikan monster yang siap melahap apapun juga, saat itu aku masih sempat membidikkan kameraku ke arah pertempuran itu.

Suara desingan peluru terus terdengar, hingga tanpa kami sadari ada sebuah rudal yang mengarah tepat mengenai sebuah bangunan warga sipil yang ada didepan kami, tak khayal lagi bangunan itupun roboh seketika seiring terdengar suara teriakan dan tangisan dari dalam bangunan itu, aku segera mengabadika peristiwa itu kedalam kameraku.

Keadaan kini semangkin panik, begitu juga aku, dimana debu-debu dari reruntuhan itu telah menyelimuti pandangan sehingga aku tidak dapat melihat lagi keberadaan Deddy. "Ded...deddy....dimana kamu...." Teriak ku mencari keberadaan Deddy, namun aku tak mendengar suara darinya.

Duaaaaarrr.....duaarrrrrrr...treeettetteetet.......ssssssaattt....duaaarrr.. Suara-suara senjata terus berdengung yang sesekali ledakan terjadi akibat nuklir-nuklir itu menghantam pertahanan lawan, bumi juga berguncang tatkala nuklir itu mendarat ke bumi dengan meledakkan tanah Afganistan.

Aku semangkin kalut namun ditengah keadaan seperti itu aku terus mencari keberadaan temanku itu. "Deddy....dimana kau?" kataku kembali memanggil namanya.

Sudah satu jam lebih perang itu terjadi, tak lama kemudian suara dentuman senjata yang bagaikan pasar malam itupun hilang perlahan dan menjauh, aku memastikan bahwa gencatan senjata telah berakhir. Saat itu aku berusaha keluar dari tempat berlindung kemudian aku terus berusaha mencari temanku itu. "Dedd...deddy...dimana kau.....!!" Teriak ku. Tak ada suara yang kudengar, ditengah puing-puing reruntuhan itu aku berjalan menelusuri satu demi satu material runtuhan bangunan sambil sesekali aku mencari keberadaan Deddy. Kini sudah hampir satu jam aku belum juga menemukannya, kali ini warga dan polisi setempat dibantu para relawan palang merah berdatangan guna membantu evakuasi bangunan yang rubuh itu. Ada tiga bangunan yang terkena rudal nyasar dari tentara. Saat itu aku segera meminta bantuan dari polisi dan para relawan untuk mencari deddy. Pencarianpun terus berlangsung hingga beberapa warga yang telah ditemukan baik yang luka maupun yang tewas telah ditandu untuk menuju rumah sakit.

...----------------...

Hingga sampai menjelang pagi, aku belum juga menemukan Deddy, kini aku sudah sangat letih dan aku mencoba untuk beristirahat sejenak sambil menghubungi pihak Kedutaan. Tidak berselang berapa lama rombongan Kedutaan bersama tim Evakuasi telah tiba di lokasi yang oleh para Relawan dan tim yang menyusuri puing-puing bangunan yang roboh itu untuk mencari keberadaan Deddy.

Pada pagi hari, tepat pukul 08.36 akhirnya Deddy ditemukan oleh tim dicelah-celah reruntuhan bangunan. Benar...! Dia selamat, hanya saja kakinya terjepit dari runtuhan bangunan itu, kini tim berusaha mengeluarkannya dari puing-puing bangunan. Tubuh Deddy saat ini telah berhasil dievakuasi dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit. Sebagai sahabat, aku terus mendampinginya hingga Kerumah Sakit. Kemudia sesampainya di rumah sakit itu, Deddy langsung masuk ke ruang ICU dan akupun menunggunya diluar sambil menuliskan segala rentetan peristiwa yang terjadi, masih tersimpan dengan jelas di kepalaku guna bahan berita yang akan aku kirim kekantor. Dua jam sudah aku dan tim dari kedutaan menunggu hasil pengobatan dari tim medis kepada Deddy, tak lama kemudian terlihatlah dokter yang menanganinya keluar dari ruang pemeriksaan. Kamipun segera menghampiri dokter tersebut untuk mengetahui kondisi dari Deddy saat ini, lantas dokter tersebut mengatakan bahwa kaki kirinya terpaksa diamputasi sebab mengalami patah tulang yang tak dapat di selamatkan.

"Kini kondisi Deddy dalam keadaan baik, hanya saja dia perlu istirahat usai menjalankan oprasi amputasi". Kata Dokter tersebut. Hingga siang hari aku berada di rumah sakit itu dan banyak warga serta orang-orang penting yang berdatangan di Rumah Sakit itu berhasil aku wawancarai, dari sudut ruangan Rumah Sakit aku duduk untuk menuliskan berita dan mengirimnya kembali ke Redaksi guna perkembangan terupdate.

Hingga sore harinya aku mencoba menju ruangan Deddy yang sedang dirawat guna menjenguknya, akan tetapi sayang pihak Rumah Sakit tidak memperkenankan ku untuk masuk dan bertemu dengannya. Akupun akhirnya pulang menuju Rumahku di sore hari itu. Setelah sampai dirumah ada Fatimah yang menyambutku. "tuan, apakah tuan tidak apa-apa?" Tanyanya kepadaku. "Alhamdulillah, aku tidak apa-apa". Jawabku. "Aku mendengar bahwa tuan terkena reruntuhan dari serangan yang terjadi malam tadi". Kembali ucapnya kepadaku. "Ya, aku tidak apa-apa, tetapi temanku yang menjemputku semalam dia menjadi korban, dia tertimpa reruntuhan bangunan hingga kakinya harus diamputasi". Jawabku lagi. "bagaimana kondisi teman tuan itu saat ini?" Tanyanya kembali. "dia selamat, dan kini dalam perawatan medis". Kataku. "Aku mau mandi dulu dan segera beristirahat". Kataku kembali. "oh baiklah tuan, jika memerlukan sesuatu panggil saja aku". Jawabnya sambil berlalu peegi. Akupun segera melangkah kekamar untuk beristirahat, namun sebelum aku istirahat aku mandi dan membersihkan tubuhku dahulu, lalu aku segera menuju pembaringan.

••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••

Perang yang terjadi di Afganistan memang sangat dahsyat, terkadang aku ada rasa was-was bilamana aku melihat peluru-peluru itu berlomba-lomba menuju sasarannya masing-masing. Entah berapa banyak sudah kerugian yang dialami oleh negara ini. Entah berapa nyawa pula yang menjadi korban dalam perang ini. Aku tidak bisa membayangkan bilamana hal ini terjadi di negriku, perang yang sangat menyedihkan, harta, jiwa dan raga bukan lagi menjadi sesuatu yang mahal, semua gampang hilang sekejap dan tak banyak juga tubuh yang terkubur ditelan bumi.

Oh, sedih sekali rasanya melihat kondisi seperti ini, banyak anak-anak usia balita menangis ditepi jalan mungkin kedua orang tuanya telah tewas menjadi korban. Tak sedikit pula anak-anak yang telah bergelimpangan menjadi saksi atas peristiwa perang ini, apapun ceritanya perang hanya membawa kedukaan dan kesengsaraan, perang bukan solusi untuk menentukan sebuah kemenangan, jika aku merujuk semua ini ternyata sebuah kedamaian itu jauh lebih indah. Kedamaian yang sangat mahal harganya bagi mereka yang mengalami peperangan seperti ini. Akupun tidak pernah akan tau kapan perang ini usai, sebab baru beberapa hari saja aku bertugas disini sudah dua kali terjadi pertempuran, namun dari semua ini bukan hanya pengalaman yang ku dapat tetapi juga pelajaran hidup yang berharga aku temui disini. Sepanjang malam banyak orang disini yang sulit untuk memejamkan matanya mereka selalu waspada bilamana pertempuran terjadi. Sebab pertempuran bisa saja terjadi tidak mengenal waktu dan tempat, semua mereka lakukan hanya untuk menggempur pihak lawan dan musuhnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!