Aku memenuhi undangan dari Deddy kemarin untuk datang ke Kantor Kedutaan Indonesia yang ada di Kota Kabul Afganistan. Suasana pesta tampak meriah sekali, memang hari ini Kedutaan Indonesia mengundang seluruh Warga Negara Indonesia yang bekerja di Afganistan untuk hadir, selain dari pada jamuan makan, juga ada pertunjukan live musik, "hai pak Rudi," sapa Deddy kepadaku, "hai, gimana kabar anda," tanyaku, "ya, aku baik dan sangat baik," jawab pemuda itu, hari itu aku diperkenalkannya dengan beberapa orang penting di Kedutaan Besar tersebut, "kenalkan mas Rud, ini pak Hendra, beliau adalah kepala staf disini," kata Deddy sambil memperkenalkan orang itu kepadaku, akupun menjabat tangan orang tersebut, "Aku Rudi," kataku, "oh senang berjumpa dengan anda," katanya, "oh ya, dimana anda tinggal?" tanyanya kepadaku, "aku mengontrak rumah warga didekat kedutaan ini," jawabku, tak berselang lama ada seorang Perwira tentara asing berpangkat Mayor mendekati kami. "Halo tuan Hendra," sapa Mayor itu dengan bahasa inggris, "hei Mayor Leonard, apa kabar," kata tuan Hendra kepada Mayor itu, Deddy mengambilkanku segelas air dingin, "ini mas Rudi, minumlah dulu," katanya padaku, "oh ya, perkenalkan, ini Mayor Leonard, kata tuan Hendra, "saya Rudi," kataku sambil menjabat tangan Mayor itu, "saya Leonard!, Mayor Leonard!," jawabnya, "apakah tuan bekerja di kedutaan ini?" tanya Mayor Leonard, "oh tidak," jawabku. "Terus, apakah tuan seorang tenaga kerja," tanya Mayor itu lagi, "bukan juga," jawabku, aku sedikit jengah dengan pertanyaan-prtanyaannya yang dia lontarkan kepadaku, karena dia seakan-akan sedang mengintrogasiku.
"Lalu sebagai apa?" tanya dia penasaran, "Turis," jawabku, "oh, tuan seorang turis rupanya," katanya lagi. Kemudian Deddy muncul dan berkata kepada Mayor itu, "Dia bukan Turis," jawab Deddy sambil tersenyum, "lalu apa?" tanya Mayor itu kembali, "Koresponden!, dia seorang Koresponden," kata Deddy kembali, aku hanya mendengarkan saja percakapan mereka, "oh rupanya saya sedang berbicara oleh orang yang sangat berbisa," ucap Mayor itu, aku sudah mulai sedikit jengkel dengan ucapan Mayor itu. "anda seorang Mayor dari negara mana?" tanyaku, "aku dari Amerika," katanya. "tetapi malam ini kita tidak berbicara tentang yang macam-macam bukan?" tanyaku kembali, Mayor itu hanya tersenyum, "oh pasti tidak! Tuan," katanya, "kalau begitu saya permisi dulu," kataku, "saya hendak mengambil makan," ucapku kembali sambil berlalu, "silahkan! Silahkan," dasar....kalau dia bukan seorang perwira akan aku sumbat mulutnya.
Selanjutnya kami mendengarkan pidato dari Bapak Kedubes yang memberikan informasi bahwa saat ini perang di Afganistan masih terus berlanjut. Kedubes tersebut menghimbau agar seluruh warga Indonesia yang ada di Afganistan untuk tetap selalu menghubungi Kedutaan apabila sesuatu terjadi pada saat perang, karena dalam hal ini Pemerintah Indonesia melalui kedutaan besar wajib melindungi seluruh Warganya dan menjaga keselamatan Bangsa Indonesia diamanapun dia berada, baik yang bekerja atau menempuh pendidikan dan dalam hal ini terkhusus yang ada di Afganistan. Akupun mengikuti acara tersebut hinggaa selesai.
......................
Setelah dari mengikuti acara tersebut, aku langsung pulang dan akan segera membuat berita tentang acara yang ada di Kedubes tadi sebagai informasi tentang Warga Negara Indonesia yang berada di Afganistan saat ini. Akupun pamit untuk pulang, Deddy kemudian menawarkan diri untuk mengantar, "mas Rudi saya antar pulang ya," kata Deddy, "oh, boleh," kataku, kemudian Deddy mengambil mobilnya lalu melaju menuju ke rumahku. Di dalam perjalanan mobil menyusuri sepinya jalan malam, memang waktu disini masih menunjukan pukul 20.30 akan tetapi seluruh warga sudah berada di rumah mereka masing-masing sejak perang berlangsung, Pemerintah Afganistan sendiri telah menerapkan jam malam bagi warganya, karena penduduk sipil harus tetap terjaga keselamatannya. Namun tiba-tiba terdengar suara tembakan, Dor...dor....dor....!! Terdengar kembali suara rentetan senja api, seketika itu pula suara sirine berbunyi tanda bahaya. Benar, perang kembali terjadi dimalam ini, aku dan Deddy segera memarkirkan mobil untuk mencari perlindungan. "Ayo kita cari tempat aman," kata Deddy.
Dor...dor...dor....duaaaaaaar....!!! Kali ini sepertinya pertempuran lebih dahsyat dari kemarin, terlihat langit menjadi berwarna-warni bak pesta kembang api di malam tahun baru.
"Mas Rudi, cari tempat aman!" teriakan Deddy, "ia, disini sudah terasa aman," kataku. Dor....dor...dor....go..go...Jedddarrr.......! Sejata api tersebut saling mengeluarkan peluru dari senapannya. Sssssttttt......duaaaaarrrrr....! Sebuah geranat lontar pun menghantam wilayah pertahanan tentara. Kemudian asap tebalnya mengudara kelangit. Sebauah tank lapis baja berjalan ketengah medan pertempuran, tank itupun menembaki pelurur-pelurunya kearah musuh. Suara tembakan dari mobil lapis baja tersebut bagaikan gemuruh langit tanpa awan mendung, dia berjalan tidak mengenal tempat, menghancurkan segala sesuatu yang dilaluinya.
Derrr...derrrr...dorrr.....jeddaaaaarrr...! beberapa pertahanan musuh hancur porak poranda ditembaki mobil tank tersebut, yang bergerak bagaikan monster yang siap melahap apapun juga, saat itu aku masih sempat membidikkan kameraku ke arah pertempuran itu.
Suara desingan peluru terus terdengar, hingga tanpa kami sadari ada sebuah rudal yang mengarah tepat mengenai sebuah bangunan warga sipil yang ada didepan kami, tak khayal lagi bangunan itupun roboh seketika seiring terdengar suara teriakan dan tangisan dari dalam bangunan itu, aku segera mengabadika peristiwa itu kedalam kameraku.
Keadaan kini semangkin panik, begitu juga aku, dimana debu-debu dari reruntuhan itu telah menyelimuti pandangan sehingga aku tidak dapat melihat lagi keberadaan Deddy. "Ded...deddy....dimana kamu...." Teriak ku mencari keberadaan Deddy, namun aku tak mendengar suara darinya.
Duaaaaarrr.....duaarrrrrrr...treeettetteetet.......ssssssaattt....duaaarrr.. Suara-suara senjata terus berdengung yang sesekali ledakan terjadi akibat nuklir-nuklir itu menghantam pertahanan lawan, bumi juga berguncang tatkala nuklir itu mendarat ke bumi dengan meledakkan tanah Afganistan.
Aku semangkin kalut namun ditengah keadaan seperti itu aku terus mencari keberadaan temanku itu. "Deddy....dimana kau?" kataku kembali memanggil namanya.
Sudah satu jam lebih perang itu terjadi, tak lama kemudian suara dentuman senjata yang bagaikan pasar malam itupun hilang perlahan dan menjauh, aku memastikan bahwa gencatan senjata telah berakhir. Saat itu aku berusaha keluar dari tempat berlindung kemudian aku terus berusaha mencari temanku itu. "Dedd...deddy...dimana kau.....!!" Teriak ku. Tak ada suara yang kudengar, ditengah puing-puing reruntuhan itu aku berjalan menelusuri satu demi satu material runtuhan bangunan sambil sesekali aku mencari keberadaan Deddy. Kini sudah hampir satu jam aku belum juga menemukannya, kali ini warga dan polisi setempat dibantu para relawan palang merah berdatangan guna membantu evakuasi bangunan yang rubuh itu. Ada tiga bangunan yang terkena rudal nyasar dari tentara. Saat itu aku segera meminta bantuan dari polisi dan para relawan untuk mencari deddy. Pencarianpun terus berlangsung hingga beberapa warga yang telah ditemukan baik yang luka maupun yang tewas telah ditandu untuk menuju rumah sakit.
...----------------...
Hingga sampai menjelang pagi, aku belum juga menemukan Deddy, kini aku sudah sangat letih dan aku mencoba untuk beristirahat sejenak sambil menghubungi pihak Kedutaan. Tidak berselang berapa lama rombongan Kedutaan bersama tim Evakuasi telah tiba di lokasi yang oleh para Relawan dan tim yang menyusuri puing-puing bangunan yang roboh itu untuk mencari keberadaan Deddy.
Pada pagi hari, tepat pukul 08.36 akhirnya Deddy ditemukan oleh tim dicelah-celah reruntuhan bangunan. Benar...! Dia selamat, hanya saja kakinya terjepit dari runtuhan bangunan itu, kini tim berusaha mengeluarkannya dari puing-puing bangunan. Tubuh Deddy saat ini telah berhasil dievakuasi dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit. Sebagai sahabat, aku terus mendampinginya hingga Kerumah Sakit. Kemudia sesampainya di rumah sakit itu, Deddy langsung masuk ke ruang ICU dan akupun menunggunya diluar sambil menuliskan segala rentetan peristiwa yang terjadi, masih tersimpan dengan jelas di kepalaku guna bahan berita yang akan aku kirim kekantor. Dua jam sudah aku dan tim dari kedutaan menunggu hasil pengobatan dari tim medis kepada Deddy, tak lama kemudian terlihatlah dokter yang menanganinya keluar dari ruang pemeriksaan. Kamipun segera menghampiri dokter tersebut untuk mengetahui kondisi dari Deddy saat ini, lantas dokter tersebut mengatakan bahwa kaki kirinya terpaksa diamputasi sebab mengalami patah tulang yang tak dapat di selamatkan.
"Kini kondisi Deddy dalam keadaan baik, hanya saja dia perlu istirahat usai menjalankan oprasi amputasi". Kata Dokter tersebut. Hingga siang hari aku berada di rumah sakit itu dan banyak warga serta orang-orang penting yang berdatangan di Rumah Sakit itu berhasil aku wawancarai, dari sudut ruangan Rumah Sakit aku duduk untuk menuliskan berita dan mengirimnya kembali ke Redaksi guna perkembangan terupdate.
Hingga sore harinya aku mencoba menju ruangan Deddy yang sedang dirawat guna menjenguknya, akan tetapi sayang pihak Rumah Sakit tidak memperkenankan ku untuk masuk dan bertemu dengannya. Akupun akhirnya pulang menuju Rumahku di sore hari itu. Setelah sampai dirumah ada Fatimah yang menyambutku. "tuan, apakah tuan tidak apa-apa?" Tanyanya kepadaku. "Alhamdulillah, aku tidak apa-apa". Jawabku. "Aku mendengar bahwa tuan terkena reruntuhan dari serangan yang terjadi malam tadi". Kembali ucapnya kepadaku. "Ya, aku tidak apa-apa, tetapi temanku yang menjemputku semalam dia menjadi korban, dia tertimpa reruntuhan bangunan hingga kakinya harus diamputasi". Jawabku lagi. "bagaimana kondisi teman tuan itu saat ini?" Tanyanya kembali. "dia selamat, dan kini dalam perawatan medis". Kataku. "Aku mau mandi dulu dan segera beristirahat". Kataku kembali. "oh baiklah tuan, jika memerlukan sesuatu panggil saja aku". Jawabnya sambil berlalu peegi. Akupun segera melangkah kekamar untuk beristirahat, namun sebelum aku istirahat aku mandi dan membersihkan tubuhku dahulu, lalu aku segera menuju pembaringan.
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Perang yang terjadi di Afganistan memang sangat dahsyat, terkadang aku ada rasa was-was bilamana aku melihat peluru-peluru itu berlomba-lomba menuju sasarannya masing-masing. Entah berapa banyak sudah kerugian yang dialami oleh negara ini. Entah berapa nyawa pula yang menjadi korban dalam perang ini. Aku tidak bisa membayangkan bilamana hal ini terjadi di negriku, perang yang sangat menyedihkan, harta, jiwa dan raga bukan lagi menjadi sesuatu yang mahal, semua gampang hilang sekejap dan tak banyak juga tubuh yang terkubur ditelan bumi.
Oh, sedih sekali rasanya melihat kondisi seperti ini, banyak anak-anak usia balita menangis ditepi jalan mungkin kedua orang tuanya telah tewas menjadi korban. Tak sedikit pula anak-anak yang telah bergelimpangan menjadi saksi atas peristiwa perang ini, apapun ceritanya perang hanya membawa kedukaan dan kesengsaraan, perang bukan solusi untuk menentukan sebuah kemenangan, jika aku merujuk semua ini ternyata sebuah kedamaian itu jauh lebih indah. Kedamaian yang sangat mahal harganya bagi mereka yang mengalami peperangan seperti ini. Akupun tidak pernah akan tau kapan perang ini usai, sebab baru beberapa hari saja aku bertugas disini sudah dua kali terjadi pertempuran, namun dari semua ini bukan hanya pengalaman yang ku dapat tetapi juga pelajaran hidup yang berharga aku temui disini. Sepanjang malam banyak orang disini yang sulit untuk memejamkan matanya mereka selalu waspada bilamana pertempuran terjadi. Sebab pertempuran bisa saja terjadi tidak mengenal waktu dan tempat, semua mereka lakukan hanya untuk menggempur pihak lawan dan musuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 74 Episodes
Comments
triana 13
mampir lagi
2023-06-24
1
վմղíα | HV💕
semangat Thor
2023-06-01
1