SALAHKAH AKU SELINGKUH?

SALAHKAH AKU SELINGKUH?

Bab.1. Perkataan ke-99

Ini kalau nggak salah hitung, ini adalah perkataanmu yang ke-99 kamu ingin meminta cerai. Aku sampai kurang kerjaan melingkari tiap angka dikalender, hanya karena ingin tahu jumlah ucapanmu itu," ujar Aditia sembari menunjuk-nunjuk sebuah kalender yang tergantung disebuah paku yang tertancap di dinding.

"Memang pada kenyataanya kamu itu kurang kerjaan mas. Selain menjadikan istrimu sebagai tulang punggung, kamu juga menjadikan istrimu sebagai mesin pencentak anak," ucap Arinda sembari membenahi lengan daster dan tali penyangga dada yang terlanjur robek dan putus akibat aksi saling tarik menarik dengan Aditia.

"Itu memang sudah kodratmu sebagai seorang wanita. Jangan kira cuma kamu yang bisa ngancam, aku juga bisa ngancam kamu," ucap Aditia tidak kalah sengit.

"Mau sampeyan iku opo sih mas? kerja nggak mau tapi kamu juga ndak mau disalahkan. Kamu bisa menyadari kodratku sebagai perempuan, tapi kamu sendiri nggak sadar kodrat kamu sebagai laki-laki itu apa?" Arinda mulai tersulut emosi.

"Kamu cuma bisa bikin anak doang mas. Mas itu malas cari kerja. Kerjamu cuma judi online. Nggak dikasih duit, malah ngajuin pinjaman online. Kamu sadar nggak sih mas? kita ini makan aja susah, kamu malah berani ngutang cuma buat hasrat judi kamu itu," ucap Arinda dengan berapi-api.

"Sekarang Mas mau ngancam aku apa mas? udahlah kalau kamu masih gila begini, jangan pernah berpikir buat nambah momongan. Kamu pikir anakmu cuma mau dikasih nasi putih dengan air putih doang? pengen anak banyak tapi nggak mau kerja. Itulah kalau otak sudah keblinger dengan judi online. Otakmu itu cuma dipenuhi oleh urusan perut dengan ************ aja." Arinda menjawab ucapan Aditia dengan nafas yang naik turun.

Entah mengapa hampir satu tahun belakangan ini, Arinda mulai berani menyuarakan isi hatinya. Selama ini dia hanya diam, itu karena dia merasa kasihan dengan kedua buah hatinya yang usianya hanya berjarak satu tahun saja. Aditia melarangnya menggunakan kontrasepsi, padahal Arinda melahirkan dengan cara bedah cesar.

"Kamu sudah tahu aku sedang keblinger, maka aku bisa melakukan hal yang lebih gila dari itu. Kalau kamu berani minta cerai denganku, aku bunuh kamu. Aku bunuh seluruh keluargamu. Atau aku pisahkan kamu dari anak-anak," ujar Aditia tanpa perasaan.

"Dikasih enak kok nolak. Jadi janda kok bangga," gerutu Aditia sembari keluar dari pintu kamar.

Brakkkkk

Adit menutup pintu dengan lumayan keras, hingga Arinda terjengkit kaget. Dan setiap ujung dari percekcokkan itu, Arinda selalu mengakhirinya dengan tangisan. Arinda melihat jam yang menempel di dinding kamarnya. Diapun bergegas membersihkan diri, karena hari ini dia kebagian shif sore.

Arinda bekerja disebuah pabrik sepatu. Dengan mengandalkan gaji UMR dan sedikit seseran lembur. Arinda harus menghidupi kedua anaknya, ibunya, dan juga suaminya. Entah dia harus bersedih atau senang, saat setahun yang lalu bapaknya meninggal dunia. Dan itu bisa mengurangi beban dipundaknya yang harus menanggung makan dan obat bapaknya yang sakit-sakitan.

Tapi tetap saja beban itu terasa berat. Kini putri sulungnya sudah mengerti jajan. Setiap ada yang jualan keliling, dia selalu menyuruhnya singgah. Beruntung mereka tidak menyewa rumah. Meskipun sederhana, rumah itu memang milik orang tuanya. Sudah hampir 3 tahun menikah, mereka tidak mengumpulkan harta secuilpun. Gaji yang dia terima tiap bulannya hanya cukup buat makan dan jajan anaknya.

Kadang Arinda menyesali kenapa dia harus menikah muda di usianya yang baru menginjak 19 tahun. Waktu itu Aditia memang bukan seorang pengangguran. Dia bekerja di salah satu bank yang cukup terkenal. Namun sampai detik ini Arinda tidak tahu alasan Aditia berhenti dari pekerjaannya. Adit juga tidak mau bekerja, dan menjadikan Arinda sebagai mesin pencetak uang dan mesin pencetak anak.

"Kamu shif sore ndok?" tanya Fatimah yang tengah menggendong sang cucu yang baru berusia 6 bulan.

"Iya buk'e. Mana si kutu kupret?" tanya Arinda yang langsung dipelototi oleh Fatimah.

"Kamu kalau ribut sama bojomu mbok jangan keras-keras suaranya. Rayana sampai takut," ucap Fatimah.

"Kalau nggak keras bukan ribut namanya buk'e." Jawab Arinda sembari mengikatkan tali sepatunya.

"Mana dia?" tanya Arinda yang dijawab Fatimah dengan moncongan bibir.

Arinda menoleh kearah luar pintu. Dari celah dinding setengah permanen, Arinda bisa melihat tubuh suaminya yang tidak mengenakan baju sedang asyik bermain ponsel sembari menghisap sebatang rokok.

"Heran yang begitu masa aktif umurnya lama sekali. Kalau dia minta makan jangan dikasih buk'e. Tumiskan saja itu puntung rokoknya, biar dia tahu harga beras sedang mahal," ujar Arinda dengan bibir bersunggut.

"Sudah berhenti ngomelnya, nanti kamu telat kerja. Berhenti menyesali perkawinanmu, lah wong itu pilihanmu sendiri," ucap Fatimah.

Arinda terdiam. Perkataan Fatimah memanglah benar. Padahal waktu di sekolah SMA, dia tergolong salah satu siswi tercantik. Hanya karena bertemu Adit yang seorang pegawai Bank, dirinya merasa Adit orang yang tampan dan keren.

"Arin berangkat kerja dulu buk'e," ucap Arinda sembari meraih tangan Fatimah untuk dia cium.

"Hati-Hati dijalan. Jangan ngebut, jangan banyak pikiran," ujar Fatimah yang kemudian dianggukki oleh Arinda.

Arinda kemudian melangkah keluar pintu dan berlalu dari hadapan Adit begitu saja.

"Mau jadi istri durhaka kamu?" tanya Adit yang membuat langkah Arinda terhenti.

"Mencium tangan suami sebelum keluar rumah, nggak membuat tangan dan bibirmu potel. Beruntung kamu aku ridhoi keluar rumah, jadi kamu nggak celaka dijalanan," sambung Aditia.

Arinda mengepalkan tangannya. Ada rasa sesak dan bergemuruh di dadanya, tiap kali mendengar ucapan Adit yang sok bijak. Namun pada kenyataannya dialah orang yang paling tidak bertanggung jawab dengan keluarga.

Arinda menghela nafas panjang. Pria yang berbeda usia 6 tahun itu memang selalu menguji kesabarannya. Kalau bukan kasihan dengan putra putrinya, mungkin dia tidak akan berpikir dua kali untuk melayangkan gugatan perceraian.

Arinda kemudian berbalik badan, dan memasang senyum palsu dibibirnya.

"Arin berangkat kerja dulu mas," ujar Arinda sembari meraih tangan Adit untuk dia cium.

"Bagi duit rokok dong," ucap Adit.

Arinda membuka sleting tasnya, dan meraih selembar uang 5 ribu yang kemudian dia sodorkan didepan wajah pria itu.

"5 ribu? kamu ngeledek suamimu ya?" tanya Aditia.

"Cukup buat beli 3 batang. Kalau nggak mau aku masukin tas lagi. Aku sudah malas berdebat sama kamu mas. Mbok jadi orang tahu diri dikit." Jawab Arinda.

Adit menyambar uang 5 ribu itu dan memasukkannya kedalam saku celana. Sementara Arinda mulai memasukkan kunci motor ke lubang kunci motor dan mengengkol motor yang hampir tak layak pakai itu.

"Jangan sombong kamu. Nanti kalau aku sudah jadi anggota DPR, pabrik rokokpun aku beli," ucap Adit yang masih bisa di dengar oleh Arinda disela bisingnya knalpot motor.

"Anggota DPR nggak ada yang romantis kayak kamu mas," Arinda menyahuti ucapan Adit.

"Apa hubungannya dengan romantis?" tanya Adit yang masih belum mengerti dengan kata sindiran dari Arinda.

"ROKOK, MAKAN, GRATISSSSS...." teriak Arinda sembari menancap gas motornya. Sementara Adit hanya bisa menahan marah, mendengar perkataan istrinya itu.

"Ah...kapan aku bisa ganti motor yang bisa ngebut sedikit," gumam Arinda yang saat ini sedang melewati jalanan yang lumayan sepi.

Bukan tanpa alasan dirinya menginginkan hal itu. Itu karena jalan menuju pabrik ada sebuah tikungan yang lumayan sepi, dan sering terjadi rawan kejahatan. Itulah sebabnya tiap kali dia melewati jalan itu, Arinda menarik gasnya dengan full sehingga menimbulkan kepulan asap yang menghitam dari knalpot motornya.

Terpopuler

Comments

Nm@

Nm@

Hadir, Kak

2023-07-05

0

Diana Susanti

Diana Susanti

lanjut kak

2022-11-08

2

Nazwaputri Salmani

Nazwaputri Salmani

Aku hadir kak

2022-10-16

0

lihat semua
Episodes
1 Bab.1. Perkataan ke-99
2 Bab.2 Tiga Serangkai
3 Bab.3. Calon Janda
4 Bab.4. Magadir
5 Bab.5. Raungan Arinda
6 Bab.6. Minta Ganti Rugi
7 Bab.7. Bodoh Akut
8 Bab.8. Refleks
9 Bab.9. Introgasi
10 Bab.10. Jangan Cari Masalah
11 Bab.11. Pengakuan Lastri
12 Bab.12. Kucing Garong
13 Bab.13. Mulai Perhatian
14 Bab.14. Siapa Yang Melakukannya
15 Bab. 15. Jangan Gila
16 Bab.16. Jangan Seperti Ini
17 Bab.17. Kepikiran
18 Bab.18. Menjenguk
19 Bab.19. Terakhir
20 Bab.20. Dicokot Anjing
21 Bab.21. Cerai Saja
22 Bab.22. Pasti Nyesel
23 Bab.23. Kangen
24 Bab.24. Penuh Selidik
25 Bab.25. Sudah Kuduga
26 Bab.26. Nekad
27 Bab.27. Karena Aku Mencintaimu
28 Bab.28. Saling Jujur
29 Bab.29. Aku Pasti Merindukanmu
30 Bab.30. Kesepakatan
31 Bab.31. Gusar
32 Bab.32. Motor Baru
33 Bab.33. Bukti
34 Bab.34. Gaji Pertama
35 Bab.35. Berpisah Sementara
36 Bab.36. Rindu
37 Bab.37. Rindu Setengah Mati
38 Bab.38. Gaji Kedua
39 Bab.39. Dian Panik
40 Bab 40. Menyembunyikan Kebenaran
41 Bab.41. Beres
42 Bab.42. Tak Pernah Puas
43 Bab.43. Gugup
44 Bab.44. Dilema
45 Bab.45. Kesal
46 Bab.46. Rasain
47 Bab.47. Gigolo
48 Bab.48. Tidak Pulang
49 Bab.49. Arinda Syok
50 Bab.50. Murka
51 Bab.51. Bantuan Dante
52 Bab. Arinda Mengamuk
53 Bab.53. Gugatan Cerai
54 Bab.54. Wong Gendeng
55 Bab.55. Duka Arinda
56 Bab.56. Positif
57 Bab.57. Apa Rencanamu
58 Bab.58. Patah Hati
59 Bab.59. Jangan Kecewakan Aku
60 Bab.60. Terlunta-Lunta
61 Bab.61. Tidak Merestui
62 Bab.62. Dihina
63 Bab.63. Maaf
64 Bab.64. Belok
65 Bab.65. Resmi Bercerai
66 Bab.66. Gempar
67 Bab.67. Sebagai Saksi
68 Bab.68. SAH
69 Bab.69. MP
70 Bab.70. Cemburu
71 Bab.71. Ragu
72 Bab.72. Bahagia
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab.1. Perkataan ke-99
2
Bab.2 Tiga Serangkai
3
Bab.3. Calon Janda
4
Bab.4. Magadir
5
Bab.5. Raungan Arinda
6
Bab.6. Minta Ganti Rugi
7
Bab.7. Bodoh Akut
8
Bab.8. Refleks
9
Bab.9. Introgasi
10
Bab.10. Jangan Cari Masalah
11
Bab.11. Pengakuan Lastri
12
Bab.12. Kucing Garong
13
Bab.13. Mulai Perhatian
14
Bab.14. Siapa Yang Melakukannya
15
Bab. 15. Jangan Gila
16
Bab.16. Jangan Seperti Ini
17
Bab.17. Kepikiran
18
Bab.18. Menjenguk
19
Bab.19. Terakhir
20
Bab.20. Dicokot Anjing
21
Bab.21. Cerai Saja
22
Bab.22. Pasti Nyesel
23
Bab.23. Kangen
24
Bab.24. Penuh Selidik
25
Bab.25. Sudah Kuduga
26
Bab.26. Nekad
27
Bab.27. Karena Aku Mencintaimu
28
Bab.28. Saling Jujur
29
Bab.29. Aku Pasti Merindukanmu
30
Bab.30. Kesepakatan
31
Bab.31. Gusar
32
Bab.32. Motor Baru
33
Bab.33. Bukti
34
Bab.34. Gaji Pertama
35
Bab.35. Berpisah Sementara
36
Bab.36. Rindu
37
Bab.37. Rindu Setengah Mati
38
Bab.38. Gaji Kedua
39
Bab.39. Dian Panik
40
Bab 40. Menyembunyikan Kebenaran
41
Bab.41. Beres
42
Bab.42. Tak Pernah Puas
43
Bab.43. Gugup
44
Bab.44. Dilema
45
Bab.45. Kesal
46
Bab.46. Rasain
47
Bab.47. Gigolo
48
Bab.48. Tidak Pulang
49
Bab.49. Arinda Syok
50
Bab.50. Murka
51
Bab.51. Bantuan Dante
52
Bab. Arinda Mengamuk
53
Bab.53. Gugatan Cerai
54
Bab.54. Wong Gendeng
55
Bab.55. Duka Arinda
56
Bab.56. Positif
57
Bab.57. Apa Rencanamu
58
Bab.58. Patah Hati
59
Bab.59. Jangan Kecewakan Aku
60
Bab.60. Terlunta-Lunta
61
Bab.61. Tidak Merestui
62
Bab.62. Dihina
63
Bab.63. Maaf
64
Bab.64. Belok
65
Bab.65. Resmi Bercerai
66
Bab.66. Gempar
67
Bab.67. Sebagai Saksi
68
Bab.68. SAH
69
Bab.69. MP
70
Bab.70. Cemburu
71
Bab.71. Ragu
72
Bab.72. Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!