Bab.3. Calon Janda

"Pakai ikat pinggang." Jawab Dian lirih.

"Lah kenapa toh mbak masalahnya? maaf kepo maksimal aku," tanya Arinda.

"Ya apalagi Rin. Orang gila mabok, pasti yang dicari minuman haram itu. Yang buat mbak kesal dia minta uangnya sama mbak. Mbak nggak perduli kalau dia mabok, tapi cari uang sendiri buat beli barangnya." Jawab Dian.

"Jadi?" tanya Mia.

"Aku pecahkan saja bekas botol minuman ke lantai. Aku pikir aksiku itu cukup keren, tapi ternyata perutku hampir berlubang karena dia ingin menusukku dengan pecahan botol itu." Jawab Dian.

"Jadi nggak jadi nusuk pakai itu?" tanya Arinda sembari menggigit kembali pisang gorengnya yang sudah berangsur dingin.

"Hampir." Jawab Dian sembari kembali menyesap kopinya.

"Terus?" tanya Mia.

"Kalau nggak aku ancam, mungkin saat itu aku sudah innalillahi." Jawab Dian.

"Aku ancam saja dia buat cerai. Aku juga mengancam dia nggak bakal kasih uang lagi. Aku pikir nggak ampuh ancamanku itu, ternyata dia langsung melepaskan pecahan botolnya. Aku pikir dia nggak minta lagi uangnya, dan pergi. Tapi dasar orang gila, dia masih maksa minta duit untuk beli minunan itu."

"Tentu saja aku pertahankan uangku. Apesnya dia langsung melepaskan ikat pinggangnya dan menghajarku habis-habisan. Dan naasnya lagi, uangku tetap digarap sama dia," sambung Dian.

"Jadi kayaknya cuma mbak Mia yang paling santai hidupnya. Lo*te jaman sekarang nggak gitu banyak ngabisin duit. Satus ewu aja ada buat sekali ge*jot," ujar Arinda.

"Itukan menurut pikiranmu. Satus ewu juga kalau yang di genjot 10 dalam sebulan, ya habis juga uang mbakmu ini." Jawab Mia.

"Opo mas Ridwan nggak merasa jijik ya? kan itu lobang sering dimasukin banyak batang?" tanya Arinda.

"Namanya juga kadung nafsu Rin." Jawab Mia.

"Padahal nama suami sampeyan apik loh mbak. Ridwan, penjaga pintu Surga. Tapi kelakuane nggragas," ucap Arinda sembari terkekeh.

"Yo bener penjaga pintu surga. Surgane para lobang kesepian," timpal Mia.

"Itu luka sampeyan sudah diobati pakai apa mbak?" tanya Arinda pada Dian.

"Belum tak obati apa-apa. Paling pulang besok tak belikan anti biotik sama pereda rasa nyeri saja di apotik." Jawab Dian.

"Kuat sekali sampeyan mbak. Kalau aku dapat luka separah itu, sudah pasti demam selama seminggu," ujar Arinda.

"Ya mau gimana lagi Rin. Mungkin juga kulit mbak sudah tebal bin kebal. Sudah terlalu sering dia ngelakuin ini sama mbak." Jawab Dian.

"Yang mbak pusing sekarang, dimana nyimpan duit yang aman. Disegala tempat sudah mbak coba, termasuk dalam gulungan cel*na dalam. Tapi mbak heran masih bisa ketemu. Apa karena dia punya hidung seperti kerbau? hingga dia bisa mencium bau uang," sambung Dian.

"Hidung suamiku kecil. Tapi bisa tahu juga aku nyimpan duit dimana," timpal Arinda.

"Ho'oh sama. Hidung suamiku juga kecil. Cuma anunya yang besar, makanya dia percaya diri buat ge*jot banyak lobang," ucap Mia.

"Anjrit. 3 tahun berteman, baru kali ini kamu kebuka soal besar kecil perburungan," ujar Dian sembari terkekeh.

"Apapun itu. Kita jangan pernah menyerah jadi calon janda dimasa depan," ucap Arinda.

"Ho'oh. Terus terang baru kali ini aku ngebet banget pengen jadi janda. Serasa bangga banget kalau cita-cita jadi janda kesampaian," timpal Mia.

"Mungkin karena kita sudah kebanyakkan makan hati selama bertahun-tahun. Sekarang sudah mulai bosan, jadi tinggal muntahnya saja," ujar Dian.

Teng

Suara besi tebal yang dipukul, menggema ditengah malam. Tidak hanya sebagai tanda menunjukkan pukul 1 malam, itu juga pertanda waktu istirahat sudah selesai. Arinda, Dian dan Mia bergegas menyesap kopi mereka hingga tetes terakhir. Masih ditambah dengan segelas air putih, untuk membilas kerongkongan mereka setelah meminum air yang mengandung cafein itu.

"Sial.Sepertinya kata-katamu manjur Rin," ucap Dian saat mereka berjalan menuju pabrik.

"Kenapa mbak?" tanya Arinda.

"Badanku mulai rasa nggak enak. Kayaknya aku beneran mau deman ini." Jawab Dian.

"Kalau mbak nggak sanggup, lebih baik izin pulang saja mbak ," ucap Arinda.

"Ho'oh Di. Daripada kamu pingsan disini," timpak Mia.

"Edun. Lebih baik aku tahankan. Izin pulang dijam segini, bukannya istirahat. Ntar aku di gondol wewe gombel. Mana malam jum'at lagi," ujar Dian.

"Yang ada wewe gombel yang takut sama kamu Di. Wajahmu lebih seram dari dia. Mending kamu izin pulang saja," ucap Mia sembari terkekeh.

"Nggaklah! Eman-Eman. Takut dipotong gaji. Lumayan buat jajan anakku," ujar Dian yang memutuskan tetap bekerja meski suhu tubuhnya sedikit demi sedikit merambat naik.

Untuk jam-jam selanjutnya mereka kembali bekerja seperti biasa. Meski sudah menghabiskan satu gelas kopi, namun tetap saja rasa kantuk itu terkadang suka menyerang. Mungkin satu gelas kopi tidak lagi ngefek pada tubuh mereka, karena mereka meminum kopi sejak awal mereka bekerja disana. Tidak hanya berfungsi membuat mata tetap terjaga, kopi juga bisa membuat tubuh mereka hangat karena terpaan angin malam.

Dan pekerjaan itu terhenti ketika waktu sudah menunjukkan pukul 5 pagi. Namun setelah mesin pabrik terhenti, bukan berarti mereka bebas melenggang pulang. Mereka juga harus tetap bersih-bersih, agar saat karyawan yang mendapat shif pagi tetap nyaman dan bersih saat memasuki ruangan.

Mesin itu juga harus istirahat beberapa jam. Dan baru beroperasi kembali ketika waktu sudah menunjukkan pukul 8 pagi.

"Wajah sampeyan pucat sekali mbak Di. Sebaiknya nanti mampir ke puskesmas saja. Jangan lupa minta surat sakit. Sampeyan jangan mikir gaji yang kena potong. Nyawa sampeyan lebih penting dari uang," ucap Arinda yang merasa cemas saat melihat Dian yang berwajah pucat.

"Ho'oh Di. Kalau kamu mati, keenakan suamimu. Paling nangisin kamu cuma seminggu, setelah itu dia sudah mulai cari istri baru. Ingat loh, cita-cita kita jadi janda belum kesampaian," timpal Mia.

"Sekarang yang jadi masalahnya gimana caranya aku sampai ke puskesmas. Kepalaku sakit sekali ini," ucap Dian yang mulai merasakan badannya meriang dengan kepala sedikit pusing.

"Ya sudah kamu aku antar saja Di. Toh rumah kita satu arah juga kan?" ujar Mia.

"Lalu motorku bagaimana?" tanya Dian.

"Maaf ya Rin. Motormu kan lebih butut dari kita. Jadi aku rasa nggak masalah kalau ditinggal di parkiran pabrik. Kamu ntar malam shif malam lagi kan? jadi sebaiknya motor Dian kamu saja yang bawa," ucap Mia.

"Aku malah khawatir kalau motor mbak Dian sampai kubawa pulang mbak. Takutnya malah di gadai sama mas Adit, buat modal judi. Masih aman titip diparkiran sini, ntar pas shif malam aku bawakan gembok yang besar buat motor mbak Dian." Jawab Arinda.

"Ya sudahlah kalau memang lebih aman disini, lebih baik motornya tinggal disini saja. Bisa gawat kalau motornya sampai hilang atau digadai. Ini nyawaku buat bekerja. Nggak ada motor, maka tamat pula riwayatku," ujar Dian.

"Yo wes sing ati-ati sampeyan boncengin mbak Dian. Ingat! jangan lupa minta surat sakitnya," ucap Arinda.

"Kami duluan ya Rin?" ujar Mia setelah Dian sudah naik keatas motornya.

Arin kemudian memutar kunci motornya searah jarum jam, dan mulai mengengkol kembali motor bututnya itu.

Terpopuler

Comments

Nm@

Nm@

Kasihan sekali mereka

2023-07-25

0

Srix Diani

Srix Diani

ini kok kayak kisah hidupku thor😁😁

2023-06-07

0

Alivaaaa

Alivaaaa

punya suami kaya gitu, mending dikarungin buang kelaut, biar dimakan hiu 🤭😂😂

2022-10-10

0

lihat semua
Episodes
1 Bab.1. Perkataan ke-99
2 Bab.2 Tiga Serangkai
3 Bab.3. Calon Janda
4 Bab.4. Magadir
5 Bab.5. Raungan Arinda
6 Bab.6. Minta Ganti Rugi
7 Bab.7. Bodoh Akut
8 Bab.8. Refleks
9 Bab.9. Introgasi
10 Bab.10. Jangan Cari Masalah
11 Bab.11. Pengakuan Lastri
12 Bab.12. Kucing Garong
13 Bab.13. Mulai Perhatian
14 Bab.14. Siapa Yang Melakukannya
15 Bab. 15. Jangan Gila
16 Bab.16. Jangan Seperti Ini
17 Bab.17. Kepikiran
18 Bab.18. Menjenguk
19 Bab.19. Terakhir
20 Bab.20. Dicokot Anjing
21 Bab.21. Cerai Saja
22 Bab.22. Pasti Nyesel
23 Bab.23. Kangen
24 Bab.24. Penuh Selidik
25 Bab.25. Sudah Kuduga
26 Bab.26. Nekad
27 Bab.27. Karena Aku Mencintaimu
28 Bab.28. Saling Jujur
29 Bab.29. Aku Pasti Merindukanmu
30 Bab.30. Kesepakatan
31 Bab.31. Gusar
32 Bab.32. Motor Baru
33 Bab.33. Bukti
34 Bab.34. Gaji Pertama
35 Bab.35. Berpisah Sementara
36 Bab.36. Rindu
37 Bab.37. Rindu Setengah Mati
38 Bab.38. Gaji Kedua
39 Bab.39. Dian Panik
40 Bab 40. Menyembunyikan Kebenaran
41 Bab.41. Beres
42 Bab.42. Tak Pernah Puas
43 Bab.43. Gugup
44 Bab.44. Dilema
45 Bab.45. Kesal
46 Bab.46. Rasain
47 Bab.47. Gigolo
48 Bab.48. Tidak Pulang
49 Bab.49. Arinda Syok
50 Bab.50. Murka
51 Bab.51. Bantuan Dante
52 Bab. Arinda Mengamuk
53 Bab.53. Gugatan Cerai
54 Bab.54. Wong Gendeng
55 Bab.55. Duka Arinda
56 Bab.56. Positif
57 Bab.57. Apa Rencanamu
58 Bab.58. Patah Hati
59 Bab.59. Jangan Kecewakan Aku
60 Bab.60. Terlunta-Lunta
61 Bab.61. Tidak Merestui
62 Bab.62. Dihina
63 Bab.63. Maaf
64 Bab.64. Belok
65 Bab.65. Resmi Bercerai
66 Bab.66. Gempar
67 Bab.67. Sebagai Saksi
68 Bab.68. SAH
69 Bab.69. MP
70 Bab.70. Cemburu
71 Bab.71. Ragu
72 Bab.72. Bahagia
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab.1. Perkataan ke-99
2
Bab.2 Tiga Serangkai
3
Bab.3. Calon Janda
4
Bab.4. Magadir
5
Bab.5. Raungan Arinda
6
Bab.6. Minta Ganti Rugi
7
Bab.7. Bodoh Akut
8
Bab.8. Refleks
9
Bab.9. Introgasi
10
Bab.10. Jangan Cari Masalah
11
Bab.11. Pengakuan Lastri
12
Bab.12. Kucing Garong
13
Bab.13. Mulai Perhatian
14
Bab.14. Siapa Yang Melakukannya
15
Bab. 15. Jangan Gila
16
Bab.16. Jangan Seperti Ini
17
Bab.17. Kepikiran
18
Bab.18. Menjenguk
19
Bab.19. Terakhir
20
Bab.20. Dicokot Anjing
21
Bab.21. Cerai Saja
22
Bab.22. Pasti Nyesel
23
Bab.23. Kangen
24
Bab.24. Penuh Selidik
25
Bab.25. Sudah Kuduga
26
Bab.26. Nekad
27
Bab.27. Karena Aku Mencintaimu
28
Bab.28. Saling Jujur
29
Bab.29. Aku Pasti Merindukanmu
30
Bab.30. Kesepakatan
31
Bab.31. Gusar
32
Bab.32. Motor Baru
33
Bab.33. Bukti
34
Bab.34. Gaji Pertama
35
Bab.35. Berpisah Sementara
36
Bab.36. Rindu
37
Bab.37. Rindu Setengah Mati
38
Bab.38. Gaji Kedua
39
Bab.39. Dian Panik
40
Bab 40. Menyembunyikan Kebenaran
41
Bab.41. Beres
42
Bab.42. Tak Pernah Puas
43
Bab.43. Gugup
44
Bab.44. Dilema
45
Bab.45. Kesal
46
Bab.46. Rasain
47
Bab.47. Gigolo
48
Bab.48. Tidak Pulang
49
Bab.49. Arinda Syok
50
Bab.50. Murka
51
Bab.51. Bantuan Dante
52
Bab. Arinda Mengamuk
53
Bab.53. Gugatan Cerai
54
Bab.54. Wong Gendeng
55
Bab.55. Duka Arinda
56
Bab.56. Positif
57
Bab.57. Apa Rencanamu
58
Bab.58. Patah Hati
59
Bab.59. Jangan Kecewakan Aku
60
Bab.60. Terlunta-Lunta
61
Bab.61. Tidak Merestui
62
Bab.62. Dihina
63
Bab.63. Maaf
64
Bab.64. Belok
65
Bab.65. Resmi Bercerai
66
Bab.66. Gempar
67
Bab.67. Sebagai Saksi
68
Bab.68. SAH
69
Bab.69. MP
70
Bab.70. Cemburu
71
Bab.71. Ragu
72
Bab.72. Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!