Bab.2 Tiga Serangkai

Arinda memutar kunci motor berlawanan dengan arah jarum jam. Hingga mesin motornya yang ngeradak tak lagi berbuat bising diparkiran. Tidak berapa lama kemudian kedua teman Arinda juga baru tiba di pabrik.

"Kalian Shif sore juga?" tanya Arinda.

"Ya. Baguskan? sudah 2 hari kita beda shif. Kali ini kita punya kesempatan buat curhat." Jawab Mia.

"Ho'oh. Bisa curhat sampai bosan," timpal Dian.

"Ckk...apalagi yang mau diceritakan. La wong yang diceritakan seputar suami-suami kita yang gila. Itu kenapa lagi? habis kena tabok lagi?" tanya Arinda sembari menunjuk kearah sudut bibir Dian yang terluka.

"Emang siapa lagi yang tega berbuat begini selain dia. Boleh nggak sih minta sama pak presiden agar undang-udang pembunuhan berencana dihapuskan aja?" tanya Dian.

"Kenapa?" tanya Mia.

"Aku mau berencana membunuh suamiku. Tahu nggak sih diperlakukan seperti ini tuh nggak hanya sakit fisik, tapi mentalku lama-lama juga sakit." Jawab Dian.

"Sabar Di. Banyak berdo'a saja, semoga suamimu cepat insyaf," ucap Mia yang dibarengi dengan kekehan.

"Kamu ngomong gitu kayak suamimu waras saja," ujar Arinda.

"Kalau aku mah selalu sumpah serapah aja dalam hati. Moga aja dia kena penyakit kelamin, terus mati." Jawab Mia.

"Gila. Suamimu kena gituan, otomatis kamu juga bisa kena," ucap Dian.

"Sekarang aku jarang gituan sama dia. Lagian buat apa? dia juga gila main perempuan diluar sana. Kalau dia mau gituan sama aku, aku pasangin dulu burungnya sama sarung pisang kulit," ujar Mia.

"Emang dia mau?" tanya Arinda.

"Harus mau. Atau tidak sama sekali. Lagian dia juga nggak bisa berkutik. Dia jajan di luar juga aku yang bayarin. Sudah nasib kita punya suami parasit." Jawab Mia.

"Sssttt....," Dian meringis kesakitan, dan sedikit melonggarkan bajunya yang ada dibelakang tubuh bagian belakangnya.

"Kamu kenapa Mbak Di?" tanya Arinda yang dijawab gelengan kepala oleh Dian.

"Coba aku lihat," ujar Mia yang kemudian menarik baju Dian hingga memar dibelakang tubuhnya terpampang nyata.

Arinda dan Mia menutup mulut mereka dengan tangan, saat melihat bilur dibelakang tubuh sahabatnya itu. Arinda bahkan bisa merasakan rasa sakit saat melihat kulit dian yang tekelupas dan memar.

Grepppp

"Mbak besok pagi-pagi kita temanin kamu buat visum dan lapor polisi. Ini sudah kelewatan mbak Di. Mbak punya kesempatan buat bebas dari laki-laki itu. Mungkin ini jalannya mbak," ucap Arinda yang berkata dengan penuh keyakinan sembari mencengkram kedua lengan sahabatnya itu.

"Iya Di. Ini sudah tindak KDRT namanya. Dia bisa dihukum berat, dan kamu bisa ngajuin perceraian saat dia dipenjara nanti," timpal Mia.

Dian terkekeh sembari melepaskan cengkraman tangan Arinda dari kedua lengannya.

"Kalian menyuruhku cerai semudah itu. Lalu bagaimana dengan kalian? kenapa sampai saat ini kalian juga tidak bercerai?" tanya Dian.

Mia dan Arinda terdiam. Tidak perlu menjawabpun mereka sudah tahu apa alasan dibalik keinginan mereka yang terpendam itu.

"Hanya satu alasan dibalik itu semua. Yaitu anak-anak. Kamu, alasan kamu juga cukup kuat buat bercerai. Suamimu jelas-jelas menggunakan uang gajimu untuk menikmati jasa *****. Padahal umumnya diselingkuhi dengan satu wanita saja kita akan merasa sakit hati dan menggugat cerai. Tapi kenapa kamu masih mau bertahan?" tanya Dian yang menujukan ucapannya pada Mia.

"Lalu kamu. Alasan kamu juga cukup kuat. Suamimu tukang judi, dan memakai uang gajimu hanya untuk kesenangannya itu. Lalu kenapa kamu tidak mau bercerai?" tanya Dian pada Arinda.

"Aku sudah mengajukannya sebanyak 99 kali, tapi ditolak." Jawab Arinda.

"Ditolak siapa? pengadilan?" tanya Mia.

"Ditolak mas Adit." Jawaban Arinda langsung mendapat cebikkan bibir dari Mia dan Dian.

"Mbak Dian benar. Alasan kita memang cuma karena anak. Hanya karena anak tidak ingin menjadi korban dari kegagalan orang tuanya, jadi kita mengorbankan diri sendiri. Lalu sampai kapan semua ini akan berakhir?" tanya Arinda.

"Mungkin setia adalah harga mati." Jawab Mia

"Tapi sebenarnya anak sulungku sangat mendukung aku bercerai dengannya. Mungkin karena dia terlalu sering menyaksikan penyiksaan yang dilakukan oleh mas Edi," ujar Dian.

"Tapi...." Mia sengaja menyambungkan kalimat Dian yang seolah masih ada lanjutannya.

"Tapi yaitu aku kasihan dengan anak keduaku. Dia sangat lulut dengan bapaknya. Paling tidak aku mau menunggu sampai anakku itu sedikit mengerti, sembari menunggu mas Edi insyaf juga dari kebiasaan mabuknya." Jawab Dian.

"Susah kalau nungguin suami kita insyaf. Soalnya mereka itu sudah dalam tahap kecanduan. Dan kita ini ibarat tiga serangkai yang mendapatkan paket lengkap. Yang satu gila judi, yang satu gila *****, dan yang satu gila mabok. Entah sampai kapan kita mengalami nasib seperti ini," ucap Arinda.

"Sudah jam 17.30. Sebentar lagi aplusan. Nanti absennya tutup, dan kita dikira nggak masuk kerja," ujar Mia.

"Iya. Kita lanjutkan saat ngopi malam saja," ucap Dian.

Merekapun melangkah masuk ke dalam pabrik. Arinda memang paling akrab dengan Dian dan Mia, dari sekian ribu karyawan yang ada di pabrik itu. Mungkin karena dia sering kebagian shif yang sama, atau karena nasib mereka yang memiliki kesamaan. Diantara mereka bertiga, Arindalah yang paling muda usianya. Saat ini Arinda baru berusia 22 tahun, sementara Dian dan Mia berusia sama yaitu 28 tahun.

Setelah melakukan absen secara manual dan elektronik, merekapun mulai memasuki kawasan tempat mereka biasa menyusun telapak sepatu. Agar mudah bagi mesin mengelem ataupun menjahit sepatu sesuai model yang diinginkan. Mereka juga terkadang kebagian tugas mengumpulkan sisa-sisa bahan yang tidak terpakai setelah proses pemotongan bahan dasar. Dan pekerjaan itu dilakukan hingga jam istirahat, yang biasa mereka sebut dengan kopi malam.

Arinda, Dian, dan Mia pergi ke kantin untuk menikmati kopi panas dan gorengan. Sekedar mengganjal perut yang keroncongan akibat begadang.

"Luka mbak Di kok bisa panjang begitu? apa mas Edi menggunakan cambuk saat melakukannya?" tanya Arinda sembari menggigit pisang goreng panas dan meniupnya setelah sampai di dalam mulut.

"Ah...edun. Ini mah terlalu panas. Bisa mati rasa ini lidahku," sambung Arinda sebelum mendapat jawaban dari Dian.

Dian dan Mia jadi terkekeh melihat Arinda meniup pisang goreng setelah berada didalam mulut ibu muda itu.

"Lagian masih panas Rin. Emang kamu itu the bush, bisa nyulap tuh pisang jadi dingin?" tanya Mia sembari terkekeh.

"Laper aku mbak. Nggak sempat makan pas berangkat kerja tadi." Jawab Arinda.

"Loh kenapa? kamu nggak masak?" tanya Dian sembari meletakkan cangkir kopi yang isinya baru saja dia sesap.

"Habis ribut sama mas Adit. Jadi nggak nafsu makan." Jawab Arinda sembari meraih cangkir kopinya.

"Kali ini apalagi yang diributkan?" tanya Mia.

"Namanya suami kurang kerjaan mbak. Maksa aku ngangkang, pengen ngadon tapi kok nggak mau kerja. Apa dia pikir nyuruh aku beranak, anaknya cukup dikasih air tajin?" Arinda kembali emosi tiap kali menceritakan tentang suaminya.

"Terus kamu ngangkang?" tanya Dian.

"Yo ndaklah mbak. Ya itu akhirnya terjadi aksi saling tarik menarik. Dasterku jadi robek, tali kutangku jadi putus. Rasanya kesal sekali aku mbak." Jawab Arinda.

"Sampeyan tadi belum jawab loh pertanyaan aku mbak," sambung Arinda.

Dian menghela nafas berat. Rasa sakit dan perih yang dia rasakan pada tubuh dan hatinya jadi berdenyut kembali saat mengingat kekejaman suaminya.

Terpopuler

Comments

Suci Fatana

Suci Fatana

sumpah critanya bikin gregett...

2023-06-15

0

Alivaaaa

Alivaaaa

ya ampun kasihan sekali tiga serangkai ini 😔
suami mereka bener² gila 😒

2022-10-10

0

Putri Minwa

Putri Minwa

betul itu Arinda

2022-10-01

0

lihat semua
Episodes
1 Bab.1. Perkataan ke-99
2 Bab.2 Tiga Serangkai
3 Bab.3. Calon Janda
4 Bab.4. Magadir
5 Bab.5. Raungan Arinda
6 Bab.6. Minta Ganti Rugi
7 Bab.7. Bodoh Akut
8 Bab.8. Refleks
9 Bab.9. Introgasi
10 Bab.10. Jangan Cari Masalah
11 Bab.11. Pengakuan Lastri
12 Bab.12. Kucing Garong
13 Bab.13. Mulai Perhatian
14 Bab.14. Siapa Yang Melakukannya
15 Bab. 15. Jangan Gila
16 Bab.16. Jangan Seperti Ini
17 Bab.17. Kepikiran
18 Bab.18. Menjenguk
19 Bab.19. Terakhir
20 Bab.20. Dicokot Anjing
21 Bab.21. Cerai Saja
22 Bab.22. Pasti Nyesel
23 Bab.23. Kangen
24 Bab.24. Penuh Selidik
25 Bab.25. Sudah Kuduga
26 Bab.26. Nekad
27 Bab.27. Karena Aku Mencintaimu
28 Bab.28. Saling Jujur
29 Bab.29. Aku Pasti Merindukanmu
30 Bab.30. Kesepakatan
31 Bab.31. Gusar
32 Bab.32. Motor Baru
33 Bab.33. Bukti
34 Bab.34. Gaji Pertama
35 Bab.35. Berpisah Sementara
36 Bab.36. Rindu
37 Bab.37. Rindu Setengah Mati
38 Bab.38. Gaji Kedua
39 Bab.39. Dian Panik
40 Bab 40. Menyembunyikan Kebenaran
41 Bab.41. Beres
42 Bab.42. Tak Pernah Puas
43 Bab.43. Gugup
44 Bab.44. Dilema
45 Bab.45. Kesal
46 Bab.46. Rasain
47 Bab.47. Gigolo
48 Bab.48. Tidak Pulang
49 Bab.49. Arinda Syok
50 Bab.50. Murka
51 Bab.51. Bantuan Dante
52 Bab. Arinda Mengamuk
53 Bab.53. Gugatan Cerai
54 Bab.54. Wong Gendeng
55 Bab.55. Duka Arinda
56 Bab.56. Positif
57 Bab.57. Apa Rencanamu
58 Bab.58. Patah Hati
59 Bab.59. Jangan Kecewakan Aku
60 Bab.60. Terlunta-Lunta
61 Bab.61. Tidak Merestui
62 Bab.62. Dihina
63 Bab.63. Maaf
64 Bab.64. Belok
65 Bab.65. Resmi Bercerai
66 Bab.66. Gempar
67 Bab.67. Sebagai Saksi
68 Bab.68. SAH
69 Bab.69. MP
70 Bab.70. Cemburu
71 Bab.71. Ragu
72 Bab.72. Bahagia
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Bab.1. Perkataan ke-99
2
Bab.2 Tiga Serangkai
3
Bab.3. Calon Janda
4
Bab.4. Magadir
5
Bab.5. Raungan Arinda
6
Bab.6. Minta Ganti Rugi
7
Bab.7. Bodoh Akut
8
Bab.8. Refleks
9
Bab.9. Introgasi
10
Bab.10. Jangan Cari Masalah
11
Bab.11. Pengakuan Lastri
12
Bab.12. Kucing Garong
13
Bab.13. Mulai Perhatian
14
Bab.14. Siapa Yang Melakukannya
15
Bab. 15. Jangan Gila
16
Bab.16. Jangan Seperti Ini
17
Bab.17. Kepikiran
18
Bab.18. Menjenguk
19
Bab.19. Terakhir
20
Bab.20. Dicokot Anjing
21
Bab.21. Cerai Saja
22
Bab.22. Pasti Nyesel
23
Bab.23. Kangen
24
Bab.24. Penuh Selidik
25
Bab.25. Sudah Kuduga
26
Bab.26. Nekad
27
Bab.27. Karena Aku Mencintaimu
28
Bab.28. Saling Jujur
29
Bab.29. Aku Pasti Merindukanmu
30
Bab.30. Kesepakatan
31
Bab.31. Gusar
32
Bab.32. Motor Baru
33
Bab.33. Bukti
34
Bab.34. Gaji Pertama
35
Bab.35. Berpisah Sementara
36
Bab.36. Rindu
37
Bab.37. Rindu Setengah Mati
38
Bab.38. Gaji Kedua
39
Bab.39. Dian Panik
40
Bab 40. Menyembunyikan Kebenaran
41
Bab.41. Beres
42
Bab.42. Tak Pernah Puas
43
Bab.43. Gugup
44
Bab.44. Dilema
45
Bab.45. Kesal
46
Bab.46. Rasain
47
Bab.47. Gigolo
48
Bab.48. Tidak Pulang
49
Bab.49. Arinda Syok
50
Bab.50. Murka
51
Bab.51. Bantuan Dante
52
Bab. Arinda Mengamuk
53
Bab.53. Gugatan Cerai
54
Bab.54. Wong Gendeng
55
Bab.55. Duka Arinda
56
Bab.56. Positif
57
Bab.57. Apa Rencanamu
58
Bab.58. Patah Hati
59
Bab.59. Jangan Kecewakan Aku
60
Bab.60. Terlunta-Lunta
61
Bab.61. Tidak Merestui
62
Bab.62. Dihina
63
Bab.63. Maaf
64
Bab.64. Belok
65
Bab.65. Resmi Bercerai
66
Bab.66. Gempar
67
Bab.67. Sebagai Saksi
68
Bab.68. SAH
69
Bab.69. MP
70
Bab.70. Cemburu
71
Bab.71. Ragu
72
Bab.72. Bahagia

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!