"Bu. Jajan!" Rayana merengek membangunkan Arinda yang tengah tertidur lelap.
Arinda memang mengajak anak-anaknya tidur ditengah rumah. Karena rumah mereka hanya memiliki dua kamar yang juga tidak terlalu besar. Arinda melirik kearah putra bungsunya, yang masih tertidur lelap. Arinda kemudian melirik kearah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 1 siang.
Namun matanya yang semula masih mengantuk, jadi melebar seketika. Saat melihat Aditia makan siang dengan santai sembari menyilangkan satu kakinya dikaki yang lainnya. Didalam pikiran Arinda, berarti Aditia sejak tadi sudah tahu dan sudah mendengar rengekkan Rayana yang ingin minta dibelikan jajan.
Arinda mengusap wajahnya berkali-kali. Wajah yang tadinya diliputi rasa amarah, mendadak berganti dengan wajah manis saat menatap putrinya yang tengah merengek.
"Mbak Raya mau jajan apa sih. Hem?" bujuk Arinda.
"Ncis." Jawab Rayana.
"Oh...sosis. Yok kita beli yok! jangan nangis lagi ya?" rayu Arinda.
Arinda menggendong Rayana, dan meninggalkan putra bungsunya yang tengah tertidur diatas kasur tipis. Arinda kemudian masuk ke kamar untuk mengambil dompet yang dia sembunyikan dibalik resleting kasur busa.
"Radit aku tinggal. Kamu gendong dia kalau nanti dia bangun dan menangis. Jangan cuma mau bikinnya aja, tapi nggak mau ngurus," ucap Arinda dengan wajah masam.
"Mau ke warung ya? sekalian rokok 3 batang ya," ujar Adit sembari mengunyah makanan yang masih sesak penuh di dalam mulutnya.
Arinda tidak menggubris ucapan Aditia. Dia membuka palang pintu yang melintang dipintu utama rumahnya, dan kemudian keluar dari rumah itu. Arinda menggendong Rayana berjalan kaki menuju tempat tetangganya yang berjarak hanya 50 meter dari rumahnya. Kendati demikian sebenarnya Arinda sangat malas keluar. Karena selain matanya masih mengantuk, terik matahari juga membuat kepalanya berdenyut.
"Bude. Sosis bakarnya dua ya? yang manis saja, buat Rayana soalnya," ujar Arinda.
"Ya. Tunggu ya!" ucap Bude Sunarti.
Arinda meraih gorengan yang tampak menggoda perutnya yang memang belum diisi apapun siang ini. Arinda juga meraih sebatang cabe rawit untuk menemani gorengan yang tengah dia kunyah.
"Kamu ndak kerja Rin?" tanya Bude Sunarti sembari meletakkan dua batang sosis yang sudah dikerat diatas panggangan modern.
"Shif malam lagi Bude." Jawab Arinda setelah menelan gorengan yang dia kunyah.
Arinda meraih gelas kosong dan mengisinya dengan air galon yang memiliki tuas dibagian buntutnya. Arinda sedikit merasa kepedasan setelah menghabiskan satu batang cabe rawit bersama satu gorengan bakwan.
"Mas Ipo masih kerja di pabrik kertas Bude?" tanya Arinda setelah meminum segelas air putih hingga tandas.
"Masih. Waktu itu hampir mau berhenti, tapi Bude melarangnya. Kalau melihat suamimu yang lama menganggur, itu artinya mencari kerja sangatlah sulit." Jawab Bude Sunarti sembari membolak balik sosis, dan mengolesinya dengan kecap manis.
"Itu benar Bude. Jangan sembrono mau berhenti kerja sebelum ada kerjaan baru. Mas Adit bisa Bude jadikan contoh buat mas Ipo," ucap Arinda.
"Makanya. Bukan apa-apa. Kalau masih bujangan sih terserah, ini sudah ada anak istri. Keluhannya dari dulu selalu sama. Udah bosan, capek, pengen suasana baru. Lah wong jadi kuli aja mau milih-milih kerja. Yo ora maju!" tandas Bude Sunarti.
"Apa disana belum ada lowongan Bude? mas Ipo umurnya sama dengan mas Adit. Barangkali ada lowongan kerja bagian apa saja," tanya Arinda.
"Nanti tak tanyain mas mu. Hari ini dia shif pagi. Jadi pulangnya jam 4 sore nanti. Nah...iki cah ayu. Sosismu sampun mateng," ujar Bude Sunarti sembari memberikan sosis bakar yang sudah dia wadahi dalam plastik kecil.
"Rokok'e 3 batang Bude," ujar Arinda.
Bude Sunarti masuk kedalam toko sederhananya, dan mengambil rokok batangan yang berada didalam kaleng merah hati bertuliskan sigaret.
"Berapa Bude? rokok 3 batang, gorengan satu, sama sosis dua," tanya Arinda.
"Delapan ribu." Jawab Bude Sunarti.
Arinda merogoh uang 10 ribu dari dalam dompetnya. Yang kemudian diberi kembalian dua ribu oleh Bude Sunarti.
"Matur suwon Bude," ucap Arinda yang kemudian pulang ke rumahnya.
Arinda meletakkan 3 batang rokok yang berada dalam sebuah plastik putih kecil dari Bude Sunarti. Aditia yang tengah bermain ponsel diteras rumah, hanya melirik rokok itu tanpa mengucapkan apapun. Saat Arinda masuk kedalam rumah, ternyata putra bungsunya sudah bangun dan sedang di gendong oleh Fatimah.
"Mbak Raya duduk disini dulu ya? ibu mau ambil makan dulu," ujar Arinda yang kemudian dianggukki oleh Rayana.
Sosis ditangan gadis kecil itu masih senantiasa dia pegang. Mungkin dia mengerti, benda itu masih belum boleh disantap karena masih panas. Sementara Arinda yang kelaparan langsung mengambil piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk yang sempat dimasak oleh Fatimah.
"Kamu masuk shif malam lagi, atau libur?" tanya Fatimah.
"Kemarinkan baru shif malam yang pertama Buk'e. Itu artinya masih ada 3 shif malam lagi, baru kemudian libur. Ada apa?" tanya Arinda setelah menelan makanan yang dia kunyah.
"Cucian sudah numpuk. Buk'e belum sempat nyuci. Tiap mau nyuci, anakmu selalu rewel." Jawab Fatimah.
"Biarkan saja. Buk'e nggak usah nyuci. Nanti kalau aku libur, nyucinya tak rapel saja," ujar Arinda tanpa menoleh kearah Fatimah.
Fatimah menatap wajah cantik putrinya yang terlihat lebih kurus. Sebagai seorang ibu tentu hatinya merasa trenyuh melihat nasib Arinda. Istilah libur yang dia maksud, bukanlah libur yang sebenarnya. Arinda masih berkutat dalam urusan rumah tangga yang seakan tidak pernah habisnya. Fatimah cuma berharap suatu saat nanti putrinya itu menemukan kebahagiaan dari sebuah kesabarannya selama ini.
Dan tentu saja agenda mencuci baju yang ingin Arinda rapel mendadak batal. Kalau tidak dia angsur, maka anak-anak dan dirinya sama sekali tidak memiliki baju lagi. Setelah Arinda menghabiskan makan siangnya, Arinda kemudian pergi ke belakang untuk mencuci pakaian. Alhasil semua pakaian tercuci dan terjemur. Hanya meninggalkan rasa pegal dan lecet dipunggung jarinya.
Arinda merenggangkan tubuhnya terutama bagian pinggangnya, setelah Arinda menyelesaikan pekerjaannya. Arinda kembali menghela nafas, saat melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 4 sore. Dan itu artinya dia harus bergegas membersihkan diri dan bekerja kembali.
"Sial. Sudah jam empat lima belas menit. Aku hampir telat ini," gumam Arinda yang tergesa-gesa memakai sepatunya.
"Buk'e aku berangkat kerja ya? aplusan jam 5. Aku hampir terlambat ini," ucap Arinda dengan tergesa-gesa.
"Yo hati-hati jangan ngebut!" teriak Fatimah dari dalam karena Arinda sudah berhambur keluar sembari memasukkan kunci kelubang kunci mototnya.
"Kebiasaan nggak mau cium tangan suami, kalau nggak diperingatkan," ujar Aditia.
"Sak karepmu mas. Aku sudah telat ini," ucap Arinda yang kemudian mengengkol motornya.
Gradakkkk
Gradakkk
Gradakkkk
Ngengg
Ngengg
Arinda menarik gas motornya, untuk sekedar membuat panas mesin motornya itu. Karena tidak punya banyak waktu, Arinda bergegas memasukkan gigi motornya dan langsung memutar motor itu dihalaman rumahnya. Arinda pergi begitu saja, dan hanya meninggalkan asap hitam yang mengepul dari knalpot motornya.
Arinda menarik gas motornya saat hampir berada ditikungan sepi. Namun saat berada tepat ditikungan tajam, Sebuah motor sport menyalip dari arah belakang dan hilang kendali karena tidak menyangka ada motor Arinda yang berada ditikungan yang sama.
Brakkkkkk
Ngeeeenggggggg
Drrrruuupppp
Suara bising dari motor Arinda mendadak padam setelah beberapa detik membuat keributan. Arinda terpental ke depan sejauh beberapa meter, sementara motor butut Arinda tercerai berai.
"Ssstttt," Arinda mendesis kesakitan karena kedua tangannya mengalami lecet panjang akibat tergerus jalan aspal.
Arinda kemudian menangis meraung setelah menyadari sesuatu. Bukan karena rasa sakit pada lukanya yang dia tangisi, namun saat melihat keadaan motornya yang hancur berantakan. Tentu saja Arinda meraung keras. Baginya motor itu adalah nyawanya. Nyawa yang dia pakai buat bekerja mencari nafkah untuk ibu dan anak-anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Nm@
Tentu pula mencari nafkah buat suaminya
2023-07-25
1
anak wedok
rese banget looe kak Neti, bikin cerita gk ada manis2 nya
2023-02-07
0
Alivaaaa
melase Rin Rin 😔
2022-10-10
0