Tiga hari berlalu setelah kejadian yang menimpa keluarga Cahya, membuat keluarga itu tampak murung dan berperilaku lain dari biasanya.
Fajar mulai menghilang digantikan dengan pancaran sinar megah milik sang mentari.
Namun hal tersebut tampaknya belum mampu menyalurkan kehangatan hati dihati sang gadis.
Bahkan senyuman tak terlukis dibibir manisnya. Pandangannya tampak kosong, entah seberapa berat beban yang harus ditanggungnya.
Saat sedang menikmati udara pagi, ketukan pintu membuatnya menoleh kearah dimana pintu itu berada.
Tok Tok Tok...
"Iya sebentar." Jawab suara yang diketahui berasal dari mulut Cahya.
Saat pintu dibuka telah berdiri sang bibi yang menatapnya sedih.
"Ada apa, bi?"
Cahya menatap bibinya bingung, sebab bibinya telah berdiri didepan kamarnya pada pagi ini. Biasanya kalau hari minggu, bibinya itu tidak membangunkannya, jadi ada apa gerangan.
"Bibi ingin menyampaikan bahwa pemilik perusahaan memintamu datang hari ini ke kediamannya."
Lagi lagi perkataan bibinya membuat Cahya syok.
"Hari ini, bi? Kenapa mendadak?".
Pertanyaan dari sang keponakan membuat Risma bingung.
"Bibi juga tidak tahu, ini perintah dari penagih hutang itu".
"Baiklah, setelah mandi Cahya akan pergi kesana. Tetapi Cahya tidak tahu alamatnya dimana?"
"Bibi punya alamatnya. Ini" katanya sambil menyerahkan selembar kertas kepada Cahya.
Cahya menerima kertas tersebut sambil menatap sederet kata yang tertera di kertas tersebut.
"Baiklah, bibi mau ke dapur dulu" pamit Risma pada keponakannya itu.
Setelah peninggalan sang bibi, Cahya menutup pintu kamarnya, dan melangkah menuju ke ranjangnya.
"Apa yang harus kulakukan? Aku bingung dan rasanya belum siap!!". Jujur saja Cahya belum siap.
"Tapi kalau tidak kesana maka..." ucapan itu terhenti kala pikirannya membayangkan hal yang tidak tidak.
"Mungkin aku harus kesana".
Perdebatan kecil dengan hatinya membuat Cahya memutuskan untuk pergi ke alamat yang tertulis dalam kertas tersebut.
Cahya Pov.
Dalam genggaman tangan ku telah ada sebuah kertas, dimana aku telah berada di alamat yang tertera dalam kertas tersebut.
Kulihat sebuah bangunan tinggi bertingkat, luas terbentang dan indah memandang. Aku bahkan tak yakin kalau rumah..Eh bukan, tapi istana ini adalah milik calon mertuaku sampai aku ingat bahwa calon mertuaku adalah pemilik perusahaan terkenal di negara ini.
Sambil membuang nafas, aku melangkah menuju gerbang yang sedang dijaga satpam didepannya.
Normal Pov.
"Permisi" ucap Cahya begitu mendekat kearah satpam tadi.
"Ada perlu apa?" Pertanyaan dari satpam itu, membuat Cahya mengutarakan maksud dan tujuannya datang kemari.
"Saya ingin menemui Pak Sanjaya Wirautama".
Satpam tadi kembali menatap Cahya begitu tahu nama majikannya disebut.
"Apa sudah ada janji?" Mendengar pertanyaan itu, membuat Cahya bingung harus jawab apa.
Soalnya ia diminta datang oleh Pak Sanjaya sendiri, tapi mengenai janji ia sendiri pun ragu akan hal tersebut.
"Sudah, pak" Jawab Cahya akhirnya.
"Baiklah kau boleh masuk"
Setelah mengatakan itu, pintu gerbang itupun terbuka dengan sendirinya.
"Memang orang kaya" batin Cahya sambil mengamati pintu itu terbuka sendiri.
Setelah diperbolehkan masuk, Cahya berjalan kearah pintu masuk yang menempuh jarak hampir 100 meter dari pintu gerbang.
Sambil menghela nafas, saat mengetahui seberapa jauhnya ia harus berjalan menuju ke pintu utama.
Tapi perjalanan itu membuat rasa lelah Cahya terobati akibat pemandangan yang tersaji di sekelilingnya itu. Dimana banyak tanaman dan bunga yang sengaja ditanam guna mempercantik halaman.
Tak sadar Cahya telah sampai di pintu utama. Awalnya ia ragu mau mengetuk atau tidak, tapi dengan sedikit gemetaran ditangannya ia mulai mengetuk pintu berukiran indah itu.
Tok Tok Tok...
Tak lama setelah pintu itu ia ketuk, terbukalah pintu itu dengan menampilkan seorang maid yang tersenyum kearah Cahya.
"Apakah anda nona Cahya?"
Belum sempat Cahya bertanya, maid tadi sudah lebih dulu menanyainya.
"Iya." jawaban singkat dari Cahya.
"Kalau begitu ikut saya, Tuan dan Nyonya Besar telah menunggu anda."
Ucapan Sang maid tadi semakin membuat Cahya gugup.
"Bagaimana ini?" tanyanya dalam hati.
Setelah dituntun oleh sang pelayan, akhirnya Cahya sampai diruang keluarga yang telah terhuni 2 Orang yang tengah menonton TV.
"Permisi Tuan dan Nyonya, nona Cahya telah datang." ucap sang maid tadi.
Mendengar ucapan dari pelayannya itu membuat sang majikan menoleh kearah sumber suara.
Melihat sosok cantik dibelakang pelayannya itu membuat sang nyonya tersenyum simpul.
"Baiklah kau boleh pergi." suruhnya pada sang pelayan.
Sambil menunduk hormat, sang pelayan tadi pamit pergi.
Kepergian pelayan tadi tak lantas membuat Cahya tenang, malahan yang terjadi adalah sebaliknya.
"Silahkan duduk" titah sang tuan besar. Mendengar perintah itu, Cahya melangkah menuju kearah sova terdekat darinya itu.
"Apakah kau yang bernama Cahya?" Tanya wanita paruh baya itu didepan Cahya.
Walaupun hampir paruh baya, wajah wanita itu tidak tampak seperti umurnya. Bahkan ia terlihat lebih muda dari bibinya.
Sebuah anggukkan diberikan kepada kedua orang didepan Cahya itu.
Seutas senyum dari bibir wanita itu membuat Cahya sedikit tenang, walau tak menampik bahwa dirinya sangat gugup.
"Tak perlu tegang begitu. Kami tidak akan menggigit mu kok" Ucapan yang keluar dari mulut sang kepala keluarga itu membuat Cahya menatap ke arahnya.
"Iya tuan" jawab Cahya dengan menunduk. Sedangkan kedua orang didepan Cahya itu hanya saling pandang.
"Panggil kami Mama dan Ayah Cahya. Karena sebentar lagi kita akan menjadi keluarga, kan" Ucap wanita itu yang diketahui bernama Irena Guntoro.
Cahya hanya terdiam kaku, sebab panggilan itu sudah lama tidak disebut olehnya. Mendadak tubuhnya gemetar seolah merasa ketakutan bercampur kesedihan.
**********
🍀Terimakasih🍀
💞🍁💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Jung Taeyong
kasihan bnget
2021-07-15
0
🐯upilnya bangtan🐰
bagus thor. up terus y Thor
2020-10-18
0
Sept September
jempol
2020-07-30
0