My Bipolar Boy
Aku ingin terbang...
Terbang tinggi diawan...
Ingin ku pergi...
Jauh dan sendiri...
Walau kadang rasa takut
Hadir dalam hati...
Kurasa sudah cukup kuberjalan...
Walau kaki ini belum merasakan lelah...
Tapi hati ini seolah tak sanggup berpijak...
Saat ini seorang gadis tengah memperhatikan jalanan menuju kearah rumah paman dan bibinya. Entah kenapa ia sedikit merasa gelisah, apalagi perkataan bibinya selalu terngiang ditelingannya.
Flashback On
"Cahya, kemarin ada penagih hutang yang datang kemari. Dia menagih hutang atas insiden penipuan yang terjadi pada pamanmu".
Cahya menatap bibinya dengan pandangan tak mengerti.
"Penagih hutang? Penipuan? Apa maksudnya, bi? Cahya tidak paham?" Jawab Cahya bingung.
"Penagih itu mengancam. Apabila kita tidak membayar hutang tersebut kita akan masuk penjara" balas bibi lagi dengan wajah sedih.
Cahya hanya diam dan juga bingung harus berbuat apa.
"Tapi penagih itu memberikan penawaran apabila kita tak sanggup bayar".
Cahya bisa melihat wajah bibinya itu menatap lurus kearah matanya. Cahya balik menatapnya heran.
"Penawaran apa, bi?"
Pertanyaan dari Cahya membuat bibi terus menatapnya, membuat Cahya menaikan satu alis menandakan ia benar-benar bingung.
"Penawaran itu adalah menikahkan putra sulung dari pimpinan perusahaan yang memberikan pinjaman pada usaha pamanmu".
Cahya semakin dibuat bingung, pasalnya anak bibi hanya ada satu itupun laki-laki, jadi siapa yang mau dinikahkan?
Lamunan Cahya buyar saat ia merasakan usapan halus ditangannya. Cahya lihat bibinya itu menatapnya khawatir.
"Jadi siapa yang akan dinikahkan?" Tanya Cahya menanyakan pertanyaan yang sedari tadi memenuhi pikirannya.
Sambil menatap Cahya, bibinya menjawab pertanyaan itu "Kamu Cahya".
Jawaban singkat itu mampu membuat Cahya menatap tak percaya pada ucapan bibinya itu.
"Maksudnya, bi?"
"Kau tahu sendiri kan? Bibi tidak memiliki anak perempuan dan hanya kaulah harapan bibi dan pamanmu."
"Memangnya berapa hutang paman pada perusahaan itu, bi?" Pertanyaan dari Cahya membuat arah pandang bibi kembali terarah pada Cahya.
"Paman mu bilang hutangnya adalah 1 Milyar."
Mata Cahya membulat mendengar jumlah nominal uang yang harus keluarganya tanggung itu.
Belum lagi Cahya masih shock atas keputusan menikahkannya diumurnya yang baru menginjak 18 tahun ini.
"Bagaimana bisa sebanyak itu, bi?" Cahya masih belum percaya dengan apa yang baru saja diketahuinya itu.
"Bibi juga tidak tahu, kata Paman mu uang itu untuk modal usaha yang akan didirikan bersama penipu itu." Kata bibi sambil menekankan kata penipu dalam nada bicaranya.
Sekarang Cahya benar benar bingung dengan keadaan ini. Membuatnya mengusap wajahnya kasar.
Cahya Pov.
Percakapanku kemarin bersama bibi membuat ku tak bisa tidur. Aku selalu memikirkan bagaimana nasibku kedepannya.
Apalagi bibi bilang penagih itu akan datang lusa.
Berarti dari pembicaraan ku kemarin bersama bibi, hari inilah penagih itu akan menagih jawaban atas penawarannya tempo hari. Hal itu semakin membuatku bingung tak karuan.
Dan kecemasanku terjawab saat aku melihat sebuah motor telah bertengger manis dihalaman rumah pamanku.
Kutatap sebentar motor tersebut sebelum memutuskan untuk masuk kedalam rumah.
"Assalamualaikum!" Seruku saat baru membuka pintu.
"Waalaikumsalam, kau sudah pulang." ujar bibi sambil menatapku.
"Duduklah dulu." Suruh paman Dimas padaku. Sedangkan aku hanya menurut dan melangkah kearah tempat kosong disamping bibinya.
"Baiklah, jadi bagaimana dengan penawaran yang kuajukan. Apakah kalian menerimanya?"
Lontaran pertanyaan itu membuatku diam menanti keputusan dari pamannya itu.
"Jadi bagaimana?".
"Kami berdua---"
Sang paman menatap istrinya dan beralih pada keponakannya itu.
"Kami menerima penawaran itu"
Jawaban dari Dimas membuat sang keponakan menatapnya sedih.
"Pilihan yang sangat bagus. Baiklah aku akan mengabari tuan besar tentang hal ini."
Jawaban yang terdengar enteng itu membuatku menatapnya tajam.
"Kurasa sudah tak ada hal yang perlu dibahas, lebih baik aku pergi." Kata penagih itu sambil tersenyum meremehkan.
Tak lama penagih itu pergi dan meninggalkan keheningan yang terjadi didalam ruang tamu itu.
"Maafkan kami Cahya, kami tak bermaksud begitu padamu, tapi keadaan harus membuat paman memilih keputusan itu" Ujar Dimas sambil menatap sedih kearah keponakan satu satunya itu.
Aku hanya menatap kosong kearah satu satunya saudara yang ku punya itu.
"Cahya tidak apa-apa paman, bibi. Cahya tahu ini adalah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah yang terjadi" ujarku sambil tersenyum.
"Kau memang anak baik Cahya. Semoga kau bahagia selamanya" ujar Dimas sambil memeluk Cahya diikuti sang istri yang menangis dalam pelukan hangat itu.
Tanpa sadar airmataku menetes seiring pelukan yang diterimanya itu.
"Cahya pasti kuat!!" Batinku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 127 Episodes
Comments
Ira
keren
2024-04-06
0
Arachan
daebak
2021-07-18
0
LemonGirl
menarik
2021-07-16
0