JERAT CINTA WANITA MALAM
“Mel, Meliaaaa bangun sayang!!" teriak Zahra dari arah dapur. Satu menit, dua menit sampai lima menit berlalu pun Melia belum juga menampakkan dirinya. Zahra terlihat kesal, dirinya berjalan menuju kamar Melia, “dasar ini anak, sudah besar begini masih juga harus selalu dibangunkan!” Omel Zahra sembari membuka kamarnya.
Melia memang baru pulang bekerja pada jam dua pagi, jadi sudah wajar kalau dirinya pasti selalu terlambat bangun untuk sholat subuh. “Mel, sayangnya Ibu bangun, yuk kita shalat dulu. Sudah hampir pagi loh.” Ucap Zahra sembari menggoyang-goyangkan tubuh anaknya.
“Entar Bu, tiga menit lagi ya, eh.. lima menit deh, Bu, baru Melia sholat ya!” tawarnya.
“Enggak! dari dulu juga kamu sukanya tawar menawar, bilangnya tiga menit, lima menit, eh sampai setengah jam pun kamu masih belum bangun juga. Memang kamu pikir kamu lagi belanja di pasar apa! Buruan ih bangun, habis sholat dan sarapan terserah deh kamu mau bangun jam berapa,” ucap Zahra yang sebenarnya juga mengasihani anaknya yang baru pulang jam dua dini hari.
Melia membuka kedua matanya, entah mengapa setiap Zahra melihat mata putrinya, seakan dirinya melihat lelaki yang pernah memberikan cerita pahit di hidupnya, bahkan sampai sekarang pun Zahra tidak pernah memikirkan untuk menikah lagi, padahal tidak sedikit pria yang mendekatinya saat itu, namun karena tekadnya yang kuat, yang hanya ingin berjuang demi anaknya, akhirnya Zahra sampai melupakan apa itu cinta.
“Iya ibuku sayang,” ucap Melia yang langsung mengecup pipi Zahra lalu berjalan menuju kamar mandinya lalu berwudhu. Akhirnya mereka pun sholat berjamaah di dalam kamar Melia.
Setelah sarapan, Melia ingin kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya namun diurungkan karena Zahra memanggilnya. “Sini dulu sayang, ada yang Ibu mau bicarakan,” teriak Zahra dari arah kamarnya.
“Iya, iya, apaan sih Bu. Kan semua sudah anakmu lakukan, ngantuk banget loh ini!” gerutu Melia sembari berjalan memasuki kamar Zahra.
“Sini Sayang, duduk sebentar, habis itu janji deh, kamu bisa langsung tidur,” ucap Zahra yang menepuk pinggiran kasurnya dengan tersenyum.
Setelah Melia duduk, Zahra mengeluarkan satu buah amplop yang berisikan uang yang lumayan banyak, terlihat dari tumpukan uang tersebut dengan pecahan uang seratus ribuan. “Ini!” Ucap Zahra sembari memberikan amplop coklat pada Melia.
Melia yang memang masih setengah sadar tidak terlalu memperhatikannya, diambilnya amplop itu. Melia membukanya, betapa kagetnya ia saat melihat uang begitu banyak didepan matanya, rasa kantuknya pun tiba-tiba sirna begitu saja saat membuka isi amplop coklat yang ternyata berisikan uang pecahan seratus ribu.
"Ini uang siapa? Dan buat apa ibu berikan padaku?!" tanya Melia yang terlihat bingung saat Zahra memberikan amplop yang berisikan uang.
"Ini uang Ibu, tabungan Ibu selama bekerja di Butik Sayang,” jawab Zahra sembari tersenyum melihat reaksi sang anak.
“Lantas kenapa Ibu berikan pada Melia? Kan Ibu bisa simpan sendiri! Atau simpan ke bank saja biar lebih aman. Kenapa malah diberikan pada Melia!"
"Ibu ingin kamu mendaftar kuliah Mel, Ibu ingin kamu bisa melanjutkan pendidikan mu yang tertunda dulu. Ibu ingin kamu ketika lulus, bisa bekerja di tempat yang lebih baik daripada bekerja di klub milik Roki.” Ujar Zahra sembari menepuk punggung tangan Melia.
Kedua mata Melia masih menatap intens wajah Sang Ibu. “Bu, Melia bisa membiayai kuliah sendiri, itu kalau aku mau Bu! Simpan uang Ibu, jadikan tabungan dan pegangan Ibu.” Tutur Melia sembari memberikan kembali amplop yang berisikan uang.
"Kenapa sayang? Ibu enggak apa-apa kok, memang Ibu uang ini, Ibu tabung khusus untuk bisa membayar uang kuliahmu!" jangan merasa sungkan atau tidak enak pada Ibu, hanya kamu yang Ibu miliki, Ibu ingin sekali melihatmu menjadi orang yang sukses, namun bukan sukses dengan uang yang kamu hasilkan dari bekerja di klub, Sayang!” jelas Zahra pada Melia yang selalu menolak jika sedang membahas soal pekerjaannya.
Melia bukannya tidak memikirkan soal masa depannya kelak, namun entah mengapa, dirinya merasa kalau hidupnya tidak akan pernah berubah sampai kapan pun. “Bu, bukannya kita sudah sepakat untuk tidak membicarakan tentang pekerjaan,” ucap Melia mengingatkan.
Baiklah kalau kamu tak mau memakai uang ini, tapi bisakah kamu mempertimbangkan keinginan Ibu?” ucap Zahra dengan mata berbinar. Melia menghela nafasnya “Baiklah, Bu, akan Melia pikirkan,” jawab Melia.
Sesampainya di dalam kamar, Melia membaringkan tubuhnya menghadap langit-langit kamarnya. Mencoba membayangkan dirinya dengan gelar baru sebagai seorang mahasiswi. Mampukah dirinya beradaptasi dengan lingkungan baru , lingkungan baru dimana begitu banyak jenis watak orang yang berbeda-beda, ada yang baik dan jahat, ada yang tulus dan ada pula yang pamrih. Namun tiba-tiba kenangan buruk Melia mengenai perguruan tinggi kembali muncul dan mengganggunya..
Sebenarnya dulu Melia sempat berkuliah, tentunya dengan uang tabungan yang Melia punya dan tanpa sepengetahuan Zahra. Namun entah mengapa saat dirinya baru beberapa hari menikmati indahnya suasana perkuliahan, dirinya tiba-tiba dipanggil ke ruang administrasi dari kampus tersebut, mereka mengatakan terpaksa mengeluarkan Melia dari kampus karena beberapa laporan dari beberapa mahasiswi kalau ibu Melia seorang PSK, tanpa Ayah dan saat ini dirinya bekerja di sebuah klub malam yang mana hal itu bisa membuat kesan kampus jelek di mata orang-orang.
Melia tak tahu siapa yang melaporkannya, dan bagaimana bisa mereka mengetahui di mana Melia kerja. Namun hal itu tidak dipikirkan, apalagi membuatnya terbebani, maka sejak saat itu, dirinya tak ingin lagi mencoba mendaftar di kampus manapun karena tak ingin masalah soal latar belakangnya kembali di bicarakan.
Sejak kecil Melia selalu mendapatkan hinaan dari teman-temannya. Mulai dari dirinya yang tidak memiliki seorang ayah, mempunyai seorang Ibu yang dulunya bekerja sebagai wanita malam hingga postur tubuhnya yang di beberapa bagian yang tampak berbeda secara pertumbuhannya dari teman seusianya yang membuatnya sering mendapatkan ejekan dari teman-temannya. Hal inilah yang Melia takutkan, dia tak ingin lagi merasakan semua hal yang membuat hatinya sakit.
"Aku harus bisa buat Ibu menyerah soal kuliah!” gumam Melia yang tanpa sadar akhirnya tertidur. Matahari sudah tinggi di atas kepala dan Melia baru bangun dari tidurnya.
Melia bangun dan langsung menuju dapur, perutnya memang sudah sangat keroncongan minta diisi, Melia menatap jam yang menempel di dinding, “Sudah jam satu siang! Pantas saja perutku sudah berbunyi,” ucap Melia yang mulai membuka tudung saji yang ada di hadapannya saat ini. Terdapat sebuah notes yang tertempel di tudung saji tersebut, ya itu adalah pesan dari Zahra, ibunya.
[Ibu berangkat kerja ya sayang, ibu minta tolong ya, setelah makan, kamu beli sabun cuci piring ke warung depan, sekalian cuci piring juga. Tadi ibu buru-buru jadi nggak sempat, tolong ibu ya Sayang!]
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments