NovelToon NovelToon

JERAT CINTA WANITA MALAM

Masa Lalu

“Mel, Meliaaaa bangun sayang!!" teriak Zahra dari arah dapur. Satu menit, dua menit sampai lima menit berlalu pun Melia belum juga menampakkan dirinya. Zahra terlihat kesal, dirinya berjalan menuju kamar Melia, “dasar ini anak, sudah besar begini masih juga harus selalu dibangunkan!” Omel Zahra sembari membuka kamarnya.

Melia memang baru pulang bekerja pada jam dua pagi, jadi sudah wajar kalau dirinya pasti selalu terlambat bangun untuk sholat subuh. “Mel, sayangnya Ibu bangun, yuk kita shalat dulu. Sudah hampir pagi loh.” Ucap Zahra sembari menggoyang-goyangkan tubuh anaknya.

“Entar Bu, tiga menit lagi ya, eh.. lima menit deh, Bu, baru Melia sholat ya!” tawarnya.

“Enggak! dari dulu juga kamu sukanya tawar menawar, bilangnya tiga menit, lima menit, eh sampai setengah jam pun kamu masih belum bangun juga. Memang kamu pikir kamu lagi belanja di pasar apa! Buruan ih bangun, habis sholat dan sarapan terserah deh kamu mau bangun jam berapa,” ucap Zahra yang sebenarnya juga mengasihani anaknya yang baru pulang jam dua dini hari.

Melia membuka kedua matanya, entah mengapa setiap Zahra melihat mata putrinya, seakan dirinya melihat lelaki yang pernah memberikan cerita pahit di hidupnya, bahkan sampai sekarang pun Zahra tidak pernah memikirkan untuk menikah lagi, padahal tidak sedikit pria yang mendekatinya saat itu, namun karena tekadnya yang kuat, yang hanya ingin berjuang demi anaknya, akhirnya Zahra sampai melupakan apa itu cinta.

“Iya ibuku sayang,” ucap Melia yang langsung mengecup pipi Zahra lalu berjalan menuju kamar mandinya lalu berwudhu. Akhirnya mereka pun sholat berjamaah di dalam kamar Melia.

Setelah sarapan, Melia ingin kembali ke kamarnya untuk melanjutkan tidurnya namun diurungkan karena Zahra memanggilnya. “Sini dulu sayang, ada yang Ibu mau bicarakan,” teriak Zahra dari arah kamarnya.

“Iya, iya, apaan sih Bu. Kan semua sudah anakmu lakukan, ngantuk banget loh ini!” gerutu Melia sembari berjalan memasuki kamar Zahra.

“Sini Sayang, duduk sebentar, habis itu janji deh, kamu bisa langsung tidur,” ucap Zahra yang menepuk pinggiran kasurnya dengan tersenyum.

Setelah Melia duduk, Zahra mengeluarkan satu buah amplop yang berisikan uang yang lumayan banyak, terlihat dari tumpukan uang tersebut dengan pecahan uang seratus ribuan. “Ini!” Ucap Zahra sembari memberikan amplop coklat pada Melia.

Melia yang memang masih setengah sadar tidak terlalu memperhatikannya, diambilnya amplop itu. Melia membukanya, betapa kagetnya ia saat melihat uang begitu banyak didepan matanya, rasa kantuknya pun tiba-tiba sirna begitu saja saat membuka isi amplop coklat yang ternyata berisikan uang pecahan seratus ribu.

"Ini uang siapa? Dan buat apa ibu berikan padaku?!" tanya Melia yang terlihat bingung saat Zahra memberikan amplop yang berisikan uang.

"Ini uang Ibu, tabungan Ibu selama bekerja di Butik Sayang,” jawab Zahra sembari tersenyum melihat reaksi sang anak.

“Lantas kenapa Ibu berikan pada Melia? Kan Ibu bisa simpan sendiri! Atau simpan ke bank saja biar lebih aman. Kenapa malah diberikan pada Melia!"

"Ibu ingin kamu mendaftar kuliah Mel, Ibu ingin kamu bisa melanjutkan pendidikan mu yang tertunda dulu. Ibu ingin kamu ketika lulus, bisa bekerja di tempat yang lebih baik daripada bekerja di klub milik Roki.” Ujar Zahra sembari menepuk punggung tangan Melia.

Kedua mata Melia masih menatap intens wajah Sang Ibu. “Bu, Melia bisa membiayai kuliah sendiri, itu kalau aku mau Bu! Simpan uang Ibu, jadikan tabungan dan pegangan Ibu.” Tutur Melia sembari memberikan kembali amplop yang berisikan uang.

"Kenapa sayang? Ibu enggak apa-apa kok, memang Ibu uang ini, Ibu tabung khusus untuk bisa membayar uang kuliahmu!" jangan merasa sungkan atau tidak enak pada Ibu, hanya kamu yang Ibu miliki, Ibu ingin sekali melihatmu menjadi orang yang sukses, namun bukan sukses dengan uang yang kamu hasilkan dari bekerja di klub, Sayang!” jelas Zahra pada Melia yang selalu menolak jika sedang membahas soal pekerjaannya.

Melia bukannya tidak memikirkan soal masa depannya kelak, namun entah mengapa, dirinya merasa kalau hidupnya tidak akan pernah berubah sampai kapan pun. “Bu, bukannya kita sudah sepakat untuk tidak membicarakan tentang pekerjaan,” ucap Melia mengingatkan.

Baiklah kalau kamu tak mau memakai uang ini, tapi bisakah kamu mempertimbangkan keinginan Ibu?” ucap Zahra dengan mata berbinar. Melia menghela nafasnya “Baiklah, Bu, akan Melia pikirkan,” jawab Melia.

Sesampainya di dalam kamar, Melia membaringkan tubuhnya menghadap langit-langit kamarnya. Mencoba membayangkan dirinya dengan gelar baru sebagai seorang mahasiswi. Mampukah dirinya beradaptasi dengan lingkungan baru , lingkungan baru dimana begitu banyak jenis watak orang yang berbeda-beda, ada yang baik dan jahat, ada yang tulus dan ada pula yang pamrih. Namun tiba-tiba kenangan buruk Melia mengenai perguruan tinggi kembali muncul dan mengganggunya..

Sebenarnya dulu Melia sempat berkuliah, tentunya dengan uang tabungan yang Melia punya dan tanpa sepengetahuan Zahra. Namun entah mengapa saat dirinya baru beberapa hari menikmati indahnya suasana perkuliahan, dirinya tiba-tiba dipanggil ke ruang administrasi dari kampus tersebut, mereka mengatakan terpaksa mengeluarkan Melia dari kampus karena beberapa laporan dari beberapa mahasiswi kalau ibu Melia seorang PSK, tanpa Ayah dan saat ini dirinya bekerja di sebuah klub malam yang mana hal itu bisa membuat kesan kampus jelek di mata orang-orang.

Melia tak tahu siapa yang melaporkannya, dan bagaimana bisa mereka mengetahui di mana Melia kerja. Namun hal itu tidak dipikirkan, apalagi membuatnya terbebani, maka sejak saat itu, dirinya tak ingin lagi mencoba mendaftar di kampus manapun karena tak ingin masalah soal latar belakangnya kembali di bicarakan.

Sejak kecil Melia selalu mendapatkan hinaan dari teman-temannya. Mulai dari dirinya yang tidak memiliki seorang ayah, mempunyai seorang Ibu yang dulunya bekerja sebagai wanita malam hingga postur tubuhnya yang di beberapa bagian yang tampak berbeda secara pertumbuhannya dari teman seusianya yang membuatnya sering mendapatkan ejekan dari teman-temannya. Hal inilah yang Melia takutkan, dia tak ingin lagi merasakan semua hal yang membuat hatinya sakit.

"Aku harus bisa buat Ibu menyerah soal kuliah!” gumam Melia yang tanpa sadar akhirnya tertidur. Matahari sudah tinggi di atas kepala dan Melia baru bangun dari tidurnya.

Melia bangun dan langsung menuju dapur, perutnya memang sudah sangat keroncongan minta diisi, Melia menatap jam yang menempel di dinding, “Sudah jam satu siang! Pantas saja perutku sudah berbunyi,” ucap Melia yang mulai membuka tudung saji yang ada di hadapannya saat ini. Terdapat sebuah notes yang tertempel di tudung saji tersebut, ya itu adalah pesan dari Zahra, ibunya.

[Ibu berangkat kerja ya sayang, ibu minta tolong ya, setelah makan, kamu beli sabun cuci piring ke warung depan, sekalian cuci piring juga. Tadi ibu buru-buru jadi nggak sempat, tolong ibu ya Sayang!]

...****************...

Pertemuan Pertama

Sehabis Melia makan siang, Melia segera bersiap menuju warung depan, namun saat akan mandi. Ternyata sabun yang biasa digunakan juga habis, "Duh, sabunnya habis ternyata." Ucap Melia yang menepuk jidatnya pelan. Kok aku jadi ketularan lupa juga sih kayak ibu.” ucap Melia yang bergegas kembali memakai pakaiannya yang sempat dia tanggalkan.

Melia yang kesehariannya memang tampil sederhana tanpa ada riasan di wajahnya hanya memakai rok dan baju lengan pendek dengan rambut yang diikat asal, namun itulah yang menjadi daya tarik seorang Melia Putri. Walau tampilan sederhana saja sudah membuat dirinya cantik, apalagi saat dia berdandan! Tak heran jika di klub tempat dia bekerja, Melia termasuk yang paling banyak diminati oleh para pelanggan VVIP.

"Apa sekalian saja ke minimarket beli sabun cuci piringnya, toh juga sabun yang biasa kupakai tidak dijual di warung kelontongan, daripada bolak balik!" gumam Melia yang kini berbalik arah menuju indo april didepan gangnya.

Saat akan membayar, tiba-tiba seseorang menyerobot antrian saat Melia ingin membayar belanjaannya.

"Mbak, ini dulu ya, aku buru-buru soalnya!" ucap seorang pria yang memang terlihat terburu-buru.

Mbak kasir yang melihat pria itu pun mengangguk pasrah dengan wajah yang senyum-senyum sendiri, yang membuat Melia makin jengkel.

"Ih, ini orang memang nggak tahu aturan apa, aku kepret juga ini orang!" maki Melia dalam hati.

Niat Melia berbalik ingin memaki pria itu, namun entah mengapa, mulutnya seakan membeku melihat wajah tampan pria yang sempat dimakinya. Pria itu terheran melihat dua wanita yang di hadapannya saat ini sedang menatapnya tanpa berkedip sama sekali. Antara tertawa kecil saat melihat kelakuan dua wanita yang ada di hadapannya saat ini.

"Dasar wanita, sama saja!" ucapnya dalam hati lalu mengeluarkan uang pecahan seratus ribu di meja kasir itu lalu berjalan  cepat menuju pintu keluar.

Melia tersadar saat pria tampan di hadapannya itu sudah berlalu, "Eh, apa-apaan itu!" ucap Melia tak terima, dia mengambil uang pecahan seratus ribu itu lalu mengatakan pada kasir, “Tunggu ya Mbak, aku segera kembali,” titah Melia pada kasir tersebut.

Melia segera keluar dari minimarket itu, mencari keberadaan pria tampan namun sangat tidak tahu aturan. Melia melihat saat pria itu akan masuk ke dalam mobilnya. "Tunggu!!" teriak Melia saat pria itu akan menutup pintu mobilnya.

"Maksud kamu apaan? Kenapa kasih uang seratus ribu sama kasirnya! Jangan berlagak sombong ya,” kesal Melia, dia paling benci memang pada orang kaya yang begitu menyombongkan hartanya.

Antara menarik panjang nafasnya, "Maaf ya mbak, saya sedang terburu-buru jadi saya tidak bisa mengantri lama,” jelas Antara.

“Kamu tahu bebek kan!!” ucap Melia sarkas. Hingga membuat Antara lagi-lagi menghela nafasnya.

“Tahu, tentu saja tahu! Memang kenapa si bebek? Memangnya kita lagi bicara soal bebek? Bukannya permasalahannya dengan antrian ya!! tanya Antara yang terlihat jengah karena merasa waktunya terbuang percuma untuk meladeni wanita galak ini.

"Kalau sudah tahu, lantas kenapa main menyerobot? Lihat bebek kan! Selalu berbaris rapi. Bisa dicontoh bukan, masa iya kalah sama bebek!!" cecar Melia melampiaskan kekesalannya.

"Baiklah, saya minta maaf kalau Mbak merasa tersinggung, ini uangnya, saya tambah. Ini sebagai permintaan maaf saya karena sudah menyerobot antrean Mbak, maaf saya sedang buru-buru." Ucap Antara yang ingin menutup pintu mobilnya, namun lagi-lagi Melia menahannya. Mata Melia menatap tajam Antara, dirinya sudah sangat kesal sekarang, harga dirinya seakan sedang di injak-injak oleh pria tampan ini.

"Dengar ya, Mas. Tidak semua uang bisa menyelesaikan masalah, dan ya.. ini uangmu, anggap saja saya sedang bersedekah hari ini, memberikanmu minuman secara GRATIS!!" Melia yang melemparkan dua lembar uang pecahan seratus ribuan di wajah Antara lalu menutup pintu mobilnya dengan sangat keras.

Bum!!

Suara pintu yang menyentak wajah Antara yang membuatnya ingin keluar mendamprat wanita yang dianggapnya sangat kurang ajar, namun dia urungkan saat mendengar ponselnya berdering. "Halo, baiklah Antara akan segera kesana,” jawab Antara dengan malas.

Antara yang akan menghidupkan mobilnya, teralihkan saat melihat wanita yang tadi melemparkannya uang tadi sedang berjalan dengan menghentakkan kakinya masuk ke dalam minimarket yang bertuliskan indo april yang tadi dia masuki.

"Awas saja nanti kalau kita bertemu!” ucap Antara dengan senyum seringai.

"Loh, mana Masnya?" Tanya Mbak kasir yang celingak-celinguk mencari pria tampan di belakang Melia.

"Nggak ada, sudah balik!" jawabnya ketus.

"Lah terus, minumannya tadi siapa yang mau bayar?!” tanya mbak kasir yang terlihat cemas.

"Tenang, biar saya yang bayar.” Ucap Melia dengan menepuk dadanya dengan bangga. "Berapa semuanya?” sambungnya.

"Semuanya lima puluh delapan ribu Mbak," ucap Mbak kasir setelah melihat layar komputer,"

"Ini, ambil saja kembaliannya." Ucap Melia yang memberikan uang enam puluh ribu pada kasir lalu mengambil kantong belanjaannya.

“Lumayan dua ribu, bisa bayar parkir,” ucapnya sembari mengipas dirinya dengan uang pecahan dua ribu layaknya sebuah kipas.

Sesampainya di rumah, Melia bergegas masuk ke dalam dapur dan segera mencuci piring bekas makannya tadi sekaligus piring dan wajan yang kotor sehabis Zahra masak. Sudah menjadi kebiasaan Melia selama menunggu ibunya pulang dari Butik, ia pasti selalu membaca  buku, semua jenis buku yang Melia sukai, baik buku biografi, koran, majalah, komik ataupun novel online yang saat ini sedang di bacanya. Bahkan sering kali Melia sampai ketiduran saking asyiknya membaca novel di ponsel miliknya seperti sekarang ini.

-

-

-

Sore hari, Zahra pulang dari Butik pukul empat setiap harinya, beruntung karena jarak antara rumahnya tidak terlalu jauh, sehingga saat akan pulang pun ia hanya perlu berjalan kaki jika tidak sedang hujan. Zahra masuk ke dalam rumah dengan kunci cadangan yang selalu dibawanya, Zahra dan Melia memang memegang masing-masing kunci agar saat di antara mereka tertidur, tidak perlu membangunkan satu sama lainnya, seperti saat ini. Zahra tahu pasti Melia ketiduran lagi setelah membaca novel favoritnya di aplikasi NovelToon.

"Assalamualaikum.. ucap Zahra namun tak ada jawaban. Hem, pasti ketiduran lagi." Ucapnya sembari menggelengkan kepalanya lalu menuju dapur. Wajahnya tersenyum saat melihat piring dan peralatan masak yang kotor tadi sudah bersih semua.

Ya, Melia memang anak yang penurut. Sedari kecil, dirinya sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Bahkan masakan Melia lebih enak dari hasil masakannya. Terkadang Zahra sering membujuk Melia untuk membuka usaha makanan yang sedang tren di media sosial saat ini, namun entah mengapa Melia sangat enggan membahas soal pekerjaan, kuliah dan masa depan. Katanya, dia tak ingin terbebani dengan target, dia hanya ingin menjalani kehidupannya seperti air mengalir.

Zahra menghela nafasnya. "Lebih baik aku bangunkan anak itu, pasti dia belum sholat!" ucap Zahra yang berjalan menuju kamar Melia.

Tok.

Tok.

Tok.

"Mel, sudah sore, ayo bangun!" ucap Zahra namun tak ada sahutan dari dalam, Zahra mencoba membuka pelan pintu kamar anaknya. Dan saat membuka pintu, Zahra tersenyum saat melihat anaknya yang sedang sholat.

Walau telat namun tetap Zahra menghargai usahanya, Zahra merasa dia masih kurang ilmu dalam memberikan pelajaran agama untuk Melia, hanya hal-hal dasar saja yang diajarkannya, maka dari itu Zahra mulai mempelajari agama, baik secara langsung maupun secara online. Terkadang Zahra mengikuti beberapa kajian di sekitar daerah rumahnya, walau tidak sering namun Zahra mencoba melakukan ilmu yang baru dipelajari, dan terkadang pula Zahra mengajak putrinya Melia untuk melakukannya bersama.

...****************...

Doa Ibu

Waktu semakin cepat berlalu, Melia tengah bersiap untuk bekerja lagi malam ini. "Mel, ayo, makanannya sudah siap!” teriak Zahra dari dalam dapur.

"Iya, Bu, bentar!" Jawab Melia sembari memakai blazer lalu keluar menuju dapur tempat mereka makan bersama.

Zahra yang melihat penampilan Melia menghela nafasnya. "Apa nggak bisa roknya sedikit dipanjangkan Mel!" ucap Zahra yang melihat penampilan Melia malam ini.

"Ya mana bisa Bu, kayak nggak tahu saja prosedur di sana! Nggak apa-apa kelihatan ini dan itu-nya, asal ini-nya tetap Melia jaga!" Ucap Melia yang menunjuk bagian dada dan bagian intimnya. Zahra hanya menggeleng melihat kelakuan anak kesayangannya itu.

Setelah makan malam, Melia berpamitan pada Zahra. "Bu, Melia pamit ya, doakan anakmu ini agar mendapatkan tamu VVIP yang royal dan nggak genit." ucap Melia yang mengambil tangan kanan Zahra lalu menciumnya dengan takzim.

"Ibu selalu mendoakan kamu Sayang, ibu doakan agar kamu bisa segera lepas dari pekerjaanmu di sana dan bisa menjalani kehidupan yang lebih baik dari ibu!” ucap Zahra dalam hati.

Melihat Melia pergi bekerja, membuatnya kembali melihat dirinya yang usia 20 tahun yang lalu di dalam diri Melia. Terkadang hatinya sangat sakit, niat hati dirinya tidak ingin anaknya melakukan pekerjaan malam sepertinya, namun sayang, karena pergaulan dan lingkungan tempat tinggal yang mereka tinggali di lingkungan yang pekerjaannya mayoritas pekerja malam jadi mau tidak mau Melia pun pasti mengikutinya.

-

-

-

Melia berjalan menuju jalan raya tempat ojek online langganannya biasa menunggu. Melia selalu berangkat pada pukul jam delapan malam. Sebelum berangkat bekerja, ia dan Zahra sudah mengerjakan shalat isya berjamaah. Di sepanjang gang itu, masih banyak warga yang berada di luar rumahnya, beberapa ada yang sedang nongkrong, bergosip hingga beberapa anak ada yang masih sedang bermain, bahkan terkadang saat Melia pulang kerja pun pada pukul 2 pagi, masih ada beberapa anak muda yang masih nongkrong bermain gitar dan menyanyi bersama hingga pagi menjelang.

Di Klub

"Eh, Mel, kamu dipanggil tuh sama bos!” ucap Clara, sahabat baik Melia.

"Iya bentar, aku pakai seragam dulu. Entar aku ke sana." Jawab Melia sembari masuk ke dalam loker perempuan. Setelah memakai seragam, Melia memperbaiki riasan dan rambutnya kembali yang terlihat berantakan setelah naik ojek tadi.

Tok.

Tok.

Tok.

"Permisi, Paman Roki panggil aku?” tanya Melia.

"Iya Mel, ayo sini!” panggilnya, "begini Mel, sebentar lagi akan ada rombongan dari perusahaan besar yang akan menjamu investor mereka, Paman ingin kamu yang melayani mereka, bagaimana?!”

"Boleh, VVIP kan!” jawab Melia yang diangguki oleh Roki.

"Kalau begitu, aku siap-siap dulu, ruangannya sudah disiapkan semua kan!" sambung Melia.

"Belum, mereka baru saja memesannya. Paman minta tolong kamu yang urus semuanya. Kelas kakap ini Mel, mereka bayar banyak untuk jamuan malam ini." Ucap Roki sembari tertawa.

Rena menghela nafasnya, "Soal uang sih Paman memang nomor satu." Tawa Melia terbahak-bahak.

"Kamu ya! Awas! Jangan lari kamu.” Ucap Roki sembari mengejar Melia yang kini sudah keluar dari ruangannya.

"Dasar Melia!” ucap Roki sembari menghela nafasnya. Dirinya tidak menyangka kalau anak dari Zahra kini sudah tumbuh besar menjadi wanita yang sangat cantik seperti ibunya. "Apakah kabar yang baru aku dengar tentang Mr. Zee aku ceritakan pada Zahra? Tapi—sudahlah, aku tak mau mengusik kembali luka lamanya, kalau memang takdirnya mereka bertemu dan Melia tahu ayah kandungnya, maka takdir yang akan mempertemukan mereka bertiga." ucap Roki dalam hati.

Sementara di ruangan 606, terlihat Melia sudah menyiapkan beberapa minuman dan camilan seperti kacang, buah dan makanan lainnya. Melia yang akan keluar setelah mempersiapkan segala keperluan tamu VVIP nya nanti begitu terkejut saat melihat pria yang dia temui di Supermarket siang tadi, "Bukankah itu...." Melia masih penasaran dengan pria yang terlihat mirip dengan wajah pria di Supermarket itu, namun dirinya tak bisa melihatnya dengan jelas karena banyaknya pria yang memakai jas dengan warna yang sama.

Melia masih sibuk mencari pria yang diyakini adalah pria sombong yang ditemui di Supermarket tadi siang. Melia yang masih terlihat mencari keberadaan pria itu pun dikagetkan oleh temannya sesama pekerja malam yang sedang membawa nampan yang berisikan camilan seperti kacang dan buah segar tiba-tiba jatuh menimpa pakaian yang di pakai Melia, sial memang nasib Melia hari ini, nampan yang dipegang temannya kini berhamburan.

"Aduh Mel, maaf, maaf banget, aku sungguh tak sengaja.” Ucapnya sembari membantu membersihkan pakaian Melia yang terkena noda dan beberapa buah yang masih menempel di beberapa bagian baju dan roknya.

"Ya, bagaimana ini, mana tamuku sudah hampir check-in lagi! ucap Melia yang membuat temannya itu semakin tidak enak.

"Sekali lagi aku minta maaf ya Mel, sumpah!! Aku tak sengaja,” ucapnya sembari memperlihatkan dua jarinya yang membentuk huruf V.

"Iya, enggak apa-apa. Lain kali harus hati-hati, untung aku yang kena, coba kalau tamu, kamu pasti akan kena marah Pak Roki,” ucap Melia menasihati.

"Iya, iya. Lain kali aku bakalan lebih berhati-hati lagi.” Ucapnya sembari pergi meninggal Melia setelah membereskan sisa makanan yang jatuh tadi. Melia yang baru sadar dengan apa yang tadi dia lakukan dan langsung melihat ke depan.

"Ya ... sudah pergi.” ucapnya dengan kecewa. Padahal walaupun itu dia, memang Melia mau apa!

Melia tengah membersihkan pakaiannya di kamar mandi yang tersedia di ruangan yang tadi dia persiapkan untuk tamu VVIP -nya malam ini. Melia tak menyadari bahwa tamu yang ditunggunya sudah masuk ke dalam ruangan 606. Terdapat beberapa pria matang yang merupakan seorang petinggi perusahaan yang terkenal, dan beberapa eksekutif muda yang sedang melayani kliennya pentingnya yang merupakan bos besar di beberapa perusahaan dari beberapa kota di Indonesia.

Salah satu eksekutif muda tersebut membisikan pada salah satu pria matang bertubuh besar dengan perut yang membuncit. Bisa dipastikan itu adalah bos dari eksekutif muda tersebut. Dia mengangguk lalu segera pergi menuju kamar mandi yang terdapat di sudut ruangan yang bersebelahan dengan kamar yang memang menjadi fasilitas dari ruangan VVIP tersebut.

Melia dan Eksekutif muda yang bernama Antara menarik secara bersamaan gagang pintu kamar tersebut, hingga terjadilah tarik menarik antara mereka berdua. Melia yang kekuatannya tidak sekuat Antara pun akhirnya jatuh ke dalam pelukan Antara. Ya, eksekutif muda tersebut adalah Antara dan pria yang dia temui di minimarket tadi siang dan pria yang sempat dilihat secara sekilas.

Kedua netranya saling bertatapan satu sama lain, mengagumi keindahan ciptaan Tuhan masing-masing. “Tampan, Cantik,” ucap Melia dan Antara bersamaan, walau dalam hati. Hingga teman Antara, yang bernama Malik mengagetkan mereka hingga kesadaran mereka pun kembali.

...****************...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!