SERENA [ END ]
Di sebuah ruang bersalin rumah sakit, seorang ibu tengah berjuang melahirkan putri pertamanya. Sementara sang suami, menanti dengan cemas sembari terus memberikan semangat di samping istrinya yang tengah bertaruh nyawa. Dalam tarikan napas yang entah ke berapa kali, akhirnya seorang bayi mungil terlahir. Berjenis kelamin perempuan dan sangat sehat.
"Alhamdulillah!" semua orang mengucap syukur.
Demikian juga dengan seorang wanita paruh baya yang sedang berdiri di luar ruang bersalin. Ia terlihat menyunggingkan senyum sebelum kemudian mengajak asistennya untuk pergi dari sana.
"Ada apa ndoro (nyonya)?" tanya si asisten.
"Seloso legi, aku sudah menemukannya."
"Apa maksudnya?"
Si asisten terlihat bingung mendengar ucapan majikannya.
...🍂🍂🍂...
Keluarga yang tengah berbahagia memberi nama Karin untuk putri mereka. Seorang bayi perempuan yang lahir di hari jawa seloso legi. Hari yang sama baiknya dengan hari-hari yang lain tapi memiliki makna lebih bagi sebagian kecil orang yang memiliki maksud lain.
...🍂🍂🍂...
Karin dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Ia pun tumbuh dengan penuh kebahagiaan. Layaknya anak kecil kebanyakan. Karin juga memiliki teman imajinasi, Serena namanya.
Deg..
...🍂🍂🍂...
...🌷Inilah aku, Karin yang selama ini hidup dengan bahagia. Memiliki kedua orang tua yang penuh cinta dan seorang teman yang setia, Serena namanya. Tiap kali kuceritakan hari-hariku bersama Serena, ibu akan tersenyum senang lalu memujiku sebagai anak yang cerdas. Namun, semua berbeda ketika kumulai masuk ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hampir semua temanku menganggapku aneh karena sering berbicara sendirian, tertawa sendiri bahkan terlihat seolah tengah bermain-main dengan sosok yang tak bisa mereka lihat. Apa yang salah dengan Serena? 🌷...
Deg..
Karin menutup buku diarynya lalu mulai mengerjakan tugas dari sekolah. Di tengah kesibukannya mengerjakan tugas, Serena tiba-tiba muncul dan duduk di samping Karin. Hal ini biasa Serena lakukan. Pada awalnya, Karin menganggap Serena sebagai teman. Namun, seiring bertambahnya usia, ia menilai kalau Serena hanya sekedar teman khayalan semata. Sayangnya, anggapan pertamanya lah yang benar. Hingga ia beranjak remaja, Serena masih ada. Seperti saat ini, ia menemani Karin yang tengah sibuk mengerjakan tugas sekolahnya.
Dengan sengaja Serena menjahili Karin dan membuyarkan konsentrasinya. Alhasil, mereka malah bermain bersama hingga hari kian petang. Serena akan tetap berada di sana sampai Karin menutup matanya. Atau mungkin, Serena memang tidak pernah meninggalkan Karin di mana pun ia berada.
...🍂🍂🍂...
Di sekolah, Karin memiliki dua sahabat karib. Nanda dan Agam namanya. Keduanya adalah teman Karin sejak di bangku Sekolah Dasar dan terus menjadi sahabat hingga mereka duduk di kelas tiga SMP sekarang. Bahkan, mereka membuat janji untuk sekuat tenaga berusaha agar dapat masuk ke SMA Favorit yang sama. Wajar saja Karin hanya memiliki sedikit teman sebab teman-temannya yang lain menganggap dirinya aneh.
"Apa kabar Serena?" tanya Agam yang telah terbiasa dengan keanehan Karin.
Baik Agam maupun Nanda, tidak mempermasalahkan sikap aneh Karin atau pun teman khayalannya. Yang terpenting, Karin baik-baik saja dan tidak melakukan hal-hal yang tercela. Keduanya menganggap bahwa Karin memang memiliki daya imajinasi yang tinggi dibandingkan mereka atau pun teman-teman mereka yang lain.
"Baik, dia lagi berdiri di sampingmu," jawab Karin.
Agam sempat menoleh sebentar lalu memanyunkan bibir seraya mengeluarkan buku bahasa indonesia dari dalam tasnya.
"Kamu belum ngerjain PR (Pekerjaan Rumah) ya?"
Agam nyengir.
"Sudah kok, cuma ada sedikit yang belum."
"Berapa nomer yang belum?"
"Empat doang."
"Agam! PR nya cuma lima, kamu kurang empat. Artinya cuma satu nomer yang kamu kerjakan."
Agam kembali nyengir.
"Dasar!"
"Jangan dikasih contekan Rin!" timpal Nanda yang baru saja datang.
"Ih, masak tega sih kalian?"
Nanda dan Karin mulai mengejek Agam dengan beragam perumpamaan. Namun, pada akhirnya, Karin tetap menunjukkan pekerjaan rumahnya untuk disalin Agam.
...🍂🍂🍂...
Pelajaran pun di mulai. Kelas tiga adalah saat-saat yang sibuk. Ujian demi ujian menanti pasti di depan mata. Baik teori maupun praktek. Tiga sekawan mempersiapkannya dengan baik. Belajar dan menjaga kesehatan agar dapat mengikuti semua agenda sekolah yang padat.
Pada jam istirahat, Karin terlihat duduk di salah satu kursi panjang di lorong sekolah. Seorang diri jika dilihat dari mata manusia tapi sebenarnya, ada Serena yang sedari tadi memainkan rambut Karin. Karin tidak peduli, ia fokus membaca sebuah majalah sekolah yang baru kemarin diterbitkan. Tak lama kemudian, Zio menghampirinya seraya lekas duduk di sampingnya. Karin menoleh, Zio tersenyum.
"Tumben sendirian? Nanda mana?" tanya Zio.
"Nanda masih di ruang guru. Di panggil bu Ruli. Aku nungguin dia di sini."
"Oh, mau ke kantin bareng gak?"
"Gak usah, aku nungguin Nanda."
"Nanda udah gede, pakai ditungguin segala. Sudah hafal denah sekolah dia," timpal Zio disusul tawa.
Zio memang memiliki perasaan lebih terhadap Karin tapi Karin, memilih untuk menahan diri karena kedua orang tuanya masih belum mengizinkan dirinya berpacaran. Beruntungnya, Zio bisa memahami. Mungkin karena Karin melakukan hal yang sama kepada semua laki-laki yang mendekatinya. Sehingga Zio tak merasa dibohongi. Inilah yang mendasari sikap Zio yang tetap baik dan tetap menjaga perasaannya untuk Karin.
"Tunggu Nanda ya!" pinta Karin.
"Oke deh."
Beberapa saat kemudian, Nanda datang dan ketiganya pun berjalan menuju kantin. Memilih hendak memesan makanan apa lalu berdiri di depan stand untuk mengantre. Hal tak terduga terjadi setelahnya. Uang saku Zio hilang. Dia terlihat kebingungan sembari berpikir keras coba mengingat di mana terakhir kali ia letakkan. Karin menawarkan diri untuk membayar makanan Zio terlebih dahulu dan Zio pun mengiyakan. Mereka duduk di sebuah bangku yang kosong lalu memakan pesanan mereka.
"Kok bisa hilang sih? apa terjatuh ya? tadi pagi..."
"Kamu lupa minta uang saku kali Zi," sahut Nanda.
"Enggak kok, aku bawa."
"Zio bawa kok Nda cuma terjatuh saja di lorong barat," timpal Karin membuat kedua temannya melongo heran.
"Kamu lihat uangku terjatuh Rin?" tanya Zio.
"Enggak."
"Lah terus kamu tahu dari mana kalau uangku jatuh di sana?"
"Kata Serena, dia bilang begitu barusan."
"Oh.. Serena," celetuk Nanda yang telah terbiasa dengan keanehan Karin.
Sedangkan Zio, sebenarnya dia hanya mengimbangi Karin saja karena ia memiliki perasaan suka terhadapnya tapi, ia sulit percaya kalau benar, Serena yang mengatakannya. Akhirnya, Zio pergi memeriksa lorong barat. Celingukan, menunduk, mengamati setiap sudut. Ternyata benar, uang sakunya terjatuh di sana.
"Ini.. kok bisa.. beneran di sini loh. Karin.. Serena.. ah gak mungkin. Pasti Karin sempat melihat, mana mungkin Serena yang bilang. Siapa juga Serena? hanya teman khayalan masa kecil Karin saja," ucap Zio sembari berjalan kembali ke kantin.
"Ketemu Zi?" tanya Nanda.
"Nih.." jawab Zio sembari menunjukkan uangnya.
"Wah beneran ketemu di lorong barat?"
"Iya beneran, kapan kamu lihatnya Rin?" tanya Zio lagi, coba mengulik.
"Aku gak lihat, Serena yang bilang."
"Serena? jangan merendah gitu lah! kayaknya kamu punya kelebihan deh. Bisa tahu hal-hal kayak begini, keren!" puji Zio.
Karin hanya nyengir.
"Ini, aku balikin uang kamu."
"Gak usah Zi, sekali doang aku bayarin kamu," tolak Karin.
"Hemm.. gak enak aku."
"Santai saja!"
...🍂 Bersambung... 🍂...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Berdo'a saja
menarik baca cerita yang spisode nya pendek
2023-07-19
0
Rinisa
Absen...
Karya ke 7 yg ku baca 🤗
2022-10-24
2
Dian Hank
Cek karya terbaru dan taaara ada..
Aq pembaca setiamu thor..
2022-09-11
3