Hari berlalu dengan segala kesibukan. Satu persatu agenda sekolah, Karin laksanakan. Ujian demi ujian telah ia lalui hingga tibalah hari kelulusan. Semua murid bersorak senang sebab, tak ada satu pun yang tinggal. Semuanya lulus dan kini tengah berlomba masuk ke sekolah menengah atas sesuai harapan. Begitu pun dengan Karin, Agam, Nanda dan juga Zio. Sembari menunggu hari pengumuman penerimaan siswa, mereka berempat melakukan perayaan kecil di rumah Nanda. Sekedar makan malam sembari bersenda gurau bersama.
Hal yang sama dilakukan oleh Serena. Dia mengikuti Karin ke rumah Nanda. Terkadang berada di sampingnya, terkadang berada sedikit menjauh darinya tapi tak pernah sekali pun pergi dari sisinya. Semua terlihat gembira sembari sesekali tertawa lepas. Setidaknya hingga saat Zio dapat melihat sosok Serena untuk pertama kalinya.
Semua itu berawal ketika Zio mendengar suara tawa yang lain. Suara itu mengikuti suara tawa mereka tapi di akhir. Ketika Zio, Nanda, Agam dan Karin hampir selesai tertawa, suara kelima baru terdengar. Alhasil, ketika semuanya berhenti tertawa, suara kelima masih terdengar. Zio menajamkan pendengarannya sembari menengok ke sana ke mari tapi saat itu, ia masih belum melihat apa pun.
Pada akhirnya, Zio mengabaikannya sebab ia pikir, itu sekedar salah dengar saja. Namun, hal ini terulang hingga tiga kali membuat Zio menjadi penasaran. Dengan sengaja, Zio membuat lelucon agar ketiga temannya tertawa. Saat itulah, benar-benar ia fokusnya pendengarannya seraya mencari sumber suara ke lima, sayangnya masih gagal. Pada beberapa kali kesempatan, ia lakukan hingga akhirnya, ia benar-benar dapat melihat.
Sumber suara tawa kelima berasal dari seorang gadis yang berdiri di belakang Karin. Gadis yang memiliki rambut panjang sepunggung dan tengah mengenakan pakaian panjang berwarna biru. Tingginya sama seperti tubuh Karin tapi wajahnya pucat pasi.
"Siapa dia?"
Zio bertanya-tanya di dalam hati. Muncul rasa ingin bertanya tapi Zio mengurungkannya. Zio mengamati teman-temannya yang lain dan mulai menduga bahwa tidak ada yang menyadari akan adanya sosok kelima di antara mereka. Akhirnya, Zio memiliki ide yakni menuangkan minuman ke dalam lima gelas lalu membagikannya kepada teman-temannya dengan harapan akan ada yang bertanya tentang gelas kelima. Benar saja, Agam bertanya.
"Kok lima sih, kita kan berempat, buat kamu semua ya itu, dua gelas?"
Zio nyengir karena yakin kalau memang tidak ada yang menyadari tentang adanya sosok ke lima. Tiba-tiba Zio teringat akan sosok Serena yang mana biasanya Karin sering katakan.
"Ini, buat Serena," jawab Zio sembari tertawa kecil.
Karin lantas tersenyum sembari menoleh ke belakang, Zio terbelalak.
...Deg.....
"Serena tidak minum Zi, dia tidak minum dan tidak makan," jawab Karin seraya menyunggingkan senyuman.
"Jangan ikut-ikutan deh Zi! cukup Karin saja yang kayak begini," celetuk Nanda sembari mencandainya karena Nanda merasa kalau Zio sengaja melakukan hal itu untuk menarik perhatian Karin.
Suasana pun menjadi riuh seketika. Saling melempar ledekan dan candaan. Sementara Zio seolah kaku, antara takut dan juga bingung untuk bersikap. Zio tertawa kecil, sekedar mengimbangi ketiga temannya sembari sesekali melirik ke arah Serena. Namun, betapa pun Zio coba menyembunyikan. Rasa tidak nyaman terlanjur muncul. Zio sulit menjaga pandangannya untuk tidak menatap Serena. Hal ini tentu wajar karena Serena, hanya bisa dilihat olehnya juga Karin. Zio tidak menyangka kalau Serena benar adanya.
"Selama ini.. Karin. Astaga! aku kira dia hanya berimajinasi. Kalau seperti ini, bukankah artinya.. Serena hantu?"
Batin Zio bergejolak hebat. Dia bingung hendak berbuat apa. Di sisi lain ia merasa takut. Namun, muncul penasaran juga yang sama besarnya. Ternyata, gestur anehnya disadari oleh Agam yang lekas meledeknya seperti orang yang sedang kebelet buang air besar. Lagi-lagi, Zio tertawa lalu mengiyakan candaan Agam dan meminta izin untuk menggunakan kamar mandi di rumah Nanda. Nanda mengangguk lalu bangkit seraya menunjukkan Zio jalannya.
"Aku tinggal ya Zi?"
"Iya, makasih!"
"Iya."
Di kamar mandi, Zio berpikir dengan keras. Dia mencoba untuk menguatkan diri tapi tangannya malah gemetar. Rasanya, dia tidak mampu untuk berada di dekat Serena lebih lama dari ini. Alhasil, ia memutuskan untuk berpura-pura sakit.
"Kok bisa tiba-tiba sakit?" tanya Karin.
"Emm, ini biasa kok Rin. Aku memang punya sakit magh sejak kecil."
"Sejak kecil?"
"Oh enggak, maksudku sejak dua tahun terakhir."
"Hemm.."
"Nyeri sekali rasanya, aku pulang dulu ya! terima kasih semuanya!"
"Mau kuantar Zi?" tanya Agam.
"Gak usah Gam, aku bisa sendiri."
Bersamaan dengan itu, Serena tiba-tiba mendekat dan berbisik ke telinga Ozi.
"Mau kuantar Ozi?"
Deg..
Ozi membulat, matanya terbelalak, kerongkongannya serasa tercekat. Tanpa basa-basi lagi, Zio lekas melesat pergi. Sementara Serena, menyunggingkan senyum sinis.
"Astaga! Serena tahu kalau aku bisa melihatnya."
Setelah kejadian tersebut, Zio memilih untuk menjaga jarak dengan Karin. Setidaknya, sampai rasa takutnya memudar atau menghilang.
🍁🍁🍁
Hari berlalu, Agam dan Karin berhasil masuk ke SMA yang sama. Sementara Nanda dan Zio tidak. Akhirnya Nanda dan Zio mendaftar di SMA yang berlainan sebab menuruti permintaan orang tua masing-masing. Hal ini pula lah yang mendasari jarangnya intensitas pertemuan mereka. Kecuali Agam dan Karin yang memang berada di sekolah yang sama.
Setelah melewati serangkaian acara MOS ( Masa Orientasi Siswa ), Karin dan Agam resmi menjadi siswa dan siswi SMA Negeri 5. Karin bercermin cukup lama untuk merapikan seragam barunya. Senyum terulas menyiratkan rasa bahagia. SMA favoritnya berhasil ia masuki.
Hari-hari menjadi anak SMA sangat menyenangkan. Karin begitu antusias berangkat sekolah, mengerjakan tugas dan banyak hal lainnya. Seperti kali ini, ia tengah berdiri di antara rak buku di sebuah toko buku. Karin tengah mencari beberapa buku pendamping untuknya belajar ketika tanpa sengaja, ia bertemu dengan Zio. Zio menyapa dan kemudian mereka mengobrol dengan hangat seperti biasanya.
Ya, seperti biasanya, menyenangkan hingga tiba-tiba Serena muncul di samping Karin. Zio membulat lalu menundukkan kepalanya. Fokusnya buyar dan mulai menanggapi ucapan Karin asal-asalan. Karin yang merasa aneh lantas menanyainya tapi Zio mengatakan bahwa ia baik-baik saja.
"Rin, aku balik dulu ya, ada yang harus kukerjakan!" pamit Zio.
"Gak mau bareng aja nih?"
"Lain kali ya?"
"Oke, hati-hati!"
Zio mengangguk lalu lekas ngacir setelah melirik sebentar ke arah Serena. Karin sendiri kembali sibuk dengan deretan buku novel yang terlihat di sepanjang ia memandang. Zio menyalakan mesin motornya seraya menoleh kembali ke arah toko buku yang baru saja ia tinggalkan.
"Karin, apa kamu baik-baik saja? aku merasa, Serena memiliki aura jahat yang kuat. Aku.. maaf! aku masih butuh waktu untuk terbiasa. Aku akan menjauhimu untuk beberapa waktu. Setidaknya, hingga aku siap tapi perasaanku, jangan kamu ragukan! aku tetap menyayangimu."
🍁🍁🍁
Di bangku SMA ini, Karin lebih berhati-hati. Ia bisa menahan diri untuk tidak sering berbincang atau pun bercanda dengan Serena sebab, ia mulai mengerti bahwa Serena, hanya dirinya seorang yang dapat melihatnya. Karin pun mulai memahami kalau ia terlahir dengan kelebihan khusus yang belum tentu orang lain miliki. Hal ini membuat kesehariannya menjadi anak SMA menjadi lebih mudah. Tidak ada lagi yang mengatainya, menjauhinya atau mengucilkannya. Bahkan, Agam nyaris percaya kalau Karin sudah tidak memiliki teman khayalan lagi.
🍁🍁🍁
"Buruan naik! lapar banget nih. Mampir dulu ke bakso langganan ya!" pinta Agam.
"Iya-iya, aku juga lapar," jawab Karin sembari naik ke boncengan motor Agam.
Biasanya, Karin membawa sepeda motor sendiri ke sekolah. Hanya saja, motornya sedang bermasalah. Sehingga hari ini, ia berangkat dan pulang bersama dengan Agam.
Setelah bertahun-tahun bersahabat, kali ini, giliran Agam yang melihat. Agam menggosok matanya beberapa kali ketika melihat sosok kedua di boncengan motornya. Reflek Agam menoleh tapi, hanya ada Karin di sana. Agam kembali mengalihkan pandangannya ke spion motor dan kembali ia lihat, ada seorang perempuan lain yang tengah melayang di samping Karin.
Deg..
Seketika tangan Agam lemas hingga terjatuh dari setir motor. Beruntung, Agam masih bisa mengendalikan diri untuk tidak langsung melompat pergi.
"Tenang-tenang-tenang! ini masih siang bolong. Apa yang perlu ditakutkan?" ucap Agam pada dirinya sendiri.
"Kenapa Gam? ayo jalan!"
"Iya Rin, ayo!"
Agam menyalakan mesin motornya lalu melaju tanpa berani menoleh ke arah spion lagi.
🍁🍁🍁
Di warung bakso, Agam mencoba untuk bersikap senormal mungkin. Meski ia masih melihat keberadaan Serena. Namun, ia bersikap seolah tidak melihat apa-apa. Agam dan Karin bersenda gurau seperti biasa hingga saat batin Agam tak lagi bisa menahan. Akhirnya, Agam pun bertanya:
"Rin.."
"Iya?"
"Temanmu Serena itu, sungguh ada atau hanya khayalan?"
Karin menatap Agam lekat-lekat.
"Setelah sekian tahun lamanya, kenapa kamu baru bertanya?"
"Dulu terlihat biasa tapi sekarang kan, kita sudah dewasa. Sedikit mengganjal saja jadi kutanyakan."
"Hemm.. begitu, Serena itu nyata dan dia ada di sini nih!" jawab Karin sembari menunjuk sisi kirinya di mana itu adalah tempat berdirinya sosok yang sedari tadi Agam lihat.
Deg..
Jantung Agam berdegup lebih kencang tapi ia masih berusaha tertawa.
"Oke-oke, aku percaya," jawabnya seraya memasukkan sebutir bakso ke mulutnya.
"Sialan! itu beneran Serena. Selama ini.. Karin.." benak Agam yang tak lagi bisa tenang.
🍁🍁🍁
Usai makan, Agam mengantar Karin pulang. Entah kenapa, Agam merasa kalau Serena akan memberikan dampak buruk pada sahabatnya.
"Rin.."
"Ya?"
"Kamu baik-baik saja selama kenal Serena?"
"Hah? maksud kamu apa?"
"Hemm.. gak ada apa-apa sih, cuma.. kita kan sudah dewasa, seharusnya.."
"Kamu pikir, Serena sekedar teman khayalanku semata?"
"Bukan, bukan itu maksudku. Hemm.. aku percaya kalau dia itu nyata tapi kamu sadar kan kalau dia.. bukan manusia kayak kita?"
Deg..
Karin seakan tersadar.
"Itu.."
"Kamu pikirkan baik-baik saja perkataanku Rin, demi kebaikanmu oke?"
"Iya."
"Ya sudah, aku balik dulu ya!"
"Iya."
"Kalau sampai besok belum kelar motormu, WhatssApp (WA) saja, aku jemput!"
"Iya."
"Yaudah, duluan ya?"
"Iya."
Agam berlalu dengan jantung yang masih berdegup dengan kencang. Bagaimana pun, ia telah memberanikan diri untuk memperingati Karin ketika sosok Serena ada di sebelahnya. Bukan perkara mudah untuk tetap menormalkan gestur tubuh dikala ketakutan menyerang hebat.
...🍁 BERSAMBUNG 🍁...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Berdo'a saja
ngebayangin Agam pas makan bakso lihat Serena terus tersedak gimana rasanya tuh
2023-07-19
0
Shinta Teja
Ozi?! zio,Thor!!!
2022-12-03
0
Putrii Marfuah
biar telat yg penting bisa lihat...bisa kasih peringatan
2022-09-21
1